KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”Tahap-Tahap Pemerolehan
Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua”.
Makalah
ini penulis buat guna memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah Teori
Belajar Bahasa, di samping sebagai salah satu keterlibatan penulis dalam
pelajaran Teori Balajat Bahasa yaitu menyediakan bahan perkuliahan. Makalah ini
berisi tentang pengertian pemerolehan bahasa, bahasa pertama dan bahasa kedua,
serta tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama dan kedua yang bermanfaat bagi
para pembaca untuk menambah wawasan atau pengetahuan.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis tentu saja tidak dapat menyelesaikannya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1)
Ibu
Anni Rahimah, S.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Teori Belajar Bahasa
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami;
2)
Para
penulis yang bukunya penulis jadikan sebagai referensi dalam penulisan makalah
ini; dan
3)
Terakhir
kepada rekan-rekan yang turut bekerja sama demi terselesainya makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan
ke depannya. Akhir kata penulis
mengucapkan selamat membaca dan semoga materi yang ada dalam makalah ini dapat
bermanfaat sebagaimana mestinya.
Padangsidimpuan, Desember
2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................. ii
A.
Pendahuluan...................................................................................................................... 1
B. Pengertian Pemerolehan Bahasa .................................................................................... 2
C. Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama .................................................................... 3
D. Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan Bahasa
Pertama .......................................... 5
E. Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua ....................................................................... 9
F. Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan Bahasa
Kedua .............................................. 10
Daftar
Pustaka....................................................................................................................... 13
A. Pendahuluan
Tahap-tahap
pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua merupakan proses bagaimana bahasa
tersebut diperoleh oleh seorang individu. Setiap manusia diharuskan menguasai
suatu bahasa agar bisa hidup di lingkungan tempat tinggalnya. Telah menjadi
kodrat bahwa bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Semua aspek
kehidupan berkaitan dengan bahasa. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa adalah
mutlak bagi manusia.
Pemerolehan bahasa merupakan sebuah hal yang
sangat menakjubkan
terlebih dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh
anak tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak
(bayi). Seorang bayi hanya akan
merespon ujaran-ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan sekitar
terlebih adalah ujaran ibuya yang sangat sering didengar oleh anak tersebut. Seorang manusia tidak hanya dapat
memiliki satu bahasa saja melainkan seseorang bisa memperoleh dua sampai empat bahasa tergantung
dengan lingkungan sosial dan tiangkat kognitif yang dimiliki oleh orang
tersebut.
Pada pemerolehan bahasa kita
mengenal beberapa tahapan pemerolehan bahasa itu sendiri, pemerolehan bahasa
pertama itu didapatkan seorang bayi secara langsung dari ibunya atau lingkungan yang dekat dengan
bayi tersebut, sedangkan jika pada pemerolehan bahasa kedua dan seterusnya itu didapatkan seseorang dengan melalui
proses pembelajaran. Dengan teori pemerolehan bahasa kita
ingin mengetahui serta mengetengahkan teori yang memudahkan anak-anak belajar. Dalam proses perkembangan,
semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah.
Dengan perkataan lain setiap anak yang normal atau pertumbuhan yang wajar,
memperoleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa asli, bahasa ibu dalam
tahun-tahun pertama kehidupan di dunia ini. Walaupun tidak disangkal adanya
kekecualian misalnya secara fisiologis (tuli) ataupun alasan-alasan lain.
B.
Pengertian Pemerolehan Bahasa
Dardjowidjojo (2008:225) mengatakan
proses anak
mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan
pemerolehan bahasa anak. Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan
istilah Inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang
dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native
language). Istilah
ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah
learning. Dalam pengertian learning proses itu dilakukan dalam tatanan
yang formal, di belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian,
proses dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya disebut pemerolehan
bahasa, sedangkan proses dari orang (umumnya dewasa) yang belajar di kelas
disebut pembelajaran bahasa.
Pemerolehan bahasa anak terjadi bila anak yang sejak semula
tanpa bahasa telah memperoleh bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak
lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan
bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu
rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju
gabungan kata yang lebih rumit.
Pemerolehan bahasa sangat erat dengan perkembangan kognitif,
yakni, pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada
tatabahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa
anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara
harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang mendasari berbagai makna
ekspresif bahasa-bahasa alamiah.
Manusia mempunyai warisan biologi yang sudah dibawa sejak
lahir berupa kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus manusia.
Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian anatomi dan fisiologi
manusia. Tingkat perkembangan bahasa semua anak adalah sama, artinya semua anak
dapat dikatakan mengikuti pola perkembangan yang sama.
Orang dewasa umumnya tidak merasakan bahwa menggunakan
bahasa merupakan suatu keterampilan yang luar biasa rumitnya. Pemakaian bahasa
yang terasa lumrah karena memang tanpa diajari oleh siapa pun seorang bayi akan
tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan bahasanya. Dari umur satu tahun sampai
dengan umur dua tahun seorang bayi mulai mengeluarkan bentuk-bentuk kata bahasa
yang telah diidentifikasi sebagai kata. Ujaran satu kata ini tumbuh menjadi
ujaran dua kata dan akhirnya menjadi kalimat yang kompleks menjelang umur empat
atau lima tahun. Setelah umur lima tahun, seorang anak mendapatkan kosa kata
dan kalimat yang lebih baik dan sempurna. Jadi, secara umum dapat kita
simpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah tahap seorang individu menguasai
suatu bahasa dalam kehidupannya.
C.
Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Menurut
Abdul Chaer dan Agustina (2004:81)
bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa
itulah yang pertama-tama dipelajarinya. Sependapat
dengan hal itu, Solehan, dkk (2011:25) juga mengatakan bahwa bahasa pertama
adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak. Menurut
Arifuddin (2010:114) pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu anak-anak di
seluruh dunia sama. Kesamaan proses pemerolehan tidak hanya disebabkan oleh
persamaan unsur biologi dan neurologi bahasa, tetapi juga oleh adanya aspek
mentalitas bahasa. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa bahasa pertama (B1) atau
bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali diperoleh oleh seorang individu
dalam kehidupannya. Bahasa ini akan menjadi bahasa yang paling menurani dan
sering digunakan oleh si pemakai bahasa.
Bahasa Pertama Berciri
Urutan Pemerolehannya
Menurut
Ardiana dan Syamsul Sodiq (2000:433) istilah pertama mengacu pada perkembangan
bahasa pada setiap individu. Artinya, tidak tertutup kemungkinan seorang anak
dalam pertumbuhannya akan menguasai dua, tiga, atau empat bahasa, bahkan lebih.
Jika hal ini yang terjadi bahasa yang pertama dikuasai sebelum mereka menguasai
bahasa lain inilah yang disebut bahasa pertama. Barangkali anda mengenal kasus
sebagaimana yang dialami yang dialami oleh Indro. Dia lahir dalam lingkungan
masyarakat Madura dan ayah ibunya juga menggunakan bahasa Madura. Bahasa ini
akan digunakan oleh Indro untuk berkomunikasi pada tahun-tahun awal usianya
hingga kira-kira umur 5 tahun. Pada masa pubertas (12-14 tahun) hingga masa
dewasa (18-20 tahun) bahasa tersebut tetap dipergunakan. Jika setelah menguasai
bahasa Madura Indro belajar bahasa Indonesia, bahasa Indonesia baginya bukan
lagi bahasa pertama, melainkan merupakan bahasa kedua. Seorang anak yang hanya
memiliki satu bahasa pertama ini disebut “pemeroleh bahasa pertama ekabahasa”.
Bahasa Pertama Berciri
Kesempurnaan Penguasaan
Menurut
Ardiana dan Syamsul Sodiq (2000:434) di samping karena urutannya, seorang anak
yang mempelajari bahasa baru setelah bahasa yang lain disebut memperoleh bahasa
kedua jika bahasa pertama telah dikuasai dengan sempurna. Sebagai contoh dapat
kita lihat kasus berikut. Ayah Dwi berasal dari Yogyakarta dan ibunya dari
Surabaya. Untuk berkomunikasi di
rumah kedua orang tua Dwi lebih banyak menggunakan bahasa Jawa, sehingga Dwi
pun sejak kecil sudah memperoleh bahasa Jawa. Jika berkomunikasi dengan kakek,
nenek, paman, bibi, dan para sepupunya, Dwi menggunakan bahasa Jawa. Dengan
demikian, kemampuan berbahasa Jawanya terus berkembang. Namun, karena tinggal
di lingkungan masyarakat yang menggunakan bahasa Madura, untuk berkomunikasi
dengan tetangga sekitarnya, keluarga Dwi menggunakan bahasa Madura. Di sekolah,
dalam suasana santai Dwi berkomunikasi dengan kawan-kawannya juga menggunakan
bahasa Madura. Dalam hal ini Dwi memperoleh dua bahasa pertama sekaligus, yaitu
bahasa Jawa dan bahasa Madura.
Bahasa
Pertama Bukan Karena Bahasa Ibu Kandung
Istilah ibu bukan berarti bahasa ibu
kandung sang anak (Ardiana dan Syamsul Sodiq, 2000:434). Kasus Indro di atas menunjukkan bahwa bahasa pertama
atau bahasa ibu yang dia miliki kebetulan sama dengan bahasa yang digunakan
oleh ibu kandungnya, yaitu bahasa Madura. Akan tetapi, kasus Dwi menunjukkan
hal lain. Meskipun ibu kandungnya berbahasa Jawa, Dwi memiliki dua bahasa
pertama, yaitu bahasa Jawa dan Madura. Meskipun dilahirkan oleh ibu yang
berbahasa Jawa, jika bahasa pertama yang dikuasai anak itu bahasa Jawa dan Madura,
bahasa pertama atau bahasa ibu anak tersebut adalah bahasa Jawa dan Madura.
Bahasa Pertama Berciri Digunakan Seumur Hidup
Ardiana
dan Syamsul Sodiq (2000:434) mengatakan di samping diperoleh paling awal, karena
sudah menurani bahasa pertama digunakan seumur hidup. Jika dibandingkan,
penggunaan bahasa pertama oleh seseorang memiliki persentase yang tinggi.
Terutama dalam mengungkapkan hal-hal yang bersifat personal, seperti
mengungkapkan perasaan, emosi, marah, dan sebagainya, orang cenderung
menggunakan bahasa pertamanya.
D.
Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan Bahasa
Pertama
Tahap pemerolehan bahasa pertama
berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini dikarenakan bahasa pertama
diperoleh seseorang pada saat ia berusia anak-anak. Ardiana
dan Syamsul Sodiq (2000:440-445) membagi tahap pemerolehan bahasa pertama menjadi empat
tahap, yaitu tahap pemerolehan kompetensi dan performansi, tahap pemerolehan semantik,
tahap pemerolehan sintaksis, dan tahap pemerolehan fonologi.
1. Tahap
Pemerolehan Kompetensi dan Performansi
Dalam Ardiana
dan Syamsul Sodiq (2000:440) dikatakan bahwa dalam memperoleh bahasa pertama anak
memungut dua hal abstrak dalam teori linguistik, yaitu kompetensi dan
performansi. Kompetensi adalah pengetahuan tentang gramatika bahasa ibu yang
dikuasai anak secara tidak sadar. Gramatika itu terdiri atas tiga komponen,
yaitu semantik, sintaksis, dan fonologi dan diperoleh secara bertahap. Pada
tataran kompetensi ini terjadi proses analisis untuk merumuskan
pemecahan-pemecahan masalah semantik, sintaksis, dan fonologi.
Sebagai pusat pengetahuan dan
pengembangan kebahasaan dalam otak anak, kompetensi memerlukan bantuan
performansi untuk mengatasi masalah kebahasaan anak. Performansi adalah
kemampuan seorang anak untuk memahami atau mendekodekan dalam proses reseptif
dan kemampuan untuk menuturkan atau mengkodekan dalam proses produktif. Sehingga
dapat kita gambarkan bahwa kompetensi merupakan ‘bahannya’ dan performandi
merupakan ‘alat’ yang menjembatani antara ‘bahan’ dengan perwujudan fonologi
bahasa.
2. Tahap
Pemerolehan Semantik
Menurut Brown dalam Ardiana
dan Syamsul Sodiq (2000:441) pemerolehan sintaksis bergantung pada pemerolehan semantik.
Yang pertama diperoleh oleh anak bukanlah struktur sintaksis melainkan makna (semantik).
Sebelum mampu mengucapkan kata sama sekali, anak-anak rajin mengumpulkan
informasi tentang lingkungannya. Anak menyusun fitur-fitur semantic (sederhana)
terhadap kata yang dikenalnya. Yang dipahami dan dikumpulkan oleh anak itu akan
menjadi pengetahuan tentang dunianya. Pemahaman makna merupakan dasar
pengujaran tuturan.
Salah satu bentuk awal yang dikuasai
anak adalah nomina, terutama yang akrab atau dekat dengan tempat tinggalnya,
misalnya anggota keluarga, family dekat, binatang peliharaan, buah, dan sebagainya.
Kemudian diikuti dengan penguasaan verba secara bertingkat, dari verba yang
umum menuju verba yang lebih khusus atau rumit. Verba yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, seperti jatuh,
pecah, habis, mandi, minum, dan pergi dikuasai lebih dulu daripada verba jual dan beli. Dua kata
terakhir memiliki tingkat kerumitan semantik yang lebih tinggi, misalnya adanya
konsep benda yang pindah tangan dan konsep uang pembayaran.
3. Tahap
Pemerolehan Sintaksis
Ardiana
dan Syamsul Sodiq (2000:443) mengatakan bahwa konstruksi sintaksis pertama anak
normal dapat diamati pada usia 18 bulan. Meskipun demikian, nenerapa anak sudah
mulai tampak pada usia setahun dan anak-anak yang lain di atas dua tahun.
Pemerolehan sintaksis merupakan kemampuan anak untuk mengungkapakan sesuatu
dalam bentuk konstruksi atau susunan kalimat. Konstruksi itu dimulai dari
rangkaian dua kata.
Konstruksi dua kata tersebut
merupakan susunan yang dibentuk oleh anak untuk mengungkapkan sesuatu. Anak
mampu untuk memproduksi bahasa sasaran untuk mewakili apa yang ia maksud.
Pemakaian dan pergantian kata-kata tertentu pada posisi yang sama menunjukkan
bahwa anak telah menguasai kelas-kelas kata dan mampu secara kreatif
memvariasikan fungsinya. Contohnya adalah ‘ayah datang’. Kata tersebut dapat
divariasikan anak menjadi ‘ayah pergi’ atau ‘ibu datang’.
4. Tahap
Pemerolehan Fonologi
Secara fisiologis, anak yang baru
lahir memiliki perbedaan organ bahasa yang amat mencolok dibanding orang
dewasa. Berat otaknya hanya 30% dari ukuran orang dewasa. Rongga mulut yang
masih sempit itu hamper dipenuhi oleh lidah. Bertambahnya umur akan melebarkan
rongga mulut. Pertumbuhan ini memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi anak
untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.
Pemerolehan fonologi atau
bunyi-bunyi bahasa diawali dengan pemerolehan bunyi-bunyi dasar. Menurut
Jakobson dalam Ardiana dan Syamsul Sodiq (2000:445) bunyi dasar dalam ujaran manusia adalah /p/, /a/,
/i/, /u/, /t/, /c/, /m/, dan seterusnya. Kemudian pada usia 1 tahun anak mulai
mengisi bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi lainnya. Misalnya /p/ dikombinasikan
dengan /a/ menjadi /pa/ dan /m/ dikombinasikan dengan /a/ menjadi /ma/. Setelah anak mampu memproduksi bunyi maka
seiring dengan berjalannya waktu, anak akan lebih mahir dalam memproduksi
bunyi. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan, kognitif, dan juga alat ucapnya.
Untuk lebih memperjelas tahap-tahap
pemerolehan bahasa pertama tersebut maka di bawah ini diuraikan tahap-tahap
pemerolehan bahasa seorang anak. Menurut Arifuddin (2010:153) tahap pemerolehan
bahasa dibagi menjadi empat tahap, yaitu praujaran, meraban, tahap satu kata,
dan tahap penggabungan kata sebagai berikut:
1.
Praujaran (Pre-speech).
Tahap
pra-ujaran terjadi dalam usia 0-1 tahun. Perkembangan yang mencolok adalah
perkembangan pemahaman, yaitu penggunaan bahasa secara pasif atau reseptif.
Maksudnya adalah anak mendengar bahasa atau bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya
kemudian menyimpannya dalam memori sebelum mampu mengucapkannya.
2. Tahap Meraban/Berceloteh (Babling Stage).
Tahap ini
dimulai ketika bayi berusia beberapa bulan sekitar 4-6 bulan. Ditandai oleh
bunyi-bunyi yang tidak bisa membedakan secara tepat adanya perbedaan
bunyi-bunyi bahasa. Banyak di antara bunyi ujaran tersebut tidak merypakan
ujaran dalam bahasa yang sedang dipakai dan tidak bermakna.
3. Tahap Satu Kata (Holophrastic).
Bayi mampu
menuturkan kata-kata pertama dalam kehidupan mereka pada usia 9 bulan, misalnya
mama, dada, dan sebagainya. Tahap ini ditandai oleh mulai dihasilkannya
tanda-tanda bahasa yang sesungguhnya. Artinya, anak-anak sudah mulai bisa
menggunakan kata-kata sebagai bahasa yang hanya terdiri dari satu kata saja.
4.
Tahap
Penggabungan Kata (Combining words).
Tahap ini
terjadi pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini anak-anak telah menggunakan
banyak kata sebagai penggabungan dari beberapa kata dalam kalimat yang ia
ujarkan. Tetapi susunan kalimatnya atau tatabahasanya masih belum sempurna
seperti orang dewasa.
E.
Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua
Menurut Solehan
(2011:26) bahasa kedua adalah bahasa yang dikuasai anak setelah menguasai
bahasa pertama. Sedangkan menurut Abdul Chaer dan Agustina (2004:82) bahasa
lain yang bukan bahasa ibunya yang dipelajari seorang anak disebut bahasa
kedua. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang
dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak setelah ia menguasai bahasa
pertamanya.
Dalam memperoleh bahasa
kedua banyak cara yang dilakukan. Secara umum, tipe pemerolehan bahasa kedua
dapat dibedakan menjadi pemerolahan bahasa kedua secara terpimpin, secara
alamiah, serta terpimpin dan alamiah. Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin
dilakukan melalui aktivitas pembelajaran, baik di sekolah maupun kursus atau
les. Umumnya, ragam bahasa yang dipelajari bersifat formal atau baku. Sementara
itu, pemerolehan bahasa kedua secara alamiah dilakukan secara spontan. Dengan
demikian seorang anak nisa memiliki beberapa bahasa pertama dan juga beberapa
bahasa kedua.
Kunci keberhasilan
belajar bahasa kedua adalah kemauan belajar, keberanian mempraktikkan dalam
situasi real atau nyata, dan keintemsifan dalam berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa kedua. Memang penting belajar kosa kata dan kaidah bahasa
dengan menggunakan berbagai sumber. Tetapi, yang tak kalah pentingnya adalah
factor individu pembelajar bahasa kedua. Dalam hal ini keberanian penggunaan
bahasa tersebut dalam interaksi dengan penutur asli atau pengguna bahasa kedua.
Dalam pemerolehan
bahasa kedua, diyakini bahwa bahasa pertama cenderung menjadi penghambat
pemerolehan bahsa kedua. Hambatan itu berupa terjadinya intrusi atau transfer
kaidah-kaidah bahsa pertama ke dalam bahasa kedua, terutama apabila bahasa
pertama memiliki kaidah-kaidah yang berbeda dengan kaidah dalam bahasa kedua.
Terkadang dalam mempraktikkan bahasa kedua tersebut kita menggunakan kaidah
bahasa pertama kita sehingga bahasa kedua yang kiita gunakan dipengaruhi oleh
bahsa pertama.
F.
Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan Bahasa Kedua
Stren dalam Akhadiah, dkk (1997:22) menyamakan istilah bahasa
kedua dengan bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia kita perlu
membedakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Bagi kondisi di first
languange yang berwujud bahasa daerah tertentu, bahasa kedua second
languange yang berwujud bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign
languange). Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara
tertentu. Oleh sebab itu bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan
politik, ekonomi, dan pendidikan.
Pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah
bahasa daerahnya masing-masing karena bahasa Indonesia baru dipelajari ketika
anak masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai bahasa ibunya. Dibandingkan
dengan pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua tidak
linear. Bahasa kedua adalah hal yang lebih
banyak dipelajari daripada diperoleh. Bila dilihat dari proses dan pengembangan
bahasa kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan dan
pemerolehan dan belajar bahasa dalam (Akhadiah, dkk, 1997:23) yaitu:
- Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa yang merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah sadar. Cara-cara lain memerikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar informal dan belajar alamiah. Dalam bahasa nonteknis sering disebut pemerolehan "memunggut"bahasa.
- Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa, yang mengacu pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua, mengetahui kaidah-kaidah, menyadari kaidah-kaidah dan mampu berbicara mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal dengan tata bahasa. Beberapa sinonim mencakup pengetahuan formal mengenai suatu bahasa atau belajar eksplisit.
Beberapa
pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa anak-anak memperoleh bahasa,
sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya.Akan tetapi hipotesis
pemerolehan-belajar menuntut orang-orang dewasa juga memperoleh, bahwa
kemampuan memungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Hipotesis di atas dapat menjelaskan perbedaan
pemerolehan dan belajar bahasa, Krashen dan Terrel dalam Akhadiah, dkk (1997:23) menegaskan perbedaan
keduanya dalam lima hal:
- Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama seorang anak penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal.
- Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah proses sadar dan disengaja.
- Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti memungut bahasa kedua sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar bahasa kedua mengetahui bahasa kedua.
- Dalam pemerolehan pengetahuan didapat secara implisit sedangkan dalam pembelajaran pengetahuan didapat secara eksplisit
- Pemerolehan pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak sedangkan dalam pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong sekali.
Krashen dan Terrel (Akhadiah, dkk, 1997:25) membagi dua cara pemerolehan
bahasa kedua yaitu:
a. Pemerolehan bahasa kedua secara
terpimpin
Di dalam pemerolehan bahasa kedua
secara terpimpin berarti pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar
dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua
secara terpimpin, (1) materi tergantung kriteria yang ditentukan oleh guru,
(2) Strategi
yang dipakai oleh seorang guru juga sesuai dengan apa yang dianggap paling
cocok untuk siswanya. Dalam pemerolehan bahasa secara terpimpin, apabila
penyajian materi dan metode yang digunakan dalam belajar teppat dan efektif
maka ini akan berhasil dan menguntungkan pelajar dalam pemerolehan bahasa
keduanya. Namun, sering ada ketidakwajaran dalam penyajian materi terpimpin
ini, misalnya penghafalan pola-pola kalimat tanpa pemberian latihan-latihan
bagaimana penerapan itu dalam komunikasi.
b. Pemerolehan bahasa kedua secara
alamiah
Pemerolehan bahasa kedua secara
alamiah atau secara spontan adalah pemeroleh bahasa kedua yang terjadi dalam
komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan guru.Pemerolehan
bahasa seperti ini tidak ada keseragaman karena setiap individu memperoleh
bahasa kedua dengan caranya sendiri. Yang paling penting dalam cara ini adalah
interaksi dan komunikasi yang mendorong pemerolehan bahasa kedua. Ciri-ciri
pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah (1) yang terjadi dalam
komunikasi sehari-hari, (2) bebas dari pimpinan sistematis yang disengaja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
pemerolehan bahasa kedua sama halnya dengan bahasa pertama yaitu pemerolehan
kompetensi, semantik, sintaksis, dan fonologis. Hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa ketiga kompetensi tersebut merupakan substansi dari kompetensi
linguistik. Untuk dapat berbahasa dengan baik maka kita harus menguasai tiga
kompetensi tersebut. Yang menjadi pembeda pemerolehan bahasa pertama dan kedua
adalah bahasa pertama diperoleh melalui tahap yang tidak terencana atau terjadi
secara alamiah sedangkan tahap pemerolehan bahasa kedua dilakukam secara rapi
atau sistematis sebagai aktivitas belajar. Oleh karena itu, bahasa kedua
diperoleh dengan pembelajaran.
Perbedaan tersebut dapat dikatakan
perbedaan suasana pemerolehan yang terdiri dari kesadaran pembelajar bahasa,
waktu, tempat, motivasi dan tujuan, praktik dan pelatihan, umur pembelajar,
alat bantu pemerolehan, serta pengorganisasian. Artinya, tahap pemerolehan
bahasa kedua tidak berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama. Tetapi
pemerolehan bahasa pertama dilalui tanpa adanya unsur kesadaran untuk menguasai
bahasa sedangkan bahasa kedua diperoleh dengan sadar dalam bentuk mempelajari.
Daftar Pustaka
Arifuddin. 2010.
Neuropsikolinguistik. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Akhadiah, dkk. 1997. Teori Belajar Bahasa. Jakarta:Universitas Terbuka
Ardiana dan
Syamsul Sodiq. 2000. Psikolinguistik. Jakarta:
Universitas Terbuka
Chaer, Abdul dan Leonie
Agustina. 2004. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2008. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Solehan, dkk.
2011. Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta:
Universitas Terbuka