Kamis, 26 September 2013

SINOPSIS NOVEL “ S A L A H A S U H A N”



SINOPSIS NOVEL
“ S A L A H  A S U H A N”

Judul                          : Salah Asuhan
Pengarang                  : Abdoel Moeis (3 Juli 1883 - 17 Juni 1959)
Cetakan                      : Ke-39
Penerbit                      : Balai Pustaka
Tahun Terbit             : 2009
Jumlah Halaman       : vii + 273 halaman
Cetakan Pertama      : 1928

            Tokoh utama novel ini adalah Hanafi. Hanafi adalah seorang anak pribumi yang berasal dari Solok. Ibu hanafi adalah seorang janda, yang suaminya sudah meninggal semenjak Hanafi masih kecil. Ibu hanafi sangat menyayanginya. Meskipun sudah menjanda, ibunya berkeinginan untuk memandaikan anaknya tau menyekolahkan Hanafi sedaya mampunya dengan harapan bisa menjadi orang yang sukses nantinya. Ibunya mengirim Hanafi ke Betawi untuk bersekolah di HBS. Ibunya selalu berusaha keras untuk selalu memenuhi segala biaya Hanafi.

            Selama bersekolah di Betawi, Hanafi dititipkan kepada keluarga Belanda. Sehingga pergaulan Hanafi tidak lepas dari orang-orang Belanda. Setelah lulus sekolah dari HBS, pergaulannya juga tidak lepas dari orang-orang Eropa, karena ia bekerja di Kantor Belanda sebagai asisten residen di Solok. Meskipun Hanafi seorang pribumi asli, tingkah lakunya serta gaya hidupnya sudah berubah menjadi kebarat-baratan. Bahkan terkadang tingkah lakunya melebihi orang Belanda asli. Dan Hanafi menjadi kurang suka bergaul dengan anak-anak pribumi asli seperti dirinya.



            Selama ia bergaul dengan orang-orang Eropa dan setiap hari bersekolah di HBS, Hanafi dekat dengan gadis Eropa yang bernama Corrie. Corrie adalah seorang gadis Indo-Prancis yang sangat cantik paras dan tubuhnya, sehinga banyak sekali bujang-bujang atau  lelaki yang menginginkan Corrie menjadi istrinya. Tetapi Corrie selalu menolak semua lirikan-lirikan itu dengan halus dan senyuman yang semakin membuat lelaki-lelaki itu tak mampu berdaya apa-apa. Corrie tinggal bersama ayahnya setelah ibunya meninggal dunia. Ayah Corrie berkebangsaan Prancis dan bernama Tuan du Busse. Keluarga Corrie mengasingkan diri dari Prancis karena tidak disukai orang-orang di sana sebab menikah dengan gadis Indo, ibunya Corrie. Di dalam kehidupannya sehari-hari Tuan du Busse juga tertutup untuk bermasyarakat karena masa lalunya yang menyakitkan bersama istrinya tercinta oleh masyarakat di sekeliling mereka.

            Dalam kesehariannya Hanafi dan Corrie memanglah sangat dekat, hubungan keduanya seperti kakak dengan adiknya. Mereka sering jalan-jalan berdua, main tenis bahkan duduk-duduk sambil menikmati segelas teh pun juga berdua di bawah sebuah pohon rindang di samping lapangan tenis..

            Karena hubungan mereka sangat amat dekat, maka Hanafi pun menganggap pertemanan itu lebih dari makna teman atau sahabat karib. Hanafi sayang kepada Corrie, namun perasaan itu bukan sekedar hanya rasa sayang seorang kakak kepada adiknya, melainkan rasa sayang sebagai kekasih.

            Setiap hari Hanafi selalu bertemu dengan Corrie meskipun hanya sebentar saja. Sikap Corrie kepada Hanafi juga masih nampak seperti biasanya. Hingga akhirnya Hanafi memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Corrie. Namun ketika Hanafi mengungkapkan isi hatinya kepada Corrie dengan penuh rasa deg-degan dan serasa tulang-tulangnya lepas sebab tak mampu membendung perasaan senang, cemas, serta harap-harap yang menyelimuti hati dan tubuhnya, Corrie tidak langsung memberi jawaban kepada Hanafi, melainkan segera berpamitan pulang dengan alasan yang tidak jelas.

            Keesokan harinya, Corrie pergi meninggalkan Solok menuju Betawi. Maka dikirimkan surat kepada Hanafi, yang isinya penolakan secara halus mengenai pernyataan Hanafi pada tempo hari. Corrie merasa sangat tidak mungkin menerima Hanafi, karena perbedaan budaya antara bangsa melayu dengan bangsa Eropa. Selain itu Corrie juga ditentang oleh ayahnya jika menikah dengan orang Melayu. Ayahnya trauma dengan pengalaman yang menimpa hidupnya dan ibunya Corrie sebab menikah dengan orang pribumi. Ia tak ingin putri yang sangat ia sayangi mengalami nasib yang sama seperti dirinya.

            Karena penolakan tersebut, Hanafi jatuh sakit selama beberapa hari. Selama dia sakit, Hanafi hanya dirawat oleh ibunya, dan selama itu pula Hanafi sering mendapat nasihat dari ibunya. Ibunya menasihati dan membujuk Hanafi agar menikah dengan Rapiah, yaitu anak mamaknya. Karena pada saat Hanafi bersekolah di HBS, mamaknyalah yang mencukupi kebutuhan Hanafi. Mendengar bujukan Ibunya, Hanafi sangat amat marah, karena Hanafi sungguh tidak mengetahui siapakah Rapiah itu dan Hanafi hanya suka kepada Corrie, gadis berparas cantik nan indah yang telah menolak cintanya.

            Maka Ibu Hanafi menjelaskan bahwa Rapiah adalah anak mamak Hanafi yang bernama Sultan Batuah. Perjodohan itu dikarenakan Ibu Hanafi berhutang budi kepada Sultan Batuah. Setelah mendapat bujukan dari Ibunya, akhirnya Hanafi menerima perjodohan itu, meskipun dengan sangat terpaksa. Dua tahun sudah usia pernikahan Hanafi dan Rapiah, dan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Pernikahan yang berdasar perjodohan dan hutang budi yang tidak didasari dengan rasa cinta dan sayang antara dua insan yang menjadi satu bahtera rumah tangga itu membuat kehidupan rumah tangga mereka tidak pernah tentram. Setiap hari Hanafi selalu berbuat tidak menyenangkan kepada Rapiah istrinya. Ia selalu memaki-maki Rapiah karena hal yang sepele dan tak sepatutnya dijadikan bahan pertentangan yang dibumbui kata-kata kasar dan tak pantas yang biasa dilontarkan oleh Hanafi. Namun Rapiah hanya diam dan tidak pernah melawan semua perlakuan suaminya. 

            Hal itulah yang membuat Ibu Hanafi kagum kepada Rapiah, hingga suatu hari Ibu Hanafi murka kepada anaknya. Dengan tidak sengaja Ibunya menyumpahi Hanafi. Tiba-tiba anjing gila mengigit pergelangan Hanafi hingga Hanafi harus berobat ke Betawi. Tetapi sumpah yang mengakibatkan Hanafi terluka itu malah membuat kejadian yang lebih menyakitkan untuk Rapiah.

            Sampai di Betawi dalam rangka pengobatan lukanya Hanafi bertabrakan dengan seorang gadis Eropa. Gadis yang sangat cantik bertubuh indah yang membuat hati dan sikap Hanafi menjadi terperanjat dalam lamunan akan keindahan makhluk yang ada di depannya. Dan ternyata gadi yang bertabrakan dengannya itu tidak lain adalah Corrie. Seorang gadis yang telah meninggalkannya dengan sayat luka dan telah bertahun-tahun lamanya tidak berjumpa. Dengan amat senang mereka berdua menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan mengelilingi indahnya Betawi hanya berdua menggunakan sepeda angin.

            Sudah satu minggu Hanafi meninggalkan Solok, setelah itu Hanafi mencari kerja di Kantor Belanda  sebagai commies. Meskipun gaji awal cukup kecil, namun Hanafi sangat senang. Karena dia dapat bertemu dengan Corrie, setiap hari. Hanafi berusaha keras untuk mendapatkan Corrie, hingga Hanafi rela berubah kewarganegaraan menjadi Eropa. Setelah itu, Hanafi memohon kepada Corrie untuk menerima ajakan pertunangannya. Karena rasa ibanya kepada Hanafi, Corrie terpaksa menerimanya. Meskipun Corrie harus menerima resiko, yaitu dijauhi oleh teman-teman Eropanya seperti ayah dan ibunya dahulu.

            Pesta pertunangan mereka dilakukan di kediaman rumah teman Belandanya, namun tuan rumah nampak tidak begitu suka dengan pertunangan itu. Karena dia tidak suka bergaul dengan orang Belanda berkulit sawo matang. Meskipun Rapiah dan Ibunya tahu jika Hanafi akan menikah dengan Corrie, namun Rapiah tetap menunggu kedatangan Hanafi lelaki yang merupakan suaminya dan suami Corrie. Karena Ibu Hanafi sangat sayang kepada Rapiah, bahkan sayangnya melebihi rasa sayangnya kepada Hanafi.

            Hanafi dan Corrie sudah menjadi suami istri, maka tinggalah mereka dalam satu atap rumah. Namun seiring berjalannya waktu, rumah tangga Hanafi dan Corrie sudah tidak tentram lagi. Karena sifat Hanafi yang keterlaluan, sampai menuduh Corrie berzina dengan orang lain. Karena kehidupannya yang dalam kondisi tidak jelas, Bangsa Eropa maupun Bangsa Melayu sudah tidak mau mengakui Hanafi, karena keangkuhan dan kesombongannya. 

            Pada akhirnya Corrie pergi ke Semarang untuk menghindari Hanafi. Namun pada suatu hari, Hanafi menerima surat yang memberi tahukan bahwa Corrie berada di Semarang. Setelah beberapa hari, Hanafi nekat pergi ke Semarang untuk mencari Corrie dirumah seorang pengusaha anak-anak yatim. Namun sampai disana justru berita buruk yang diterima oleh Hanafi. Bahwa Corrie masuk rumah sakit karena sakit keras, yaitu kolera. Hingga akhirnya nyawa Corrie tidak dapat ditolong lagi. Setelah kepergian Corrie, Hanafi pulang ke Solok untuk menemui Ibunya. Setelah beberapa hari Hanafi sampai di Solok, ia jatuh sakit karena menelan 6 butir sublimat, yang menyebabkan Hanafi terus muntah darah dan akhrinya merenggut nyawanya. Sehingga tamat sudahlah riwayat percintaan Hanafi yang penuh liku-liku masalah.

                                                                        Oleh : Jason Walker Panggabean








            Untuk lebih mengetahui kisah dalam novel Salah Asuhan, berikut saya sertakan kutipan menariknya.
Kutipan Bagian Menarik Dalam Novel Salah Asuhan
1. Kutipan bagian menarik dari cerita bagian I yaitu Dua Orang Sahabat
"Itu benar, Han ! Tapi pada segala pekerjaan ada batasnya. Maka adalah pekerjaan atau perbuatan yang luar biasa, yang tiada galib dilakukan orang, sedang pekerjaan yang disangka tidak mengganggu kesenangan orang lain itu pun boleh jadi akan melanggar peri kesopanan."
"Kesopanan? Apakah perbuatan kita, duduk berhadapan antara satu meter jaraknya, dibatasi oleh meja teh, di tempat terang dan pada waktu yang lazim dipergunakan orang buat berkunjung-kunjungan, boleh dikatakan melanggar peri kesopanan ?"
"Tidak, hanya … engkau bujang, aku gadis, sesama manusia kita telah menetapkan pelbagai undang-undang yang tidak tersurat, tapi yang harus diturut oleh sekalian manusia dengan tertib, kalau ia hendak hidup aman di dalam pergaulan orang, yang memakai undang-undang itu."
"Ah, undang-undang itu, di manakah batasnya? Bangsamu, bangsa Eropa, amat melonggarkan pergaulan laki-laki dengan perempuan, Nyonya yang bersuami sudah galib dibawa-bawa dan dikepit oleh seorang tuan lain, dengan tidak ada undang-undang tersurat atau tidak tersurat yang melarangnya. Itu tentang pergaulan. Ambillah pula contoh yang lain. Di tanah Arab perempuan menutup badan sampai ke muka-muka, tapi di tanah Amerika banyak benar kota-kota ramai di pantai laut, tempat nyonya dan tuan-tuan berkeliaran saja memakai baju renang, sampai ke rumah-rumah minum. Tetapi lihatlah pula setengah bangsa Barat jika nyonya rumah berani turun tanah memakai baju piyama, yang nyata lebih menutup kulit dari pakaian dansa maka nyonya yang berpakaian piyama turun ke tanah itu akan disebutkan 'melanggar adat sopan santun'. Jadi bagiku, sungguhlah gelap batas undang-undang kesopanan itu sebab ia tidak tersurat."
"Hanafi ! Engkau juga yang mulai memperbincangkan tentang adat lembaga serta tertib kesopanan masing-masing bangsa; engkau pun juga yang tak suka mengindahkan atau mengakui adanya perbedaan adat lembaga antara bangsa dengan bangsa. Setiap kita bertukar pikiran tentang hal itu, pada akhirnya engkau senantiasa berkecil hati seolah-olah malulah engkau, bahwa engkau masuk golongan Bumiputera, yang kau sangka bahwa aku menghinakannya. Bahwa sesungguhnya kulitku berwarna pula, ibuku perempuan Bumiputera sejati, meskipun diriku masuk pada golongan bangsa Eropa. Dan sementara … fasal hina-menghina Bumiputera lebih banyak terdengar dari mulutmu sendiri daripada dari mulutku. Kita akan memperkatakan …"
"Aku tahu betul, bahwa aku hanyalah Bumiputera saja, Corrie ! Janganlah kau ulang-ulang juga."
"Hanafi, Hanafi ! Hari ini fiilmu sangat pula susahnya. Kalau sifat dan hatimu kurang-kurang kukenal, niscaya akan boleh timbul salah persangkaan atas dirimu. Jadi fiil tabiatmu sudah jelas benar bagiku. Tenangkanlah dahulu darahmu; dengarkan baik-baik. Kita akan memperkatakan hal adat lembaga masing-masing yang digalihkan atau hendak diubah oleh bangsa-bangsa lain di luar kita, karena di negeri mereka masing-masing perkara itu memang sedang menjadi buah perselisihan. Apakah gunanya kita turut-turut memusingkan kepala ? Aku tahu buat diriku sendiri, meskipun esok atau lusa di kota Solok ini sudah lazim berjalan berkeliaran memakai baju renang, aku sendiri tidak akan menyertai arus 'mode' yang serupa itu. Tidak, Hanafi –yang menjadi pertikaian tutur bagi kita ialah hal adat lembaga sesuatu bangsa di dalam pergaulannya'. Dalam pergaulan bangsaku, bangsa Eropa, sungguh longgarlah pergaulan antara laki-laki dengan perempuan, sebagai kaukatakan tadi. Tapi sebab sudah 'galib', tidaklah akan cepat orang berbuat fitnah atau menyangka buruk, apabila kelihatan laki-laki bergaul dengan perempuan lain, yang bukan ahli karibnya. Tetapi dalam pergaulan bangsamu, apabila di tanah Sumatra ini, lain keadaannya. Jangankan dengan perempuan lain, dengan ahlinya yang paling karib, sekalipun dengan adik atau kakaknya sendiri, sudah disebut janggal, apabila ia bergaul atau duduk bersenda gurau, bahkan berjalan berdua-dua.
2. Kutipan bagian menarik dari cerita bagian II yaitu Ayah dan Anak
"Kawin campuran itu sesunguhnya banyak benar rintangannya, yang ditimbulkan oleh manusia juga Corrie ! Karena masing-masing manusia dihinggapi oleh suatu penyakit kesombongan bangsa. Sekalian orang, masing-masing dengan perasaannya sendiri, menyalahi akan bangsanya, yang menghubungkan hidup kepada bangsa yang lain, meskipun kedua orang menjadi suami-istri itu sangat berkasih-kasihan.
Tapi-asal kedua yang dikatakan "berkesalahan" itu sama-sama meneguhkan hatinya, tiadalah akan mengenai pada dirinya segala nista dan cerca orang lain itu. Lihat sajalah keadaanku dengan namamu. Bangsa dan kaum kerabatnya sekali-kali tidak suka ia hidup bersama dengan aku, pun bangsaku menyalahi benar akan perbuatanku itu. Tapi aku, demikian pula namamu, tiadalah kawin dengan orang banyak itu tidak pula kami bergantung kehidupan pada mereka sekalian. Jadi segala bantuan mereka tidaklah mengurangi kesenangan kami. Hanya jarang-jarang yang bertemu demikian, Corrie!"
"Hal Papa dengan Mama, sungguh lain. Papa laki-laki orang Barat, Mama perempuan orang sini. Sesungguhnya Corrie tidaklah dapat memberi keterangan tentang hal itu, tapi Corrie berasa saja, bahwa lain benar keadaan hal pencampuran laki-laki Barat dan perempuan Timur dengan sebaliknya."
"Perbedaan itu sungguh ada, Corrie, dan sungguh besar sekali. Sebabnya tiada lain, karena penyakit "kesombongan bangsa" itu juga. Orang Barat datang ke mari, dengan pengetahuan dan perasaan, bahwa ialah yang dipertuan bagi orang sini. Jika ia datang ke negeri ini dengan tidak membawa nyonya sebangsa dengan dia, tidak dipandang terlalu hina, bila ia mengambil "nyai" dari sini. Jika "nyai" itu nanti beranak, pada pemandangan orang Barat itu sudahlah ia berjasa besar tentang memperbaiki bangsa dan darah di sini. Tapi lain sekali keadaannya pada pertimbangan orang Barat itu, kalau seseorang nyonya Barat sampai bersuami, bahkan beranak dengan orang sini. Terlebih dahulu nyonya itu dipandang seolah-olah sudah menghinakan dirinya sebagai bangsa Barat; dan dikatakan sudah "membuang diri kepada orang sini. Di dalam undang-undang negeri ia pun segera dikeluarkan dari hak orang Eropa. Itu saja sudah tidak dengan sepatutnya, istimewa pula bila diketahui, bahwa seorang bangsa Bumiputra yang minta dipersamakan haknya dengan Eropa selama-lamanya tidak boleh menghilangkan lagi hak itu dan kembali menjadi Bumiputra pula, karena tidaklah ada sesuatu fasal di dalam undang-undang yang boleh menggugurkan haknya sebagai orang Eropa. Tapi seseorang perempuan bangsa Eropa yang kawin dengan orang Bumiputra, selama ditangan suaminya itu akan kehilangan haknya sebagai orang Eropa. Terlebih hina kedudukannya di dalam pergaulan bangsa Eropa sendiri, jika nyonya itu sampai beranak, dipandang bahwa ia turut mengurangi derajat bangsa Eropa. Terasalah olehmu, Corrie, perbedaan antara kedua perkawinan itu ?"
3. Kutipan bagian menarik dari cerita bagian III yaitu Ibu dan Anak
"Ingatlah, Anakku! Harapkan burung terbang tinggi, punai tangan engkau lepaskan. Tidak akan aman hidupmu, bila makanan enggang dan bunga larangan yang engkau kehendaki. Sesayang-sayangnya pada engkau, kaum keluargamu tentu tidak akan dibawanya duduk bersama-sama. Yang hendak ibu berikan buat gantinya, ialah anak ibu sendiri yang akan insyaf betul bahwa ia kelak akan menumpangkan diri padamu. Sedang yang engkau kehendaki ialah orang yang akan menaruh keyakinan, bahwa ia sudah membuang diri buat menurutkan kamu. Orang itu berasa berpemberian yang sebesar-besarnya kepadamu, yang harus kau junjung tinggi. Lebih dahulu engkau dipandangnya ada berutang budi kepadanya, yang tidak ternilai besarnya. Tapi yang ibu sediakan bagimu, ialah yang akan berasa sendiri ada berutang budi kepadamu. Tidaklah ia berasa, bahwa dirinya sudah diperganduh-ganduhkan buat membayar utangmu pada ayahnya, karena secara adat Minangkabau yang diketahuinya ialah engkau yang harus menerima pusaka ayahnya, dan bukanlah dia, yang akan diketahuinya pula ialah bahwa engkau sudah menunjukkan murah hatimu, suka menerima dia yang bodoh serta hina menjadi istrinya. Pada hemat ibu, hanya perkawinan yang secara itulah yang akan menyenangkan hidupmu, teristimewa karena ketinggian hatimu. Pantang kelintasan, pantang ketindihan oleh kata. Asal engkau pandai membalas budi dengan budi, selamatlah engkau seumur hidupmu. Setiap hari engkau berkata bahwa ibumu orang kampung, orang bodoh, tapi timbang-timbanglah segala kata-kata ibu dengan hati yang jernih, pikiran yang tenang, uji-ujilah salah-benarnya."
4. Kutipan bagian menarik dari cerita bagian VIII yaitu Istri Pemberian Ibu
Dua tahun sudah berjalan, setelah jadi perundingan Hanafi dengan ibunya tentang beristri itu. Sebelum ia membenarkan kata ibunya, ia pun sudah dinikahkan dengan Rapiah.
Di dalam peralatan itu hampir-hampir pernikahan dibatalkan, karena timbul perselisihan antara pihak kaum perempuan dengan kaum laki-laki.
Pangkalnya dari Hanafi juga. Ia berkata "kaum muda", yaitu pakaian secara zaman dahulu, disebutkan "anak komidi Stambul". Jika ia dipaksa memakai secara itu, sukalah ia urung saja, demikian katanya dengan pendek. Setelah timbul pertengkaran di dalam keluarga pihaknya sendiri akhirnya diterimalah, bahwa ia memakai 'smoking' yaitu jas hitam, celana hitam dengan berompi dan berdasi putih. Tapi waktu hendak menutup kepalanya sudah beselisih pula. Dengan kekerasan ia menolak pakaian destar saluk, yaitu pakaian orang Minangkabau. Bertangisan sekalian perempuan, meminta supaya ia jangan menolak tanda Keminangkabauan yang satu itu, yaitu selama beralat saja. Jika peralatan sudah selesai, bolehlah ia memakai sekehendak hatinya pula.
Hanafi tetap menolak kehendak orang, ia tidak hendak menutup kepala, karena lebih gila pula dari komidi, bila memakai destar, saluk dengan baju smoking dan dasi.
Setelah ibunya sendiri hilang sabarnya dan memukul-mukul dada di muka anak yang 'terpelajar itu, barulah Hanafi menurutkan kehendak orang banyak, sambil mengeluh dan teringat akan badannya yang sudah … 'tergadai'.
Untunglah ia menurutkan hal menutup kepala itu, karena sekalian pengantar dan pasumandan (pengiring bangsa perempuan), sudah berkata bahwa mereka tak sudi mengiringkan 'mempelai didong'.
Dalam dua tahun hidup beristri itu, Rapiah dipandangnya sebagai seorang istri yang diberikan kepadanya. Segala kewajiban sebagai suami adalah diturutnya, demikian ia berkata, tapi akan batinnya Rapiah tidak berhak. Leif de, synpatie dan lain-lain lagi perkataan yang menyeramkan bulu tengkuk ibunya, tentu Rapiah tidak boleh mengharap daripadanya. Demikian pula tentang kemerdekaannya.
5. Kutipan bagian menarik dari judul bagian IX yaitu Durhaka kepada Ibu
Kemarahan Hanafi kepada anaknya, yang katanya sudah dimasuki setan dan kepada si Buyung yang masih belum datang, serta malunya kepada kawan-kawannya melihat istrinya datang, yang tidak ubah rupanya dengan hoki, kesemuanya sudah tertumpah ke atas kepala Rapiah.
Sambil merentakkan anak itu ke tangan ibunya, dikatainyalah istrinya di muka kawan-kawannya dengan segala nista dan penghinaan, hingga ketiga tamu itu menjadi resah dan tidak berketentuan rasa lagi.
Rapiah tunduk, tidak menyahut, hanya air matanya saja yang berhamburan. Syafei, dalam dukungan ibunya yang tadinya menangis keras, lalu mengganti tangisnya dengan beriba-iba. Seakan-akan tahulah anak kecil itu, bahwa ibunya yang tidak berdaya, sedang menempuh azab dunia dan menanggung aib di muka-muka orang.
Sedang Rapiah berjalan gontai menuju ke dapur sambil menundukkan kepala, seolah-olah sedang bertangis-tangisan dengan anaknya, si suami celaka masih mengiringkannya dengan kata-kata yang sudah tak layak didengar lagi.
Pada waktu itu Ibu Hanafi sedang di tengah rumah pula, jadi mendengar dan melihatlah ia apa yang sedang terjadi. Sesampainya ke dapur pula, lalu dipeluk dan ditangisinyalah menantu dan cucunya yang malang itu. Maka ketika itu di dalam dapur tiadalah lain yang terdengar, hanyalah keluh kesah dan tangis ketiga mereka itu saja.

6. Kutipan bagian menarik dari cerita bagian XII yaitu istri pemberian ibunya
"Jangan kau sebut jual hal ke Betawi itu, Piah. Memang sebaik-baiknya kami bercerai-berai, sia-sia jualah bila berkumpul-kumpul. Bagaimana akan dapat minyak dibaurkan dengan air ? Memang ia anak yang kukandung, kulahirkan sendri! Darah dagingku sendiri, Piah ! Tapi apa boleh buat ! Entah karena salah asuhan entah karena salah campuran, tapi anak itu sangat mengasingkan hidupnya. Berlain pemandangannya dengan kita, berlain pendapatnya, berlain perasaannya. Ya – Piah ! Tak dapatlah ibu menyangkakan kepecahan telur sebutir hal kehilangan anak itu, karena ia hanya seorang itu saja dan tidak pula berayah. Yang kandung benar saudara ibu, hanyalah ayahmu, seibu sebapa dengan ibu, Piah, itulah sebabnya maka ibu berkeras menahan engkau. Ibu seperuntungan dengan ayahmu sama-sama tunggal, karena turunan kita memang jarang.
7. Kutipan bagian menarik dari cerita bagian XIX yaitu Mertua dan Menantu
"Kepada ibu pastilah engkau tidak akan durhaka, karena didalam sesuatu hal ibu akan membenarkan saja segala sesuatu yang hendak engkau lakukan, teristimewa pula didalam hal ini. Hanya ayahmu tentu tidak akan ijin, jadi nyatalah engkau akan melakukan sesuatu buatan yang tidak direlakan ayahmu. Durhaka kepada ayah dan ibu itu berat benar tanggungannya, Piah, Berat buat di dunia, berat pula buat di akhirat."
8. Kutipan bagian menarik dari cerita bagian XXI yaitu Tali Percintaan
Tahulah Hanafi sekarang; Rapiah, intan yang belum digosok. Sayang, ia tak pandai menggosoknya hingga barang yang berharga itu dibuang-buang, disangkanya tidak berharga.
Corrie berlian yang sudah digosok, harganya tidak ternilai-nilai, tapi si suami yang celaka tak pandai memakainya dan enyahlah harta itu dari kandungannya. Hanafi menyesali dirinya tidak berhingga-hingga.

9. Kutipan yang menarik dari cerita bagian XXIV yaitu di Jalan Hendak Pulang
"Tuan Han, bagi Tuan amat melarat, jika berkata-kata panjang. Baiklah Tuan mendengarkan saja apa yang hendak saya tuturkan, sebagai dokter dan sebagai manusia. Kita berhadapan sebagai orang yang sama-sama terpelajar, sopan, muda dan sudah tentu sama-sama pula mengetahui dan menderita akan arti cinta. Dengarlah ! sepanjang pendapat saja, cinta itu akan berbukti benar, bila yang menaruhnya tahu menaruh sabar, tahu menegakkan kepalanya di dalam segala rupa bahaya serta rintangannya. Cinta itu tahu memberi korban, jika perlu.
10. Kutipan yang menarik dari cerita bagian XXV yaitu Membayar Utang
            Dengan bimbang hati mendekatlah ibunya ke kepalanya, lalu Hanafi berkata dengan suara lemah lembut, ”Ibu... ampuni...akan...dosa...ku...Syafei pelihara... baik-baik. Jangan... diturutnya... jejakku...”
            Hanafi memandang dengan sedih kepada ibunya, berkata, ”Lailaha illallah. Muhammad dar Rasulullah!”
            Dalam berjabat tangan dengan ibunya, melayanglah jiwa Hanafi.
* * *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar