Sabtu, 07 September 2013

Makalah Kontruktivisme

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
            Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
            Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru dapat dikuasai oleh anak didik secara tuntas. Ini merupakan masalah yang cukup sulit dirasakan oleh guru. Kesulitan ini dikarenakan detiap anak didik memiliki kepribadian dan latar belakang yang berbeda. Untuk itu, sangat dibutuhkan strategi pembelajaran atau strategi belajar mengajar. Saat ini terdapat beragam strategi pembelajaran di dalam dunia pendidikan. Salah satu strategi pembelajaran tersebut adalah strategi prmbrlajaran kontruktivis. Pemilihan strategi ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintegrasi langsung kepada benda-benda konkret. 
Maka dari itu, sebagai seorang guru kita perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka kita tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruksi konsepsi tersebut biar lebih matang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pemakalah memaparkan materi dalam bentuk makalah berikut untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat strategi pembelajaran konstruktivis ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.

1.2 Identifikasi Makalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kita identifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
a.       Pengertian strategi pembelajaran;
b.      Jenis-jenis strategi pembelajaran;
c.       Metode ceramah dalam pembelajaran;
d.      Meetode tanya jawab dalam pembelajaran; dan
e.       Strategi pembelajaran kontruktivis.

1.3 Batasan Masalah
            Agar pembahasan dalam makalah ini sistematis, teratur, dan tidak mengambang maka panulis membarasi pembahasan pada materi strategi pembelajaran kontruktivis.
1.4 Rumusan Masalah
            Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di ata, maka masalah dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.       Apakah pengertian strategi pembelajaran kontruktivisme?
b.      Apa saja ciri-ciri strategi pembelajaran kontruktivisme?
c.       Bagaimana tahapan dan prinsip strategi pembelajaran kontruktivisme?
d.      Bagaimana strategi pembelajaran kontruktivisme dalam pembelajaran?

1.5 Manfaat
            Adapun manfaat dari pembahasan materi pada makalah ini adalah menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai konsep strategi pembelajaran kontruktivis yang merupakan salah satu strategi dalam kegiatan pembelajaran.

1.6 Tujuan
            Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan pemaparan berupa materi perkuliahan kepada pembaca mengenai strategi pembelajaran kontruktivis.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Strategi Pembelajarn Kontruktivisme
            Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan (Djamarah dan Aswan Zain, 2006:5). Strategi digunakan dalam segala aktivitas agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Begitu juga dengan pembelajaran atau kegiatan belajar membutuhakan strategi, bukan hanya sekedar strategi semata tetapi strategi yang tepat yang dapat mewujudkan tujuan belajar. Pembelajaran adalah merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa, baik didalam maupun diluar kelas (Poedjadi, 2005:74). Pendidikan merupakan satuan tindakan yang memungkinkan terjadinya belajar dan perkembangan (Dimyati dan Mudjiono, 2009:7). Jadi, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah garis-garis besar dalam kegiatan belajar mengajar antara guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah dan Aswan Zain (2006:5) yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadi belajar atau bagaimana informasi di perses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan satu  teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar (Trianto, 2007:12). Dengan teori belajar diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar dan guru akan semakin mudah memberikan penjelasan kepada siswa tentang materi-materi pelajaran yang selama ini mungkin dirasakan sulit untuk di cerna oleh siswa.
Pendekatan  pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan yang dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Menurut Slavin dalam Trianto (2007:13) teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan  informasi kompleks, mengecek informasi baru  dengan aturan-aturan lama  dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai.  Bagi siswa untuk lebih memahami dan mengerti sesuatu materi pelajaran di upayakan supaya siswa itu mencari solusi sendiri bila pelajaran tersebut masih membutuhkan pemecahan. 
Menurut Mc. Brien dan Brandt dalam Siroj (1997:20) konstruktivisme adalah suatu pendekatan pengajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar. Setiap individu  membina pengetahuan  dan bukan hanya menerima pengetahuan  dari orang lain. Pengetahuan di bina atau didapat  secara aktif  oleh individu yang yang berfikir  berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang tersedia. Dalam proses ini, pelajar akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima  dengan pengetahuan yang telah dimilikinya  untuk membina pengetahuan  baru dalam otaknya.
Konstruktivisme yang dikembangkan oleh Piaget dikenal pula sebagai konstruktivisme  kognitif (personal constructivisme), dengan menitikberatkan bahwa pengetahuan dapat dibangun antara lain dengan membaca, menelusuri, dan melakukan eksperimen terhadap lingkungan. Pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang (Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:13). Disamping interaksi dengan lingkungan, kesiapan mental  dan perkembangan kognitif ikut peran dalam mengkonstruksi dan merekonstruksi pengetahuan.  
Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan atau modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan, peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.
Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kontruktivis adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan batasan-batasan definisi konstruktivisme sebagai berikut:
a.       Merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
b.      Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
c.       Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya
d.      Proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.

2.2 Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
            Adapun cirri-ciri stretegi pembelajaran konstruktivisme adalah:
a.      Orientasi. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik, dan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
b.      Elisitasi. Peserta didik dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster,dll. Peserta didik mendiskusikan apa yang diobservasinya dalam wujud tulisan, gambar ataupun poster.
c.       Restrukturisasi ide
                    i.            Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide orang lain
                  ii.            Membangun ide yang baru
                iii.            Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen
d.      Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi, sehingga menjadi lebih lengkap dan lebih rinci.
e.       Review bagaimana ide berubah.
Dapat terjadi bahwa dalam mengaplikasikan pengetahuannya, seseorang perlu merevisi gagasannya agar menjadi lebih lengkap.

2.3 Tahapan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Strategi pembelajaran konstruktivisme meliputi empat tahapan yaitu:
a.      Apersepsi. Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya: Mengapa baling-baling dapat berputar?
b.      Eksplorasi. Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
c.       Diskusi dan Penjelasan Konsep. Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
d.      Pengembangan Dan Aplikasi. Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.

2.4 Prinsip Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental peserta didik secar aktif, dan juga merupakan proses asimilasi dan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya mengenai objek tertentu menjadi lebih kokoh. Semua peserta didik  benar-benar mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya sendiri, dan bukan pengetahuan yang datang dari pendidik  “diserap” oleh murid. Ini berarti bahwa setiap peserta didik akan mempelajari sesuatu yang sedikit berbeda dengan pelajaran yang diberikan (Muijs dan Reynolds, 2008:97). Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa prinsip dasar pembelajaran konstruktivisme, yaitu :
a.       Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.
b.      Tekanan proses pembelajaran terletak pada siswa
c.       Mengajar adalah membatu siswa belajar.
d.      Penekanan pada proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil belajar.
e.       Kurikulum lebih menekankan pada partisipasi siswa.
f.       Guru adalah fasilitator.

2.5 Kelebihan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Setiap strategi tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri karena tidak ada hal yang sempurna. Adapun keleebihan strategi pembelajaran kontruktivisme adalah:
a.       Dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari materi.
b.      Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif.

Adapun kelemahan pembelajaran konstruktivisme adalah:
a.       Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b.      Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
c.       Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.

2.6 Kontruktivisme dalam Pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran sudah tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai sehingga, sehingga proses pendidikan tersebut berajalan dan terarah sesuai dengan apa yang di harapkan oleh tujuan pendidikan tersebut seperti untuk mengembangkan keperibadian siswa yang berkaitan dengan pengembangan sikap,nilai, norma, dan moral yang menjadi anutan bagi setiap siswa (Hasan, 1996:98).
Jadi tujuan dalam kegiatan pembelajaran itu sangat penting  sehingga dalam proses pembelajaran jangan sampai tidak terkait antara tujuan pembelajaran dengan proses pembelajaran karena akan mengakibatkan proses pembelajaran akan di tentukan oleh buku. Dengan hal ini tujuan dari  dari pengajaran tidak jelas, dan akan mengakibatkan kesulitan bagi guru untuk mengembangkan satu pendekatan dan program pendidikan (Sumantri, 2001:259). Dalam proses pembelajaran dituntut adanya proses perubahan dalam pembelajaran, di dalam proses pembelajarann tersebut harus ada pemberdayaan diri bagi siswa dan pengembangan potensi-potensi yang di miliki siswa  dengan cara holistic melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh setip guru. Dalam pembahasan pembelajaran, pengkajian yang mendalam tentang paradigma konstruktivisme  merupakan suatu tuntutan dan sekaligus tantang baru di tengah terjadinya perubahan besar dalam memahami proses pendidikan dan pembelajaran. Pergeseran paradigma pembelajaran yang sebelumnya lebih menitik beratkan pada peran guru, fasilitaor, instruktur yang demikian besar, dalam perjalanannya semakin bergeser pada pemberdayaan peserta didik  atau siswa dalam mengambil inisiatif dan partisipatif didalam proses pembelajaran. Pandangan yang menganggap bahwa pengetahuan  sebagai reprensentasi  (gambaran/atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pemahaman yang menganggap bahwa pengetahuan merupakan kumpulan pakta. Namun akhir akhir ini berkembang pesat pemikiran, terlebih dalam bidang sains yang mempertahankan bahwa pengetahuan tidak terlepas dari objek yang sedang belajar  mengerti (Suparno dalam Aunurrahman, 2009:15).
Konstruktivisme merupakan respon terhadap berkembangnya harapan-harapan baru berkaitan dengan proses pembelajaran  yang menginginkan peran aktif  siswa dalam merekayasa dan memperakarsai kegiatan belajar sendiri. Hampir setiap kalangan yang terlibat dalam mengkaji masalah-masalah pembelajaran mengetahui bahwa konstruktifisme merupakan paradigam alternative pembelajaran yang muncul sebagai akibat revolusi ilmiah yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Konstruktivisme merupakan satu filsafat pengetahuan  yang menekankan  pada pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Ainurrahman, 2009:16)
Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang membentuk skema, katagori, konsep dan struktur pengetahuan untuk suatu pengetahuan tertentu. Oleh karena itu pengetahuan adalah hasil konstruksi pengalaman manusia sejauh yang dialaminya. Pembentukan ini tidak pernah mencapai titik akhir, akan tetapi terus menerus berkembang setiap  kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru atau feedback. Feedback adalah informasi yang diperoleh dari hasil pelaksanaan sebelumnya yang berguna bagi perbaikan (Harjanto, 2008:45).
Dalam mencermati realitas kehidupan sehari-hari para konstruktivis mempercayai bahwa pengetahuan itu adalah dalam diri seseorang yang sedang berusahan mengetahui. Pengetahuan tidak dapat di pindahkan begitu saja  dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa lah yang akan mengartikan apa yang di ajarkan oleh guru dan di sesuaikan dengan pengalaman mereka (Lorsbach dan Tobindalam Ainurrahman, 2009:16)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang terkait erat dengan pengalaman-pengalaman. Tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Dalam konteks ini pengalaman tidak hanya diartikan sebagai pengalaman fisik seseorang sebagaimana kita pahami dalam kehidupan kita sehari-hari. misalnya pengalaman pernah pergi kesuatu tempat yang indah, pengalaman mengendarai sepeda motor, melihat pesawat, dan lain sebagainya. Pengalaman dalam hal ini mencakup pengalaman kognitif dan mental. Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungan. Seperti yang dikatakan Sitti Hartinah (2010:25) bahwa perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan bahasa sendiri.
b.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga lebih kreatif dan imajinatif.
c.       Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
d.      Menggali pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
e.       Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
f.       Menciptakan lingkungan yang kondusif.
Dari berbagai pandangan di atas, bahwa pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Dari hasil eksperimennya, Piaget dalam Dahar (1989:152) mengemukakan teori perkembangan mental anak terdiri dari empat tahap perkembangan mental anak yaitu:
a.       Tahap sensori motor (0-2 tahun)
b.      Tahap praoperasi (2-7 tahun )
c.       Tahap operasi kongkrit (7-11 tahun)
d.      Tahap operasi formal (11-tahun ke atas)
Pengikut aliran konstruktivisme personal yang lain adalah Bruner dalam Dahar (1989:152), bahwa cara terbaik bagi seseorang  untuk memulai belajar konsep dan prinsip adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip  yang di pelajari itu. Kemudian inti dari belajar adalah dengan cara memakai cara-cara bagaimana orang lain memilih, mempertahankan, dan mentraspormasikan  masalah secara aktif dalam kegiatan dan prilaku sehari-hari.
Pengembangan pendekatan pembelajaran konstruktivisme menekankan pada pengkonstruksian pengetahuan  oleh siswa. Dengan pendekatan pembelajaran seperti ini anak akan membangun pengetahuan sendiri yang di mulai dengan intraksinya  dengan lingkungan dan keluarga. 
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme  proses pembangunan pengetahuan  dilakukan secara aktif oleh siswa itu sendiri, sesuai dengan landasan struktur kognitif yang telah dimilikinya, jadi belajar adalah proses untuk menemukan sesuatu  dan buakan suatu proses  untuk menemukan fakta. Dalam hal ini pelajar  harus membentuk pengetahuan sendiri dan guru hanya sebagai mediator dan fasilitator dalam proses pembentukan pengetahuan itu. Prinsip yang paling umum dan yang paling esensial yang dapat di turunkan  dari konstruktivisme adalah  bahwa anak-anak memperoleh banyak  pengetahuan.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan di bangun  oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya di perluas  melalui konsteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil  dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna  melalui  pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, untuk menemukan sesuatu yang dapat digunakan bagi kegiatan dalam kehidupannya, dan bergelut dengan ide-ide dan pendapat orang lain untuk menemukan konteksnya, serta mampu mengikuti proses belajar. Proses belajar yang dimaksud adlah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai rujuan pengajaran (Nana Sudjana, 2011:22). Kemampuan guru untuk mentrasfer pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas,  hal ini akan sangat mungkin guru akan mentrasper  apa yang di milikinya, kepada siswa akan tidak mudah diterima dan diserap langsung oleh siswa, sehingga siswa itu sediri yang harus berupaya untuk mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah siswa itu sendiri harus menemukan dan mentrasformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila di kehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar ini  pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri  pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar  dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.

2.7 Perbedaan Situasi Pembelajaran Tradisional dengan Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Brooks and Brooks dalam Ainurrahman (2009:25) mengatakan beberapa perbedaan situasi pembelajaran tradisional dengan pembelajaran konstruktivisme dapat dijabarkan  seperti pada tebel berikut:
Dimensi
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran konstruktivisme
Ruang lingkup pembelajaran
Disajikan secara terpisah, bagian bagian dengan penekanan pada pencapaian keterampilan dasar
Disajikan secara untuh dengan penjelasan tentang keterkaitan anatar bagian dengan penekanan pada konsep utama.
Kurikulum
Harus diikuti sampai habis
Pertanyaan dan konstruksi jawaban siswa adalah penting.
Kegiatan pembelajaran
Berdasarkan buku teks yang sudah ditemukan
Berdasarkan beragam sumber informasi primer dan materi-matgeri yang dapat dimanipulasi oleh siswa
Kedudukan siswa
Dilihat sebagai wadah yang kosong tempat ditumpahnya semua pengetahuan dari guru
Siswa dilihat sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori tentang dunia dan kehidupan.
Guru mengajar dan menyebarkan informasi keilmuan kepada siswa
Guru bersukap interaktif dalam pembelajaran, menjadi fasilitator bagi siswa.
Penyelesaian masalahpembelajaran
Selalu mencari jawaban yang benar untuk memvalidasi proses belajar siswa
Guru mencoba mengerti persepsi siswa agar dapat melihat pola piker siswa dan apa yang sudah diperoleh siswa untuk pembelajaran selanjutnya.
Penilaian Proses pembelajaran
Merupakan bagian terpisah dari pembelajaran dan dilakukan hamper selalu dalam bentuk test/ujian
Merupakan bagian integral dalam pembelajaran, dilakukan melalui observasi  guru terhadap hasil kerja melalui pameran karya siswa dan portopolio
Aktivitas belajar siswa
Siswa lebih banyak belajar sendiri
Lebih banyak belajar dalam kelompok




















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Strategi pembelajaran kontruktivisme adalah suatu suatu strategi belajar mengajar di mana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Dalam prosesnya siswa memperoleh pengetahuan, kemudian pengetahuan itu mendapatkan tambahan atau masukan sebagai pengetahuan baru. Di sinilah faktor kognitif berperan mengkonstruksi pengetahuan lama atau yang sudah ada dengan pengetahuan baru. Setelah pengkonstruksian itu selesai maka hasilnya adalah pengetahuan baru yang kemudian akan mendapat masukan baru untuk dikonstruksi. Begitulah seterusnya dan terjadi sepanjang hayat manusia.

3.2 Saran
            Sebagai seorang guru, kita harus bisa memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu alternatif yang bias dipilih adalah strategi pembelajaran konstruktivis yang mampu mengembangkan keaktifan dan kreativitas siwa.
            Sebagai siswa, kita harus mampu mengkonstruksi pengetahuan yang kita miliki dengan hal baru secara tepat agar struktur kognitif kita terbangun dan berkembang dengan baik sehingga kita bias memanfaatkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar