Rabu, 25 Desember 2013

Makalah Pragmatik- Struktur Percakapan



KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Struktur Percakapan”. Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian percakapan, cara menggunakan bahasa berupa hal-hal yang harus diperhatikan dalam percakapan, dan analisis struktur percakapan.
            Makalah ini penulis buat guna memenuhi syarat penyelesaian tugas mata kuliah Pragmatik yang diasuh oleh Ibu Sri Mahrani Harahap, M.Pd pada semester ganjil kelas VA Bahasa Indonesia, selain itu juga sebagai bahan perkuliahan yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, khususnya bagi para mahasiswa calon guru.
            Dalam penulisan makalah ini, penulis tentunya tidak dapat bekerja sendiri tetapi juga dibantu oleh pihak lain yang bersangkutan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Mahrani Harahap, M.Pd selaku dosen pengampu yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Selanjutnya kepada sumber rujukan yang tulisannya kami gunakan sebagai referensi dalam makalah ini. Tak lupa juga kepada rekan satu kelas yang turut membantu.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan makalah ini selanjutnya.
            Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

                                                                                    Padangsidimpuan,  Oktober 2013
                                                                                    Penulis,


                                                                                    Kelompok 3
                                                                                    Kelas VA Bahasa Indonesia

 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
            Kita tentu begitu sering mendengar kalimat yang berbunyi ‘mulutmu adalah harimaumu’. Makna dari kalimat itu adalah kita harus berhati-hati dalam berbicara karena perkataan kita bisa saja menjadi senjata atau bumerang yang memberikan efek tidak baik kepada kita sendiri. Dalam pergaulan di masyarakat tentunya kita tidak lepas dari aktivitas interkasi yang kita sebut percakapan atau konversasi. Percakapan adalah kegiatan bertukar informasi yang kita lakukan dengan orang lain.
            Dalam percakapan tentu saja sering terjadi kesalahan atau miskomunikasi sehingga pesan yang dimaksud oleh pembicara atau penutur tidak tersampaikan secara efektif kepada lawan bicara atau petutur sehingga lawan bicara pun memberikan respon yang gamblang yang mengakibatkan proses komunikasi atau tindak bahasa tersebut tidak lancar atau mengalami kendala. Hal inilah yang menjadi masalah dalam setiap percakapan. Masalah ini timbul karena kita tidak mahir dalam menggunakan bahasa. Pada hal unsur utama dalam percakapan adalah penggunaan bahasa yang baik. Kita dituntut untuk menggunakan bahasa yang baik sehingga dapat mengendalikan proses percakapan ke arah yang diharapkan. Tetapi yang sering terjadi adalah penyimpangan-penyimpangan yang menimbulkan efek ‘tidak enak’ bagi kedua pihak, yaitu penutur dan petutur.
            Kemahiran menggunakan bahasa yang baik dapat kita peroleh berdasarkan aktivitas belajar dan pembiasaan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kebutuhan. Kemahiran ini meliputi beberapa aspek penting, yaitu mengenai cara membuka dan menutp percakapan serta pengembangan bahasa dalam percakapan. Aspek-aspek tersebut merupakan hal yang perlu kita perhatikan agar percakapan yang kita lakukan dapat berhasil semaksimal mungkin. Oleh karena itu, penulis merasa penting menyusun makalah ini yang bertujuan memberi perluasan wawasan bagi para pembaca agar semakin mahir menggunakan bahasa dalam percakapan khususnya.



1.2  Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka rumusan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Apakah yang dimaksud dengan percakapan?
b.      Apa sajakah hal yang harus kita perhatikan dalam percakapan?
c.       Bagaimanakah cara menganalisis struktur atau organisasi percakapan?

1.3  Manfaat
            Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai makna percakapan.
b.      Sebagai materi yang menyajikan penjelasan mengenai cara menggunakan bahasa yang baik dalam percakapan.
c.       Sebagai materi yang menyajikan cara menganalisis struktur atau organisasi percakapan.

1.4 Tujuan
            Makalah ini disusun oleh penulis dengan tujuan sebagai berikut:
a.       Memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah Pragmatik yang diampu oleh Ibu Sri Mahrani Harahap, M.Pd.
b.      Menambah wawasan pembaca mengenai struktur percakapan.

 BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Percakapan
            Percakapan sering kita artikan sebagai pertukaran informasi antara satu pihak dengan pihak lain. Pengertian itu adalah makna umum dari percakapan, tetapi sesungguhnya percakapan itu memiliki makna yang lebih luas dan spesifik. Menurut Richardt dalam Antilan Purba (2002:93) percakapan adalah interaksi oral dengan bertatap muka antara dua partisipan atau lebih. Sedangkan menurut Antilan Purba (2002:95) percakapan adalah pertukaran pembicaraan yang diawali dan diinterpretasikan berdasarkan kaidah-kaidah dan norma-norma kerja sama percakapan yang dipahami secara intuisi dan dibutuhkan secara umum. Memang cukup sulit memahami pernyataan dari Antilan Purba tersebut. Tetapi dapat kita gambarkan bahwa maksudnya adalah percakapan bukan hanya sekedar pertukaran pembicaraan atau topik informasi semata tetapi juga dibutuhkan keahlian atau kecakapan tertentu agar percakapan itu berjalan efektif.
            Percakapan merupakan pelatihan organ bicara kita dalam menggunakan bahasa. Hal ini dapat kita peroleh berdasarkan pengalaman dengan belajar tata bahasa serta perbendaharaan kata. Dengan belajar bahasa, kita akan lebih memahami cara pemakaian bahasa dan kosa kata yang kita miliki akan lebih luas sehingga kita akan lebih mudah mengungkapkan ide atau gagasan yang ada dalam pikiran kita yang berefek pada efektifnya komunikasi dengan lawan bicara. Oleh karena itu, studi percakapan perlu kita pahami dengan baik agar kompetensi percakapan mampu kita praktikkan dengan benar dalam tindak bahasa sehari-hari.
            Pengertian percakapan itu sendiri sesungguhnya berkaitan erat dengan pengertian bahasa. Bahasa diperlukan sebagai media dalam komunikasi verbal. Kaidah-kaidah bahasa dirumuskan dalam bentuk yang mencirikan elemen bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Melalui proses inilah struktur bahasa ditemukan. Oleh karena itu, struktur bahasa tidak dapat dipisahkan dari percakapan. Hal inilah yang merujuk bahwa percakapan adalah suatu aktivitas yang dipelajari untuk memperoleh kompetensi berbahasa.

2.2 Hal yang Harus Diperhatikan dalam Percakapan
            Jalaluddin Rakhmat (2011:1) mengatakan di antara karunia Tuhan yang paling besar bagi manusia ialah kemampuan berbicara. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya dengan bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Dengan berbicara, kita bisa menyampaikan aspirasi kita dan kita mampu bertukar pikiran dengan orang lain. Sehingga tidak heran jika ada asumsi yang mengatakan selama ada kesempatan untuk berbicara, tiada masalah yang tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan.
            Berbicara merupakan salah satu tindak komunikatif berupa percakapan. Henry Guntur Tarigan (2009:131) mengatakan bahwa konversasi atau percakapan merupakan wadah yang paling ampuh bagi penggunaan kaidah-kaidah atau aturan-aturan wacana secara fungsional. Dalam percakapan tentu saja ada hal atau aturan yang harus kita perhatikan. Menurut Antilan Purba (2002:96) hal yang harus diperhatikan tersebut dibagi menjadi 6 bagian, yaitu (1) bagaimana menarik perhatian seseorang; (2) bagaimana cara memulai pembicaraan; (3) bagaimana cara mengakhiri pembicaraan; (4) bagaimana cara memilih topik pembicaraan; (5) bagaimana cara menginterupsi atau memotong pembicaraan; dan (6) bagaimana cara memperbaiki kesalahan. Sedangkan Henry Guntur Tarigan (2009:132) membaginya menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) bagaimana cara menarik perhatian seseorang; (2) bagaimana cara memulai, memprakarsai pokok pembicaraan, dan menyudahi pembicaraan; dan (3) bagaimana cara menginterupsi, menyela, memotong pembicaraan, mengoreksi, memperbaiki kesalahan, atau meminta penjelasan.
            Memperhatikan suatu hal atau aturan tentu saja memiliki tujuan tersendiri. Begitu juga halnya dengan percakapan. Kita memperhatikan hal atau aturan-aturan dalam percakapan agar aktivitas berbahasa tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Percakapan yang berhasil adalah percakapan yang meninggalkan kesan baik setelah percakapan itu berakhir. Sebagai makhluk sosial tentu saja kita dituntut untuk bermasyarakat. Dalam bermasyarakat kita harus mampu berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Interaksi sosial akan tercipta dengan peristiwa komunikasi berbahasa. Oleh karena itu, kita harus menguasai kaidah percakapan yang menunjang kita menjadi individu yang memiliki kecakapan dalam berbahasa.

 2.2.1 Cara Menarik Perhatian
            Henry Guntur Tarigan (2009:132) mengatakan bahwa sejak dini, anak-anak mempelajari kaidah percakapan yang pertama dan esensial, yaitu menarik perhatian orang lain. Apabila, kita menginginkan agar produksi linguistik berfungsi dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka kita harus memberi perhatian kepada pendengar atau penyimak. Kebiasaan-kebiasaan atau konvensi-konvensi menarik perhatian di dalam setiap bahasa, baik lisan maupun tulisan, perlu diketahui dan diresapi oleh orang yang bersangkutan, terlebih oleh pelajar bahasa.
            Brown dan Levinson dalam Antilan Purba (2002:96) memberi pernyataan bahwa berbagai tindak bahasa akan mempengaruhi interaksi percakapan ketika dua pembicara berinteraksi, bermacam-macam tipe tantangan ditujukan baik bagi pembicara maupun bagi lawan bicara. Posisi dasar adalah bahwa pembicara memperkirakan ‘harga’ tindak bahasa tertentu bagi penutur atau lawan tutur berdasarkan jarak sosial dan tingkat kekuasaan pembicara. Kemudian memilih cara atau strategi percakapan yang sesuai. Strategi yang dimaksud adalah strategi kesopanan positif dan strategi kesopanan negatif.
            Menurut Ismari dalam Antilan Purba (2002:96) strategi kesopanan positif menekankan solidaritas, hubungan baik, dan persamaan antara pembicara dan lawan bicara. Berikut ini adalah contoh dari strategi kesopanan positif yang dapat digunakan oleh pembicara, yaitu:
a.       Menarik perhatian, keinginan, dan kebutuhan pendengar.
“Amboi, anda rambut baru ya? Omong-omong saya mau meminjam uang.”
b.      Melebih-lebihkan rasa ketertarikan kepada pendengar.
“Ya, hebat bukan, selalu tampak seperti hujan jika anda akan menjemur pakaian.”
c.       Menekankan rasa ketertarikan kepada pendengar.
“Saya turun ke lantai satu, apa yang saya lihat?”
d.      Menggunakan penanda identitas kelompok.
“Tolong bawakan tas ini kawan!”
      Masih mengutip pendapat Ismari dalam Antilan Purba (2002:97) strategi kesopanan negatif tidak menekankan solidaritas atau persamaan antara penutur dan petutur tetapi petutur berhak bebas dari pembebanan. Tipe kesopanan negatif ini berfungsi sebagai upaya meminimalkan pembedaan tertentu yang dapat menimbulkan dampak yang tak terhindarkan. Strategi ini menunjukkan rasa hormat dan sifatnya tidak langsung. Berikut ini adalah contoh strategi kesopanan negatif yang bisa digunakan oleh pembicara, yaitu:
a.       Meminta secara tidak langsung menurut kebiasaan.
“Tolong ambilkan garam tersebut! Saya ingin secangkir kopi.” (diucapkan di restoran.)
b.      Bersikap pesimis.
“Saya tidak yakin anda akan meminjami saya sesaat saja.”
c.       Meminimalkan pembebanan.
“Dapatkah saya menemui anda sebentar saja?”
d.      Memohon maaf.
“Saya harap anda tidak keberatan bila saya mampir sejenak.”

2.2.2 Cara Memulai Percakapan
            Memulai percakapan adalah salah satu kunci dari keberhasilan percakapan karena hal ini merujuk kepada bagaimana kita mampu menempatkan diri terhadap lawan bicara kita. Penempatan diri ini bermanfaat agar petutur atau lawan bicara bisa menerima kita dan ucapan kita dengan baik. Antilan Purba (2002:98) mengatakan permulaan percakapan atau pembukaan percakapan yang tidak baik akan berpengaruh terhadap percakapan selanjutnya. Demikian juga pembuka percakapan yang baik akan berpengaruh terhadap percakapan selanjutnya. Oleh karena itu, pembukaan percakapan harus disusun sebaik-baiknya dan berurutan atau sistematis. Misalnya, seorang dosen mungkin membuka atau memulai percakapan dengan kalimat “Selamat sore saudara mahasiswa. Minggu yang lalu kita membahas tindak bahasa dan jenis-jenisnya.” Namun pembukaan demikian bukan bersifat mutlak karena bisa saja dengan kalimat yang lain, misalnya “Selamat sore saudara mahasiswa. Bagaimana kabar anda? Sehat bukan?” Mekanisme mengenai memulai atau membuka percakapan akan membentuk unit yang teroganisasi melalui struktur percakapan.
            Cara yang paling umum dilakukan dalam membukan percakapan adalah sapaan. Di samping itu, bagian bagian struktur pembukaan juga berkaitan dengan pemilihan topik percakapan. Peserta percakapan memilih sebuah topik sebagai topik pertama melalui proses negosiasi. Namun, topik pertama mungkin akan disimpan sampai percakapan berkembang dan berada pada titik di mana topik dapat disampaikan secara tepat. Berikut ini contoh memulai percakapan, yaitu:
A         : Bagaimana kabar anda?
B         : Tidak banyak perubahan, kabar anda sendiri bagaimana?
A         : Biasa saja.

2.2.3 Cara Memilih Topik Percakapan
            Cara memilih topik merupakan strategi yang digunakan oleh pembicara untuk menyampaikan, mengembangkan, atau mengubah topik dalam suatu percakapan. Coulthard dalam Antilan Purba (2002:101) mengatakan pertanyaan pendahuluan adalah segala sesuatu yang dapat membangkitkan topik-topik percakapan. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Henry Guntur Tarigan (2009:132-133), biasanya seseorang akan memulai suatu masalah dengan membuat suatu pernyataan atau pertanyaan yang mengarah pada suatu topik khusus.  Setelah suatu topik diusulkan maka para partisipan dalam suatu percakapan memulai pengembangan topik, menggunakan konvensi-konvensi saling berganti menyelesaikan aneka fungsi bahasa. Dalam pengembangan topik, seseorang menemukan contoh-contoh penjelasan topik, pengulangan topik, penghindaran, dan penjelasan atau penginterupsian pembicaraan. Penjelasan topik ini biasanya memanifestasikan dirinya dalam aneka bentuk fungsi heuristik bahasa. Pengubahan topik dan penghindaran dapat dilaksanakan melalui tanda-tanda lisan maupun tulisan.
            Beberapa topik tidak sesuai dengan percakapan tertentu. Kesesuaian topic bergantung pada lawan bicara. Kita pernah mengalami, melihat, dan mendengar berbagai peristiwa dari waktu ke waktu. Sebagian dari peristiwa itu dapat dibicarakan semua orang dan sebagian hanya dapat dibicarakan dengan orang-orang tertentu. Seperti yang dikatakan sebelumnya, beberapa topic harus disimpan dahulu sebelum diceritakan untuk menunggu saat yang tepat.
            Dalam pemilihan topik pembicaraan atau percakapan kita harus mengetahui bagaimana cara meminta dalam bahasa tertentu, misalnya bahasa Indonesia baku atau non baku, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Di samping itu, kita harus mengetahui topik-topik apa yang boleh dibicarakan dalam pertemuan pertama atau pertemuan tertentu. Kita juga harus memperhatikan siapa pendengar atau lawan tutur kita, khususnya statusnya, kedudukannya, dan fungsinya dalam pertemuan atau percakapan tertentu. Menurut kebiasaan, orang Indonesia biasanya jika bertemu pertama kali menanyakan, “Apakah anda sudah berkeluarga?”, “Sudah berapa anak anda?”, “Anda sudah makan?”, “Berapa umur anda sekarang?”, dan sebagainya.
            Dalam pemilihan topik tertentu, kita juga harus memperhatikan ragam bahasa yang kita gunakan. Jika topik percakapan berbeda, maka akan berbeda bentuk bahasa yang digunakan. Misalnya, masalah ilmu pengetahuan di Indonesia biasanya dibicarakan menggunakan bahasa Indonesia yang baku sedangkan topik harian atau percakapan sehari-hari dibicarakan dengan bahasa Indonesia yang tidak baku.

2.2.4 Cara Menginterupsi atau Memotong Percakapan
            Cara menginterupsi atau memotong percakapan berkaitan dengan pengambilan giliran berbicara. Menurut Antilan Purba (2002:102) seorang pembicara dengan pengetahuan yang kurang mengenai aturan pengambilan giliran berbicara sama sekali adalah orang yang tidak memberikan kesempatan berbicara kepada orang lain. Seorang pembicara yang tidak memberikan kontribusi dalam sebuah percakapan akan membangkitkan penilaian negatif atau akan membuat percakapan berakhir secepatnya.
            Dalam percakapan hanya ada satu orang yang berbicara dalam satu waktu tertentu. Para partisipan dalam percakapan terlibat dalam penilaian tuturan-tuturan satu sama lain untuk menentukan kapan giliran mereka berbicara. Aturan giliran berbicara berbeda-beda tergantung pada jenis peristiwa berbahasa. Misalnya, di dalam kelas seorang mahasiswa atau siswa akan mengangkat tangannya ketika hendak berbicara. Dalam beberapa jenis percakapan, penggiliran berbicara didasarkan tingkatan peserta percakapan. Pernyataan hak berbicara adalah petunjuk status atau kekuasaan pembicara dan pendengar.
             Pengambilan giliran berbicara adalah cara yang menunjukkan bahwa peranan atau status seseorang cukup dipertimbangkan dalam percakapan. Pengambilan giliran berbicara juga berkaitan dengan topik. Hal ini dilakukan karena seseorang mengambil giliran berbicara ketika mereka memiliki kontribusi terhadap topik yang sedang dibicarakan atau ketika mereka ingin menggantikan topik. Berikut contoh interupsi dalam percakapan, antara lain yaitu:
a.       Pembukaan penyelaan atau interupsi.
“Maaf, tapi ... ...”
“Maaf, interupsi ... ... saya ingin menambahkan atau saya ingin mengomentari ... ...”
“Maaf, jika boleh saya ingin mengatakan bahwa ... ... “
“Maaf, jika boleh saya bertanya mengenai ... ... “
b.      Interupsi untuk kembali pada topik sebelumnya.
“Bagaimanapun ... ... Apapun yang terjadi ... ... “
“Kembali pada ... ... “
“Sampai di mana tadi saya berbicara?”

2.2.5 Cara Memperbaiki Kesalahan
            Proses percakapan mencakup aktivitas pengamatan untuk memastikan bahwa hal yang dimaksud telah dikomunikasikan oleh pembicara atau penutur. Hal itu melibatkan aktivitas-aktivitas memperbaiki kesalahan apabila diperlukan. Antilan Purba (2002:104) mengatakan bahwa istilah memperbaiki kesalahan atau pembetulan mengarah kepada usaha pembicara atau pendengar mengoreksi kesalahan yang terjadi dalam suatu percakapan. Pembetulan dapat dilakukan oleh pembicara atau pendengar. Berikut ini contoh pembetulan dalam sebuah percakapan.
a.       Contoh pembetulan yang dilakukan oleh pembicara.
 “Apakah dua puluh ribu rupiah sudah cukup atau mungkin kurang untuk biaya pengiriman barang itu?”
b.      Contoh pembetulan yang dilakukan oleh pendengar atau petutur.
Penutur      : “Dia merekrut artis Australia.”
Petutur      : “Dia merekrut artis Australia, siapa namanya, Betty, Beatrich?
            Pembetulan atau perbaikan kesalahan dalam percakapan ditandai dengan cara linguistik maupun ekstra linguistik. Misalnya dengan berhenti sejenak dan berkata “e”, mengalihkan pandangan matanya dari lawan bicara dan memandang ke atas atau ke bawah, mengernyitkan kening, mengedipkan kelopak mata, dan lain-lain. Pengalihan pandangan semacam ini merupakan pertanda bagi petutur bahwa akan ada pembetulan yang akan terjadi.
            Menurut Terone dan Swain dalam Antilan Purba (2002:105) konsep pembetulan dalam percakapan juga dapat diperluas dengan memasukkan strategi-strategi komunikasi. Strategi-strategi ini adalah pembetulan atau inisiatif pembicara dan merupakan permintaan yang biasanya terjadi ketika pembicara berusaha mengekspresikan konsep yang belum diketahui atau tidak diketahui dalam bahasa tertentu. Berikut ini adalah strategi-strategi tersebut, yaitu:
a.       Pendekatan
Bila pembicara kekurangan kata dalam bahasa tertentu, ia dapat memilih kata yang hampir mirip maknanya atau dekat maknanya, misalnya sinonim. Contohnya kata ‘distansi’ diganti dengan kata ‘jarak’.
b.      Penemuan kata
Penemuan kata dapat dibuat untuk mengisi kesenjangan pengetahuan mengenai bahasa tertentu. Misalnya pembicara tidak mengetahui istilah untuk kapal penghancur es yaitu ‘ice crushing ships’ maka ia dapat menggunakan kata ‘kapal penghancur es’.
c.       Bertele-tele
Penggunaan kata yang lebih panjang atau bertele-tele dapat kita gunakan untuk mewakili sebuah kata. Misalnya kita tidak mengetahu ‘rak buku’ maka kita dapat mengatakan ‘tempat untuk menyimpan atau menyusun buku’.
d.      Peminjaman kata
Sebuah kata dari bahasa ibu dapat digunakan untuk kata dalam bahasa sasaran yang terlupakan. Misalnya sebagai berikut:
A   : Saya sangat ‘ila’ saudara buat.
B   : Anda merasa malu?
A   : Ya, saya sangat malu.
 e.       Peragaan
Kita dapat menggunakan gerakan tubuh untuk mengekspresikan suatu kata yang kita maksud jika kita tidak tahu istilah yang tepat untuk mewakili kata tersebut. Misalnya:
A   : Kami menaiki kuda di pasar malam (sambil memeragakan tangan berputar).
B   : Komidi putar?
A   : Ya, komidi putar.
f.       Pergantian topik
Pembicara dapat mengganti topik karena ia tidak memiliki perbendaharaan kata yang cukup atau tidak merasa percaya diri untuk mendiskusikan suatu topik dalam bahasa sasaran. Misalnya, saat kita berbincang mengenai kosa kata bahasa Inggris sementara kita tidak begitu mahir dalam hal tersebut maka kita mencoba untuk megalihkan pembicaraan ke hal lain.
g.      Penghindaran topik
Kemampuan melakukan pembetulan atas inisiati sendiri dan kemampuan untuk memancing pembetulan merupakan kemampuan yang begitu penting bagi seorang partisipan dalam percakapan. Dalam mengenali kebutuhan akan pembetulan, lawan bicara sering dipaksa menggunakan kata atau struktur yang lebih mudah atau menggeser topik ke awal kalimat yang akan membautnya lebih mudah dipahami. Misalnya sebagai berikut:
A   : Apakah anda menyukai tari Balet?
B   :Hah?
A   :Balet. Tarian pada Jumat malam. Anda suka?
           
2.2.6 Cara Menutup Percakapan
            Penutupan percakapan memiliki arti bahwa kegiatan bercakap-cakap tersebut akan berakhir atau bisa juga sebagai tanda akan terjadi pergantian topik percakapan. Menutup percakapan menggunakan kata-kata yang bersifat mengakhiri ataupun menyimpulkan. Contohnya adalah ‘Baiklah’, ‘OK’, ‘Jadi ... ...’, dan sebagainya. Menutup percakapan juga merupakan salah satu indikator kemahiran kita berbicara dengan lawan bicara kita karena hal ini merupakan efek terakhir yang dapat dikutip lawan bicara kita saat berbincang.
            Selain menggunakan kata-kata di atas, ada juga yang menutup percakapan dengan pepatah atau peribahasa. Contoh percakapannya sebagai berikut:
A         : “Kamu tahu, hal ini seolah membuat darah berhenti mengalir.”
B         : “Ya, saya paham. Segalanya telah terjadi, tetapi ini untuk kebaikan.”
A         : “Ya, tentu. Baiklah.”
B         : “OK.”
A         : “Selamat malam.”
B         : “Selamat malam.”
            Menurut Henry Guntur Tarigan (2009:133) menyudahi topik atau menyelesaikan pembicaraan merupakan suatu seni yang sukar dikuasai oleh partisipan, apalagi yang belum berpengalaman. Bagi yang sudah berpengalaman ada beberapa cara yang dapat dimanfaatkan, antara lain:
a.       melirik jam;
b.      dengan mimik yang sopan;
c.       dengan mengacungkan tangan secara sopan;
d.      dengan ucapan: “maaf, saya harus pergi sekarang, bolehkan?”; dan
e.       dengan minta izin: “permisi, saya duluan pergi.”
            Penutupan sering menjadi masalah bagi pemakai bahasa yang kurang mampu. Kesalahan sering terjadi karena ucapan yang tidak sopan. Contohnya:
“Sudah ya. Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan.”
“Habis ya pembicaraan kita.”
Sedangkan penutupan yang sopan dan berkesan baik dapat kita lihat dari contoh berikut:
A         : “Maaf ya. Saya harus pergi. Saya harap kita akan segera bertemu lagi.”
B         : “Baiklah. Kapan?”
A         : “Oh, saya akan menelepon anda secepatnya.”
B         : “OK. Saya tunggu.”
 
2.3 Analisis Struktur Percakapan
            Struktur percakapan disebut juga organisassi percakapan. Struktur percakapan tidak dapat kita lihat dengan begitu jelas seperti halnya struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Struktur percakapan ini diperoleh berdasarkan pengamatan situasi-situasi ketika percakapan sedang terjadi. Levinson dalam Antilan Purba (2002:107) mengemukakan bahwa untuk mengenali organisasi atau struktur percakapan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga model analisis, yaitu (1) model turn talking; (2) model adjacency pair; dan (3) model overall organization.
2.3.1 Model Turn Talking
Model turn talking (berganti bicara) merupakan model yang memperhatikan giliran berbicara antar partisipan. Misalnya partisipan (A) berbicara kemudian berhenti, setelah itu partisipan (B) berbicara dan begitu seterusnya saling bergantian sesuai giliran. Maka berdasarkan hal tersebut maka akan diperoleh struktur percakapan berbentuk A-B-A-B
Menurut Stentrom (1994:34), giliran adalah semua yang diujarkan seorang pembicara sebelum orang lain mengambil alih pembicaraan itu. Pergiliran diisyaratkan dengan adanya pergantian pembicara. Sebuah ujaran yang dihasilkan, sementara orang lain terus berbicara tidak disebut sebagai giliran, melainkan hanya sebuah gerak atau perhatian.
Contoh Giliran
B         : Kamu tahu apa yang telah kamu lakukan?  (giliran 1)
A         : Ya Bu. Saya tahu (giliran 2)
B         : Kalau begitu apakah kamu mengakui kesalahanmu?(giliran 3)
A         : Ya! Saya tahu saya salah (giliran 4)
Contoh Bukan Giliran
A         : Bagaimana pernikahannya? ( giliran 1)
B         : Oh…sungguh meriah. Itu adalah hari yang sangat indah….(giliran 2)
A         : Ya! (bukan giliran)
B         :…dan tempatnya sungguh bagus. Aku ingin sekali memilikinya….
A         : Ya! (bukan giliran)
B         : …dan makanan serta minumannya juga sungguh lezat

2.3.2 Model Adjacency Pair
            Ahli linguistik saat ini fokus membahas analisis di bidang percakapan. Bagi mereka mentranskripsikan percakapan bukan hanya sekedar memberikan nuansa fonetis untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan fonem dan variasinya, tetapi sebagai teknik yang mampu membantu mengidentifikasi cara-cara orang membangun ‘aturan lalu lintas’ dalam berbicara menggunakan perangkat bahasa (Mey, 2001: 138). Hal ini berarti bahwa dengan teknik transkripsi, aturan-aturan yang membentuk struktur atau organisasi percakapan dapat diidentifikasi. Aturan-aturan ini penting untuk dipelajari karena dengan memahami aturan-aturan tersebut diharapkan proses produksi verbal partisipan percakapan dapat berjalam lancar atau tidak mengalami hambatan. Dari hasil kerja para ahli analisis percakapan ini, terdapat beberapa temuan yang mendasar. Salah satunya adalah model adjacency pair atau model pasangan berdampingan.
            Sciffrin dalam http://helmy-sahirul.blogspot.com/2009/07/analisis-percakapan-penyiar-dan.html mengatakan salah satu asumsi analisis percakapan adalah bahwa interaksi dalam suatu percakapan diorganisasikan secara struktural. Struktur organisasi suatu percakapan berkaitan erat dengan pasangan ujar terdekat. Pasangan ujar terdekat merupakan urutan dua ujaran yang dihasilkan oleh penutur-penutur yang berbeda. Bagian ujaran yan pertama memunculkan bagian yang kedua. Pasangan berdampingan merupakan ujaran yang dihasilkan oleh dua pembicara secara berturut-turut, yaitu bahwa ujaran kedua diidentifikasikan dalam hubungannya dengan ujaran pertama karena diharapkan ujaran kedua tersebut merupakan kelanjutan dari yang pertama (Richard, 1995: 11).
            Menurut Antilan Purba (2002:108) model analisis adjacency pair (pasangan berdampingan) dilakukan dengan cara mengisolasikan menjadi unit-unit terkecil sehingga mengahasilkan pasangan berdampingan. Pasangan berdampingan ini disebut sebagai struktur percakapan. Oleh karena itu, ketika seorang pembicara menghasilkan sebuah tuturan sebagai bagian pertama, diharapkan lawan bicara memberikan bagian kedua pasangan serasi.
             Coulthard dalam Antilan Purba (2002:108-109) membagi pasangan berdampingan tersebut menjadi 8 bagian, yaitu:
a.       Sapaan-sapaan.
A   : “Halo.”
B   : “Hai.”
b.      Panggilan-jawaban.
A   : “Jimmy.”
B   : “Ya Bu.”
c.       Keluhan-bantahan.
A   : “Kamu membiarkan kran terbuka.”
B   : “Bukan saya.”
d.      Keluhan-permintaan maaf.
A   : “Sekarang sudah jam 8.00.”
B   : “Maaf, saya terlambat.”
e.       Permintaan-pemersilahan.
A   : “Bisa tambah lagi kopinya?”
B   : “Tentu. Silahkan.”
f.       Permintaan informasi-pemberian.
A   : “Jam berapa sekarang?”
B   : “Jam 5 tepat.”
g.      Penawaran-penerimaan.
A   : “Mau menumpang?”
B   : “Dengan senang hati.”
h.      Penawaran-penolakan.
A   : “Silahkan rokoknya.”
B   : “Maaf. Saya tidak merokok. Terima kasih.”
 
2.3.3 Model Overall Organization
            Menurut Antilan Purba (2002:109) model analisis struktur percakapan overall organization dianalisis dengan cara membagi percakapan ke dalam unit-unit percakapan sehingga diperoleh bagian pendahuluan, bagian inti atau isi, dan bagian penutup percakapan. Jadi, struktur percakapan menurut model ini hampir sama dengan struktur atau organisasi tulisan lainnya, misalnya karangan artikel, cerita, dan sebagainya. Model ini akan menunjukkan segmen-segmen atau bagian-bagian yang berbeda dengan model turn talking dan adjacency pair. Berikut contoh analisis model overall organization, yaitu:
Pembuka
A         : “Hai.”
B         : “Hello.”
A         : “Sudah lama menunggu? Maaf ya saya sidikit terlambat.”
B         : “Belum kok. Santai saja.”
A         : “Sudah pesan minuman belum?”
B         : “Sudah. Aku pesan 2 tadi. Sekalian buat kamu. Bentar lagi juga datang.”
Isi
A         : “Oh. Sebenarnya kamu ada masalah apa, sepertinya tegang sekali?”
B         : “Begini, besok aku harus menyerahkan laporan perjalanan minggu lalu.”
A         : “Masalahnya?”
B         : “Masalahnya fail itu terhapus dari flashdiskku, makanya aku suruh kamu bawa laptopmu, seingatku kemarin aku sempat mengopinya ke foldermu.”
A         : “Oh. Ini laptopnya, coba kamu periksa sendiri.”
B         : “Alhamdulillah masih ada nih.”
A         : “Syukurlah kalau masih ada.”
B         : “Aku ambil ya failnya.”
A         : “Silahkan.”
Penutup
B         : “Baiklah. Terima kasih ya. Aku harus siapkan fail ini sekarang. Aku permisi ya.”
A         : “OK.”

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Percakapan merupakan suatu aktivitas yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, kecakapan dalam menggunakan bahasa dalam percakapan menjadi salah satu hal yang harus kita miliki agar tercipta komunikasi yang baik antara kita dengan orang lain di sekitar kita. Kecakapan tersebut antara lain mengenai cara menarik perhatian orang lain, cara membuka atau memulai percakapan, cara memilih topik, cara menginterupsi atau memotong percakapan, cara memperbaiki kesalahan, dan cara menutup percakapan.
            Struktur atau organisasi percakapan tidak dapat kita lihat jelas seperti halnya dalam fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Struktur percakapan dapat kita lihat dengan menganalisisnya menggunakan model-model analisis percakapan. Model tersebut adalah model turn talking (giliran bicara), model adjacency pair (pasangan berdampingan), dan model overall organization (penentuan bagian pembukaan, isi, dan penutup).

3.2 Saran
            Sebagai individu yang hidup di tengah masyarakat umum, kita harus berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat untuk memenuhi eksistensi kedudukan kita dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu, kita harus bisa menjadi individu yang eksis dengan kecakapan bahasa kita. Hal ini bisa kita peroleh dengan memahami cara-cara yang terbaik dalam menggunakan bahasa dalam percakapan sehari-hari.
            Sebagai mahasiswa calon guru bahasa kita harus menjadi tokoh utama dalam membentuk pribadi-pribadi yang mahir dalam menggunakan bahasa dalam percakapan sehari-hari. Kemahiran berbahasa adalah kunci sosialitas. Oleh karena itu, kita tidak boleh merasa lelah dan bosan untuk belajar, karena belajar adalah jalan satu-satunya menuju perubahan.

 


DAFTAR PUSTAKA

Mey, Jacob L. 2001. Pragmatics: An Introduction. Australia: Blackwell Publishing
Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa Indonesia. Medan: USU Press
Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Retorika Modern: Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya
Richard, Jack C. 1995. Tentang Percakapan. Surabaya: Airlangga University Press
Stenstrom, Ana. 1994. An Introduction Spoken Interaction. New York: Longman
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa

Website:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar