KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Struktur Percakapan”. Di dalam makalah
ini akan dibahas mengenai pengertian percakapan, cara menggunakan bahasa berupa
hal-hal yang harus diperhatikan dalam percakapan, dan analisis struktur
percakapan.
Makalah
ini penulis buat guna memenuhi syarat penyelesaian tugas mata kuliah Pragmatik
yang diasuh oleh Ibu Sri Mahrani Harahap, M.Pd pada semester ganjil kelas VA
Bahasa Indonesia, selain itu juga sebagai bahan perkuliahan yang dapat menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca, khususnya bagi para mahasiswa calon guru.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis tentunya tidak dapat bekerja sendiri tetapi juga
dibantu oleh pihak lain yang bersangkutan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Sri Mahrani Harahap, M.Pd selaku dosen pengampu yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Selanjutnya kepada
sumber rujukan yang tulisannya kami gunakan sebagai referensi dalam makalah
ini. Tak lupa juga kepada rekan satu kelas yang turut membantu.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
perbaikan makalah ini selanjutnya.
Akhir
kata penulis mengucapkan selamat membaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya.
Padangsidimpuan, Oktober 2013
Penulis,
Kelompok 3
Kelas
VA Bahasa Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kita tentu
begitu sering mendengar kalimat yang berbunyi ‘mulutmu adalah harimaumu’. Makna
dari kalimat itu adalah kita harus berhati-hati dalam berbicara karena
perkataan kita bisa saja menjadi senjata atau bumerang yang memberikan efek
tidak baik kepada kita sendiri. Dalam pergaulan di masyarakat tentunya kita
tidak lepas dari aktivitas interkasi yang kita sebut percakapan atau
konversasi. Percakapan adalah kegiatan bertukar informasi yang kita lakukan
dengan orang lain.
Dalam
percakapan tentu saja sering terjadi kesalahan atau miskomunikasi sehingga
pesan yang dimaksud oleh pembicara atau penutur tidak tersampaikan secara
efektif kepada lawan bicara atau petutur sehingga lawan bicara pun memberikan
respon yang gamblang yang mengakibatkan proses komunikasi atau tindak bahasa
tersebut tidak lancar atau mengalami kendala. Hal inilah yang menjadi masalah
dalam setiap percakapan. Masalah ini timbul karena kita tidak mahir dalam
menggunakan bahasa. Pada hal unsur utama dalam percakapan adalah penggunaan
bahasa yang baik. Kita dituntut untuk menggunakan bahasa yang baik sehingga
dapat mengendalikan proses percakapan ke arah yang diharapkan. Tetapi yang
sering terjadi adalah penyimpangan-penyimpangan yang menimbulkan efek ‘tidak
enak’ bagi kedua pihak, yaitu penutur dan petutur.
Kemahiran
menggunakan bahasa yang baik dapat kita peroleh berdasarkan aktivitas belajar
dan pembiasaan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kebutuhan. Kemahiran ini
meliputi beberapa aspek penting, yaitu mengenai cara membuka dan menutp
percakapan serta pengembangan bahasa dalam percakapan. Aspek-aspek tersebut
merupakan hal yang perlu kita perhatikan agar percakapan yang kita lakukan
dapat berhasil semaksimal mungkin. Oleh karena itu, penulis merasa penting
menyusun makalah ini yang bertujuan memberi perluasan wawasan bagi para pembaca
agar semakin mahir menggunakan bahasa dalam percakapan khususnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka rumusan dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
a. Apakah
yang dimaksud dengan percakapan?
b. Apa
sajakah hal yang harus kita perhatikan dalam percakapan?
c. Bagaimanakah
cara menganalisis struktur atau organisasi percakapan?
1.3 Manfaat
Adapun manfaat
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan
penjelasan kepada pembaca mengenai makna percakapan.
b. Sebagai
materi yang menyajikan penjelasan mengenai cara menggunakan bahasa yang baik
dalam percakapan.
c. Sebagai
materi yang menyajikan cara menganalisis struktur atau organisasi percakapan.
1.4
Tujuan
Makalah
ini disusun oleh penulis dengan tujuan sebagai berikut:
a. Memenuhi
penyelesaian tugas pada mata kuliah Pragmatik yang diampu oleh Ibu Sri Mahrani
Harahap, M.Pd.
b. Menambah
wawasan pembaca mengenai struktur percakapan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Percakapan
Percakapan
sering kita artikan sebagai pertukaran informasi antara satu pihak dengan pihak
lain. Pengertian itu adalah makna umum dari percakapan, tetapi sesungguhnya
percakapan itu memiliki makna yang lebih luas dan spesifik. Menurut Richardt
dalam Antilan Purba (2002:93) percakapan adalah interaksi oral dengan bertatap
muka antara dua partisipan atau lebih. Sedangkan menurut Antilan Purba
(2002:95) percakapan adalah pertukaran pembicaraan yang diawali dan
diinterpretasikan berdasarkan kaidah-kaidah dan norma-norma kerja sama
percakapan yang dipahami secara intuisi dan dibutuhkan secara umum. Memang
cukup sulit memahami pernyataan dari Antilan Purba tersebut. Tetapi dapat kita
gambarkan bahwa maksudnya adalah percakapan bukan hanya sekedar pertukaran
pembicaraan atau topik informasi semata tetapi juga dibutuhkan keahlian atau
kecakapan tertentu agar percakapan itu berjalan efektif.
Percakapan
merupakan pelatihan organ bicara kita dalam menggunakan bahasa. Hal ini dapat
kita peroleh berdasarkan pengalaman dengan belajar tata bahasa serta
perbendaharaan kata. Dengan belajar bahasa, kita akan lebih memahami cara
pemakaian bahasa dan kosa kata yang kita miliki akan lebih luas sehingga kita
akan lebih mudah mengungkapkan ide atau gagasan yang ada dalam pikiran kita
yang berefek pada efektifnya komunikasi dengan lawan bicara. Oleh karena itu,
studi percakapan perlu kita pahami dengan baik agar kompetensi percakapan mampu
kita praktikkan dengan benar dalam tindak bahasa sehari-hari.
Pengertian
percakapan itu sendiri sesungguhnya berkaitan erat dengan pengertian bahasa.
Bahasa diperlukan sebagai media dalam komunikasi verbal. Kaidah-kaidah bahasa
dirumuskan dalam bentuk yang mencirikan elemen bahasa seperti fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik. Melalui proses inilah struktur bahasa
ditemukan. Oleh karena itu, struktur bahasa tidak dapat dipisahkan dari
percakapan. Hal inilah yang merujuk bahwa percakapan adalah suatu aktivitas
yang dipelajari untuk memperoleh kompetensi berbahasa.
2.2
Hal yang Harus Diperhatikan dalam Percakapan
Jalaluddin
Rakhmat (2011:1) mengatakan di antara karunia Tuhan yang paling besar bagi
manusia ialah kemampuan berbicara. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya
dengan bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Dengan berbicara, kita bisa
menyampaikan aspirasi kita dan kita mampu bertukar pikiran dengan orang lain.
Sehingga tidak heran jika ada asumsi yang mengatakan selama ada kesempatan
untuk berbicara, tiada masalah yang tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan.
Berbicara
merupakan salah satu tindak komunikatif berupa percakapan. Henry Guntur Tarigan
(2009:131) mengatakan bahwa konversasi atau percakapan merupakan wadah yang
paling ampuh bagi penggunaan kaidah-kaidah atau aturan-aturan wacana secara
fungsional. Dalam percakapan tentu saja ada hal atau aturan yang harus kita
perhatikan. Menurut Antilan Purba (2002:96) hal yang harus diperhatikan
tersebut dibagi menjadi 6 bagian, yaitu (1) bagaimana menarik perhatian
seseorang; (2) bagaimana cara memulai pembicaraan; (3) bagaimana cara
mengakhiri pembicaraan; (4) bagaimana cara memilih topik pembicaraan; (5)
bagaimana cara menginterupsi atau memotong pembicaraan; dan (6) bagaimana cara
memperbaiki kesalahan. Sedangkan Henry Guntur Tarigan (2009:132) membaginya
menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) bagaimana cara menarik perhatian
seseorang; (2) bagaimana cara memulai, memprakarsai pokok pembicaraan, dan
menyudahi pembicaraan; dan (3) bagaimana cara menginterupsi, menyela, memotong
pembicaraan, mengoreksi, memperbaiki kesalahan, atau meminta penjelasan.
Memperhatikan
suatu hal atau aturan tentu saja memiliki tujuan tersendiri. Begitu juga halnya
dengan percakapan. Kita memperhatikan hal atau aturan-aturan dalam percakapan
agar aktivitas berbahasa tersebut berjalan secara efektif dan efisien.
Percakapan yang berhasil adalah percakapan yang meninggalkan kesan baik setelah
percakapan itu berakhir. Sebagai makhluk sosial tentu saja kita dituntut untuk
bermasyarakat. Dalam bermasyarakat kita harus mampu berinteraksi dengan
masyarakat lainnya. Interaksi sosial akan tercipta dengan peristiwa komunikasi
berbahasa. Oleh karena itu, kita harus menguasai kaidah percakapan yang
menunjang kita menjadi individu yang memiliki kecakapan dalam berbahasa.
2.2.1
Cara Menarik Perhatian
Henry
Guntur Tarigan (2009:132) mengatakan bahwa sejak dini, anak-anak mempelajari
kaidah percakapan yang pertama dan esensial, yaitu menarik perhatian orang
lain. Apabila, kita menginginkan agar produksi linguistik berfungsi dengan baik
dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka kita harus memberi perhatian kepada
pendengar atau penyimak. Kebiasaan-kebiasaan atau konvensi-konvensi menarik
perhatian di dalam setiap bahasa, baik lisan maupun tulisan, perlu diketahui
dan diresapi oleh orang yang bersangkutan, terlebih oleh pelajar bahasa.
Brown
dan Levinson dalam Antilan Purba (2002:96) memberi pernyataan bahwa berbagai
tindak bahasa akan mempengaruhi interaksi percakapan ketika dua pembicara
berinteraksi, bermacam-macam tipe tantangan ditujukan baik bagi pembicara
maupun bagi lawan bicara. Posisi dasar adalah bahwa pembicara memperkirakan
‘harga’ tindak bahasa tertentu bagi penutur atau lawan tutur berdasarkan jarak
sosial dan tingkat kekuasaan pembicara. Kemudian memilih cara atau strategi
percakapan yang sesuai. Strategi yang dimaksud adalah strategi kesopanan
positif dan strategi kesopanan negatif.
Menurut
Ismari dalam Antilan Purba (2002:96) strategi kesopanan positif menekankan
solidaritas, hubungan baik, dan persamaan antara pembicara dan lawan bicara.
Berikut ini adalah contoh dari strategi kesopanan positif yang dapat digunakan
oleh pembicara, yaitu:
a. Menarik
perhatian, keinginan, dan kebutuhan pendengar.
“Amboi, anda rambut baru ya?
Omong-omong saya mau meminjam uang.”
b. Melebih-lebihkan
rasa ketertarikan kepada pendengar.
“Ya, hebat bukan, selalu tampak
seperti hujan jika anda akan menjemur pakaian.”
c. Menekankan
rasa ketertarikan kepada pendengar.
“Saya turun ke lantai satu, apa
yang saya lihat?”
d. Menggunakan
penanda identitas kelompok.
“Tolong bawakan tas ini kawan!”
Masih
mengutip pendapat Ismari dalam Antilan Purba (2002:97) strategi kesopanan
negatif tidak menekankan solidaritas atau persamaan antara penutur dan petutur
tetapi petutur berhak bebas dari pembebanan. Tipe kesopanan negatif ini
berfungsi sebagai upaya meminimalkan pembedaan tertentu yang dapat menimbulkan
dampak yang tak terhindarkan. Strategi ini menunjukkan rasa hormat dan sifatnya
tidak langsung. Berikut ini adalah contoh strategi kesopanan negatif yang bisa
digunakan oleh pembicara, yaitu:
a. Meminta
secara tidak langsung menurut kebiasaan.
“Tolong ambilkan garam tersebut!
Saya ingin secangkir kopi.” (diucapkan di restoran.)
b. Bersikap
pesimis.
“Saya tidak yakin anda akan meminjami
saya sesaat saja.”
c. Meminimalkan
pembebanan.
“Dapatkah saya menemui anda
sebentar saja?”
d. Memohon
maaf.
“Saya harap anda tidak keberatan
bila saya mampir sejenak.”
2.2.2
Cara Memulai Percakapan
Memulai percakapan adalah salah satu
kunci dari keberhasilan percakapan karena hal ini merujuk kepada bagaimana kita
mampu menempatkan diri terhadap lawan bicara kita. Penempatan diri ini
bermanfaat agar petutur atau lawan bicara bisa menerima kita dan ucapan kita
dengan baik. Antilan Purba (2002:98) mengatakan permulaan percakapan atau
pembukaan percakapan yang tidak baik akan berpengaruh terhadap percakapan
selanjutnya. Demikian juga pembuka percakapan yang baik akan berpengaruh
terhadap percakapan selanjutnya. Oleh karena itu, pembukaan percakapan harus
disusun sebaik-baiknya dan berurutan atau sistematis. Misalnya, seorang dosen
mungkin membuka atau memulai percakapan dengan kalimat “Selamat sore saudara
mahasiswa. Minggu yang lalu kita membahas tindak bahasa dan jenis-jenisnya.”
Namun pembukaan demikian bukan bersifat mutlak karena bisa saja dengan kalimat
yang lain, misalnya “Selamat sore saudara mahasiswa. Bagaimana kabar anda?
Sehat bukan?” Mekanisme mengenai memulai atau membuka percakapan akan membentuk
unit yang teroganisasi melalui struktur percakapan.
Cara yang paling umum dilakukan
dalam membukan percakapan adalah sapaan. Di samping itu, bagian bagian struktur
pembukaan juga berkaitan dengan pemilihan topik percakapan. Peserta percakapan
memilih sebuah topik sebagai topik pertama melalui proses negosiasi. Namun, topik
pertama mungkin akan disimpan sampai percakapan berkembang dan berada pada
titik di mana topik dapat disampaikan secara tepat. Berikut ini contoh memulai
percakapan, yaitu:
A : Bagaimana kabar anda?
B : Tidak banyak perubahan, kabar anda
sendiri bagaimana?
A : Biasa saja.
2.2.3
Cara Memilih Topik Percakapan
Cara memilih topik
merupakan strategi yang digunakan oleh pembicara untuk menyampaikan,
mengembangkan, atau mengubah topik dalam suatu percakapan. Coulthard dalam
Antilan Purba (2002:101) mengatakan pertanyaan pendahuluan adalah segala
sesuatu yang dapat membangkitkan topik-topik percakapan. Pendapat yang sama
juga dinyatakan oleh Henry Guntur Tarigan (2009:132-133), biasanya seseorang
akan memulai suatu masalah dengan membuat suatu pernyataan atau pertanyaan yang
mengarah pada suatu topik khusus. Setelah
suatu topik diusulkan maka para partisipan dalam suatu percakapan memulai
pengembangan topik, menggunakan konvensi-konvensi saling berganti menyelesaikan
aneka fungsi bahasa. Dalam pengembangan topik, seseorang menemukan
contoh-contoh penjelasan topik, pengulangan topik, penghindaran, dan penjelasan
atau penginterupsian pembicaraan. Penjelasan topik ini biasanya
memanifestasikan dirinya dalam aneka bentuk fungsi heuristik bahasa. Pengubahan
topik dan penghindaran dapat dilaksanakan melalui tanda-tanda lisan maupun
tulisan.
Beberapa
topik tidak sesuai dengan percakapan tertentu. Kesesuaian topic bergantung pada
lawan bicara. Kita pernah mengalami, melihat, dan mendengar berbagai peristiwa
dari waktu ke waktu. Sebagian dari peristiwa itu dapat dibicarakan semua orang
dan sebagian hanya dapat dibicarakan dengan orang-orang tertentu. Seperti yang
dikatakan sebelumnya, beberapa topic harus disimpan dahulu sebelum diceritakan untuk
menunggu saat yang tepat.
Dalam
pemilihan topik pembicaraan atau percakapan kita harus mengetahui bagaimana
cara meminta dalam bahasa tertentu, misalnya bahasa Indonesia baku atau non
baku, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Di samping itu, kita harus
mengetahui topik-topik apa yang boleh dibicarakan dalam pertemuan pertama atau
pertemuan tertentu. Kita juga harus memperhatikan siapa pendengar atau lawan
tutur kita, khususnya statusnya, kedudukannya, dan fungsinya dalam pertemuan
atau percakapan tertentu. Menurut kebiasaan, orang Indonesia biasanya jika
bertemu pertama kali menanyakan, “Apakah anda sudah berkeluarga?”, “Sudah
berapa anak anda?”, “Anda sudah makan?”, “Berapa umur anda sekarang?”, dan
sebagainya.
Dalam
pemilihan topik tertentu, kita juga harus memperhatikan ragam bahasa yang kita
gunakan. Jika topik percakapan berbeda, maka akan berbeda bentuk bahasa yang
digunakan. Misalnya, masalah ilmu pengetahuan di Indonesia biasanya dibicarakan
menggunakan bahasa Indonesia yang baku sedangkan topik harian atau percakapan
sehari-hari dibicarakan dengan bahasa Indonesia yang tidak baku.
2.2.4
Cara Menginterupsi atau Memotong Percakapan
Cara
menginterupsi atau memotong percakapan berkaitan dengan pengambilan giliran berbicara.
Menurut Antilan Purba (2002:102) seorang pembicara dengan pengetahuan yang
kurang mengenai aturan pengambilan giliran berbicara sama sekali adalah orang
yang tidak memberikan kesempatan berbicara kepada orang lain. Seorang pembicara
yang tidak memberikan kontribusi dalam sebuah percakapan akan membangkitkan
penilaian negatif atau akan membuat percakapan berakhir secepatnya.
Dalam
percakapan hanya ada satu orang yang berbicara dalam satu waktu tertentu. Para
partisipan dalam percakapan terlibat dalam penilaian tuturan-tuturan satu sama
lain untuk menentukan kapan giliran mereka berbicara. Aturan giliran berbicara
berbeda-beda tergantung pada jenis peristiwa berbahasa. Misalnya, di dalam
kelas seorang mahasiswa atau siswa akan mengangkat tangannya ketika hendak
berbicara. Dalam beberapa jenis percakapan, penggiliran berbicara didasarkan
tingkatan peserta percakapan. Pernyataan hak berbicara adalah petunjuk status
atau kekuasaan pembicara dan pendengar.
Pengambilan
giliran berbicara adalah cara yang menunjukkan bahwa peranan atau status
seseorang cukup dipertimbangkan dalam percakapan. Pengambilan giliran berbicara
juga berkaitan dengan topik. Hal ini dilakukan karena seseorang mengambil
giliran berbicara ketika mereka memiliki kontribusi terhadap topik yang sedang
dibicarakan atau ketika mereka ingin menggantikan topik. Berikut contoh
interupsi dalam percakapan, antara lain yaitu:
a. Pembukaan
penyelaan atau interupsi.
“Maaf, tapi ... ...”
“Maaf, interupsi ... ... saya ingin
menambahkan atau saya ingin mengomentari ... ...”
“Maaf, jika boleh saya ingin
mengatakan bahwa ... ... “
“Maaf, jika boleh saya bertanya
mengenai ... ... “
b. Interupsi
untuk kembali pada topik sebelumnya.
“Bagaimanapun ... ... Apapun yang
terjadi ... ... “
“Kembali pada ... ... “
“Sampai di mana tadi saya
berbicara?”
2.2.5
Cara Memperbaiki Kesalahan
Proses
percakapan mencakup aktivitas pengamatan untuk memastikan bahwa hal yang
dimaksud telah dikomunikasikan oleh pembicara atau penutur. Hal itu melibatkan
aktivitas-aktivitas memperbaiki kesalahan apabila diperlukan. Antilan Purba
(2002:104) mengatakan bahwa istilah memperbaiki kesalahan atau pembetulan
mengarah kepada usaha pembicara atau pendengar mengoreksi kesalahan yang
terjadi dalam suatu percakapan. Pembetulan dapat dilakukan oleh pembicara atau
pendengar. Berikut ini contoh pembetulan dalam sebuah percakapan.
a. Contoh
pembetulan yang dilakukan oleh pembicara.
“Apakah dua puluh ribu rupiah sudah cukup atau
mungkin kurang untuk biaya pengiriman barang itu?”
b. Contoh
pembetulan yang dilakukan oleh pendengar atau petutur.
Penutur : “Dia merekrut artis Australia.”
Petutur : “Dia merekrut artis Australia, siapa namanya, Betty,
Beatrich?
Pembetulan atau perbaikan kesalahan
dalam percakapan ditandai dengan cara linguistik maupun ekstra linguistik. Misalnya
dengan berhenti sejenak dan berkata “e”, mengalihkan pandangan matanya dari
lawan bicara dan memandang ke atas atau ke bawah, mengernyitkan kening,
mengedipkan kelopak mata, dan lain-lain. Pengalihan pandangan semacam ini
merupakan pertanda bagi petutur bahwa akan ada pembetulan yang akan terjadi.
Menurut Terone dan Swain dalam
Antilan Purba (2002:105) konsep pembetulan dalam percakapan juga dapat
diperluas dengan memasukkan strategi-strategi komunikasi. Strategi-strategi ini
adalah pembetulan atau inisiatif pembicara dan merupakan permintaan yang
biasanya terjadi ketika pembicara berusaha mengekspresikan konsep yang belum
diketahui atau tidak diketahui dalam bahasa tertentu. Berikut ini adalah
strategi-strategi tersebut, yaitu:
a. Pendekatan
Bila pembicara kekurangan kata
dalam bahasa tertentu, ia dapat memilih kata yang hampir mirip maknanya atau
dekat maknanya, misalnya sinonim. Contohnya kata ‘distansi’ diganti dengan kata
‘jarak’.
b. Penemuan
kata
Penemuan kata dapat dibuat untuk
mengisi kesenjangan pengetahuan mengenai bahasa tertentu. Misalnya pembicara
tidak mengetahui istilah untuk kapal penghancur es yaitu ‘ice crushing ships’ maka ia dapat menggunakan kata ‘kapal
penghancur es’.
c. Bertele-tele
Penggunaan kata yang lebih panjang
atau bertele-tele dapat kita gunakan untuk mewakili sebuah kata. Misalnya kita
tidak mengetahu ‘rak buku’ maka kita dapat mengatakan ‘tempat untuk menyimpan
atau menyusun buku’.
d. Peminjaman
kata
Sebuah kata dari bahasa ibu dapat
digunakan untuk kata dalam bahasa sasaran yang terlupakan. Misalnya sebagai
berikut:
A :
Saya sangat ‘ila’ saudara buat.
B :
Anda merasa malu?
A :
Ya, saya sangat malu.
e. Peragaan
Kita dapat menggunakan gerakan
tubuh untuk mengekspresikan suatu kata yang kita maksud jika kita tidak tahu
istilah yang tepat untuk mewakili kata tersebut. Misalnya:
A :
Kami menaiki kuda di pasar malam (sambil memeragakan tangan berputar).
B :
Komidi putar?
A :
Ya, komidi putar.
f. Pergantian
topik
Pembicara dapat mengganti topik
karena ia tidak memiliki perbendaharaan kata yang cukup atau tidak merasa
percaya diri untuk mendiskusikan suatu topik dalam bahasa sasaran. Misalnya,
saat kita berbincang mengenai kosa kata bahasa Inggris sementara kita tidak
begitu mahir dalam hal tersebut maka kita mencoba untuk megalihkan pembicaraan
ke hal lain.
g. Penghindaran
topik
Kemampuan melakukan pembetulan atas
inisiati sendiri dan kemampuan untuk memancing pembetulan merupakan kemampuan
yang begitu penting bagi seorang partisipan dalam percakapan. Dalam mengenali
kebutuhan akan pembetulan, lawan bicara sering dipaksa menggunakan kata atau
struktur yang lebih mudah atau menggeser topik ke awal kalimat yang akan
membautnya lebih mudah dipahami. Misalnya sebagai berikut:
A :
Apakah anda menyukai tari Balet?
B :Hah?
A :Balet.
Tarian pada Jumat malam. Anda suka?
2.2.6
Cara Menutup Percakapan
Penutupan
percakapan memiliki arti bahwa kegiatan bercakap-cakap tersebut akan berakhir
atau bisa juga sebagai tanda akan terjadi pergantian topik percakapan. Menutup
percakapan menggunakan kata-kata yang bersifat mengakhiri ataupun menyimpulkan.
Contohnya adalah ‘Baiklah’, ‘OK’, ‘Jadi ... ...’, dan sebagainya. Menutup
percakapan juga merupakan salah satu indikator kemahiran kita berbicara dengan
lawan bicara kita karena hal ini merupakan efek terakhir yang dapat dikutip
lawan bicara kita saat berbincang.
Selain
menggunakan kata-kata di atas, ada juga yang menutup percakapan dengan pepatah
atau peribahasa. Contoh percakapannya sebagai berikut:
A :
“Kamu tahu, hal ini seolah membuat darah berhenti mengalir.”
B :
“Ya, saya paham. Segalanya telah terjadi, tetapi ini untuk kebaikan.”
A :
“Ya, tentu. Baiklah.”
B :
“OK.”
A :
“Selamat malam.”
B :
“Selamat malam.”
Menurut
Henry Guntur Tarigan (2009:133) menyudahi topik atau menyelesaikan pembicaraan
merupakan suatu seni yang sukar dikuasai oleh partisipan, apalagi yang belum
berpengalaman. Bagi yang sudah berpengalaman ada beberapa cara yang dapat
dimanfaatkan, antara lain:
a. melirik
jam;
b. dengan
mimik yang sopan;
c. dengan
mengacungkan tangan secara sopan;
d. dengan
ucapan: “maaf, saya harus pergi sekarang, bolehkan?”; dan
e. dengan
minta izin: “permisi, saya duluan pergi.”
Penutupan
sering menjadi masalah bagi pemakai bahasa yang kurang mampu. Kesalahan sering
terjadi karena ucapan yang tidak sopan. Contohnya:
“Sudah ya. Tidak ada lagi yang perlu
kita bicarakan.”
“Habis ya pembicaraan kita.”
Sedangkan penutupan yang sopan dan
berkesan baik dapat kita lihat dari contoh berikut:
A :
“Maaf ya. Saya harus pergi. Saya harap kita akan segera bertemu lagi.”
B :
“Baiklah. Kapan?”
A :
“Oh, saya akan menelepon anda secepatnya.”
B :
“OK. Saya tunggu.”
2.3
Analisis Struktur Percakapan
Struktur
percakapan disebut juga organisassi percakapan. Struktur percakapan tidak dapat
kita lihat dengan begitu jelas seperti halnya struktur fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Struktur percakapan ini diperoleh berdasarkan
pengamatan situasi-situasi ketika percakapan sedang terjadi. Levinson dalam
Antilan Purba (2002:107) mengemukakan bahwa untuk mengenali organisasi atau
struktur percakapan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga model analisis,
yaitu (1) model turn talking; (2)
model adjacency pair; dan (3) model overall organization.
2.3.1
Model Turn Talking
Model turn talking (berganti
bicara) merupakan model yang memperhatikan giliran berbicara antar partisipan. Misalnya
partisipan (A) berbicara kemudian berhenti, setelah itu partisipan (B)
berbicara dan begitu seterusnya saling bergantian sesuai giliran. Maka
berdasarkan hal tersebut maka akan diperoleh struktur percakapan berbentuk
A-B-A-B
Menurut Stentrom (1994:34), giliran adalah semua yang
diujarkan seorang pembicara sebelum orang lain mengambil alih pembicaraan itu.
Pergiliran diisyaratkan dengan adanya pergantian pembicara. Sebuah ujaran yang
dihasilkan, sementara orang lain terus berbicara tidak disebut sebagai giliran,
melainkan hanya sebuah gerak atau perhatian.
Contoh Giliran
B : Kamu tahu apa yang telah kamu
lakukan? (giliran 1)
A : Ya Bu. Saya tahu (giliran 2)
B
: Kalau begitu apakah kamu
mengakui kesalahanmu?(giliran 3)
A
: Ya! Saya tahu saya salah
(giliran 4)
Contoh Bukan Giliran
A
: Bagaimana pernikahannya? (
giliran 1)
B
: Oh…sungguh meriah. Itu adalah
hari yang sangat indah….(giliran 2)
A
: Ya! (bukan giliran)
B
:…dan tempatnya sungguh bagus. Aku
ingin sekali memilikinya….
A : Ya!
(bukan giliran)
B : …dan makanan serta minumannya juga
sungguh lezat
2.3.2
Model Adjacency Pair
Ahli linguistik saat ini fokus
membahas analisis di bidang percakapan. Bagi mereka mentranskripsikan
percakapan bukan hanya sekedar memberikan nuansa fonetis untuk mendeskripsikan
dan mengklasifikasikan fonem dan variasinya, tetapi sebagai teknik yang mampu membantu
mengidentifikasi cara-cara orang membangun ‘aturan lalu lintas’ dalam berbicara
menggunakan perangkat bahasa (Mey, 2001: 138). Hal ini berarti bahwa dengan
teknik transkripsi, aturan-aturan yang membentuk struktur atau organisasi
percakapan dapat diidentifikasi. Aturan-aturan ini penting untuk dipelajari
karena dengan memahami aturan-aturan tersebut diharapkan proses produksi verbal
partisipan percakapan dapat berjalam lancar atau tidak mengalami hambatan. Dari
hasil kerja para ahli analisis percakapan ini, terdapat beberapa temuan yang
mendasar. Salah satunya adalah model adjacency
pair atau model pasangan berdampingan.
Sciffrin
dalam http://helmy-sahirul.blogspot.com/2009/07/analisis-percakapan-penyiar-dan.html
mengatakan salah satu asumsi analisis percakapan adalah bahwa interaksi dalam
suatu percakapan diorganisasikan secara struktural. Struktur organisasi suatu
percakapan berkaitan erat dengan pasangan ujar terdekat. Pasangan ujar terdekat
merupakan urutan dua ujaran yang dihasilkan oleh penutur-penutur yang berbeda.
Bagian ujaran yan pertama memunculkan bagian yang kedua. Pasangan berdampingan merupakan ujaran yang
dihasilkan oleh dua pembicara secara berturut-turut, yaitu bahwa ujaran kedua diidentifikasikan
dalam hubungannya dengan ujaran pertama karena diharapkan ujaran kedua tersebut
merupakan kelanjutan dari yang pertama (Richard, 1995: 11).
Menurut
Antilan Purba (2002:108) model analisis adjacency
pair (pasangan berdampingan) dilakukan dengan cara mengisolasikan menjadi
unit-unit terkecil sehingga mengahasilkan pasangan berdampingan. Pasangan
berdampingan ini disebut sebagai struktur percakapan. Oleh karena itu, ketika
seorang pembicara menghasilkan sebuah tuturan sebagai bagian pertama,
diharapkan lawan bicara memberikan bagian kedua pasangan serasi.
Coulthard dalam Antilan Purba
(2002:108-109) membagi pasangan berdampingan tersebut menjadi 8 bagian, yaitu:
a. Sapaan-sapaan.
A :
“Halo.”
B :
“Hai.”
b. Panggilan-jawaban.
A :
“Jimmy.”
B :
“Ya Bu.”
c. Keluhan-bantahan.
A :
“Kamu membiarkan kran terbuka.”
B :
“Bukan saya.”
d. Keluhan-permintaan
maaf.
A :
“Sekarang sudah jam 8.00.”
B :
“Maaf, saya terlambat.”
e. Permintaan-pemersilahan.
A :
“Bisa tambah lagi kopinya?”
B :
“Tentu. Silahkan.”
f. Permintaan
informasi-pemberian.
A :
“Jam berapa sekarang?”
B :
“Jam 5 tepat.”
g. Penawaran-penerimaan.
A :
“Mau menumpang?”
B :
“Dengan senang hati.”
h. Penawaran-penolakan.
A :
“Silahkan rokoknya.”
B :
“Maaf. Saya tidak merokok. Terima kasih.”
2.3.3
Model Overall Organization
Menurut
Antilan Purba (2002:109) model analisis struktur percakapan overall organization dianalisis dengan
cara membagi percakapan ke dalam unit-unit percakapan sehingga diperoleh bagian
pendahuluan, bagian inti atau isi, dan bagian penutup percakapan. Jadi,
struktur percakapan menurut model ini hampir sama dengan struktur atau
organisasi tulisan lainnya, misalnya karangan artikel, cerita, dan sebagainya. Model
ini akan menunjukkan segmen-segmen atau bagian-bagian yang berbeda dengan model
turn talking dan adjacency pair. Berikut contoh analisis model overall organization, yaitu:
Pembuka
A :
“Hai.”
B :
“Hello.”
A :
“Sudah lama menunggu? Maaf ya saya sidikit terlambat.”
B :
“Belum kok. Santai saja.”
A :
“Sudah pesan minuman belum?”
B :
“Sudah. Aku pesan 2 tadi. Sekalian buat kamu. Bentar lagi juga datang.”
Isi
A :
“Oh. Sebenarnya kamu ada masalah apa, sepertinya tegang sekali?”
B :
“Begini, besok aku harus menyerahkan laporan perjalanan minggu lalu.”
A :
“Masalahnya?”
B :
“Masalahnya fail itu terhapus dari flashdiskku,
makanya aku suruh kamu bawa laptopmu, seingatku kemarin aku sempat mengopinya
ke foldermu.”
A : “Oh.
Ini laptopnya, coba kamu periksa sendiri.”
B :
“Alhamdulillah masih ada nih.”
A :
“Syukurlah kalau masih ada.”
B : “Aku
ambil ya failnya.”
A : “Silahkan.”
Penutup
B :
“Baiklah. Terima kasih ya. Aku harus siapkan fail ini sekarang. Aku permisi
ya.”
A :
“OK.”
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Percakapan
merupakan suatu aktivitas yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan
sehari-hari sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, kecakapan dalam
menggunakan bahasa dalam percakapan menjadi salah satu hal yang harus kita
miliki agar tercipta komunikasi yang baik antara kita dengan orang lain di
sekitar kita. Kecakapan tersebut antara lain mengenai cara menarik perhatian
orang lain, cara membuka atau memulai percakapan, cara memilih topik, cara
menginterupsi atau memotong percakapan, cara memperbaiki kesalahan, dan cara
menutup percakapan.
Struktur
atau organisasi percakapan tidak dapat kita lihat jelas seperti halnya dalam
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Struktur percakapan dapat kita
lihat dengan menganalisisnya menggunakan model-model analisis percakapan. Model
tersebut adalah model turn talking
(giliran bicara), model adjacency pair
(pasangan berdampingan), dan model overall
organization (penentuan bagian pembukaan, isi, dan penutup).
3.2
Saran
Sebagai individu
yang hidup di tengah masyarakat umum, kita harus berinteraksi dengan sesama
anggota masyarakat untuk memenuhi eksistensi kedudukan kita dalam lingkungan
sosial. Oleh karena itu, kita harus bisa menjadi individu yang eksis dengan
kecakapan bahasa kita. Hal ini bisa kita peroleh dengan memahami cara-cara yang
terbaik dalam menggunakan bahasa dalam percakapan sehari-hari.
Sebagai
mahasiswa calon guru bahasa kita harus menjadi tokoh utama dalam membentuk
pribadi-pribadi yang mahir dalam menggunakan bahasa dalam percakapan
sehari-hari. Kemahiran berbahasa adalah kunci sosialitas. Oleh karena itu, kita
tidak boleh merasa lelah dan bosan untuk belajar, karena belajar adalah jalan
satu-satunya menuju perubahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mey, Jacob L.
2001. Pragmatics: An Introduction. Australia: Blackwell Publishing
Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa Indonesia. Medan: USU Press
Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Retorika Modern: Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya
Richard, Jack C.
1995. Tentang
Percakapan. Surabaya:
Airlangga University Press
Stenstrom,
Ana. 1994. An Introduction Spoken Interaction.
New York: Longman
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa
Website:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar