MAKALAH
JENIS-JENIS
PUISI LAMA
![]() |
JASON
WALKER PANGGABEAN
11070124
Bahasa
Indonesia IV A
Mata
Kuliah:
PUISI
INDONESIA
Dosen:
Drs.
YUSNI KHAIRUL AMRI LUBIS, M.HUM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
“STKIP TAPANULI SELATAN”
PADANGSIDIMPUAN
2013
ABSTRAK
JASON WALKER
PANGGABEAN. 11070124. JENIS-JENIS PUISI LAMA. MAKALAH. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BAHASA INDONESIA. STKIP TAPSEL.
Makalah
ini merupakan paparan materi perkuliahan yang membahas atau mengkaji mengenai
jenis-jenis puisi lama. Adapun pengertian puisi lama yaitu puisi yang belum
mendapat pengaruh dari puisi barat atau puisi yang masih terikat oleh
aturan-aturan tertentu seperti jumlah baris tiap bait, jumlah kata atau suku
kata, rima atau persajakan dan irama.
Berdasarkan
hasil library research atau
pengumpulan informasi kepustakaan maka diperoleh pengertian dan jenis-jenis
puisi lama yaitu mantra,
pantun, sajak, syair, karmina, talibun, seloka, gurindam, bidal, masnawi,
ruba’i, khit’ah, nazam, dan gazal.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun puisi lama dikatakan
tradisional tetapi masih tetap hidup dan lestari di kalangan masyarakat
Indonesia pada khusunya. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya penggunaannya
di lingkungan masyarakat.
Kata-kata kunci: puisi, puisi lama, mantra, pantun, sajak,
syair, karmina, talibun, seloka, gurindam, bidal, masnawi, ruba’i, khit’ah,
nazam, dan gazal
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Puisi yang sering kita
sebut kata-kata indah yang bermakna dan mengandung pesan kerap kali hadir dalam
kehidupan kita sehari-hari. Memang pemahaman tentang puisi secara baik jarang
kita temui pada masyarakat umum dan bahkan pada anak sekolah atau pelajar.
Mereka sering sekali mengatakan puisi hanya sebatas kata-kata indah, padahal
sejatinya puisi ada yang mengandung kata-kata kasar, serapah, dan mengutuk.
Membuat sebuah puisi
dianggap segelintir orang adalah pekerjaan yang mudah begitu juga memaknainya.
Tetapi dalam prakteknya membuat puisi ataupun memaknainya adalah pekerjaan yang
sukar dan tidak bias dilakukan begitu saja. Kita harus memiliki pemahaman
tentang puisi yang cukup agar kita mampu memahaminya.
Jenis puisi sangat
beragam dan sangat banyak pihak yang membuatnya. Pada umumnya kita mengenal
adanya puisi lama dan puisi baru. Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh
suatu peraturan tertentu dan puisi baru adalah puisi yang lebih bebas walaupun
masih mengandung peraturan tertentu. Kita sering kali salah dalam menentukan
jenis suatu puisi yang kit abaca. Oleh karenanya, kita harus mengetahui makna
dan jenis puisi yang ada agar kita bias mengetahui jenisnya saat kita
membacanya dan dapat juga melestarikannya sebagai suatu budaya dan kekayaan
bangsa kita.
Oleh karena itu,
penulis menyusun makalah ini yang berisi materi penjelasan salah satu jenis
puisi yaitu puisi lama dengan tujuan agar pembaca mengetahui dan memiliki
pemahaman yang baik tentang puisi lama sebagai suatu wawasan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
a.
Pengertian puisi;
b.
Unsur-unsur puisi;
c.
Jenis-jenis puisi;
d.
Pengertian puisi baru dan jenisnya; dan
e.
Pengertian puisi lama dan jenisnya.
1.3 Batasan Masalah
Agar
pembahasan dalam makalah ini tidak mengambang maka penulis membatasinya pada
pengertian puisi lama dan jenisnya.
1.4 Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a.
Apakah pengertian dari puisi lama?
b.
Apa sajakah yang menjadi jenis-jenis
puisi lama?
1.5 Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah selain untuk memenuhi penyelesaian tugas mata kuliah
Puisi Indonesia, juga untuk memberi penjelasan berupa materi untuk menambah
pengetahuan atau wawasan pembaca mengenai puisi lama.
1.6 Manfaat
Manfaat
penulisan makalah adalah memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada pembaca
mengenai puisi lama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Puisi Lama
Puisi adalah untaian kata-kata yang merupakan ungkapan
perasaan penyair yang memiliki nilai keindahan dengan kata-kata yang singkat
namun bermakna amat luas sesuai dengan penafsiran atau penggambaran pembacanya.
Dunton (dalam Pradopo,
1993:6) berpendapat
bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan
artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Sedangkan menurut Uned (2010:36)
puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait. Jadi, puisi adalah ragam sastra sebagai media
pengungkapan perasaan dan pikiran yang bernilai indah dan bersifat fiksi.
Brooks, dkk (dalam Tarigan, 2008:76) menyatakan bahwa fiksi
adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk membedakan uraian yang tidak
bersifat historis dari uraian yang bersiat historis, dengan penunjukan khusus
atau penekanan khusus pada segi sastranya. Artinya, dalam memaknai sebuah karya yang
bersifat fiksi, kita sebagai pembaca atau penikmat memiliki kebebasan untuk
menafsirkan maksud dan tujuan penyair dalam karyanya sesuai dengan pemahaman
kita. Kita dapat menemukan sendiri ide dan perasaan penyair sesuai daya imaji
yang kita miliki.
Berdasarkan waktunya, salah satu jenis puisi yang kita kenal
adalah puisi lama. Menurut Uned (2010:36) puisi lama adalah puisi Indonesia
yang belum terpengaruh puisi barat. Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh
aturan-aturan tertentu. Puisi yang lahir sebelum masa penjajahan Belanda. Sifat
masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis
pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu. Aturan-aturan yang mengikat
tersebut antara lain:
a. Jumlah kata dalam 1 baris;
b. Jumlah baris dalam 1 bait;
c. Persajakan (rima), yaitu pengulangan
bunyi yang berselang;
d. Irama, yaitu alunan yang tercipta
oleh kalimat, panjang pendek, dan kemerduan bunyi;
e. Banyak suku kata tiap baris.
Puisi lama juga
memiliki ciri-ciri sebagai berikut (http://www.wikipedia.com) :
a. Merupakan puisi
rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya (anonim);
b. Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan; dan
c. Sangat terikat
oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun
rima.
2.2 Jenis Puisi Lama
Puisi
lama memiliki beragam jenis, yaitu sebagai berikut (http://www.okrek.com):
a.
Mantra
Menurut Uned (2010:37) mantra adalah puisi yang berisi
ucapan-ucapan yang dianggap mengandung kekuatan gaib dan biasanya diucapkan
oleh seorang atau beberapa orang pawang. Mantra adalah kata atau ucapan yang
mengandung hikmah dan kekuatan gaib. Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan
atau mendatangkan celaka. Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya
bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat kepercayaan.
Hanya orang yang ahli yang boleh mengucapkan mantera, misalnya pawang atau
dukun.
Ciri-ciri mantra:
1) Berirama akhir
abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
2) Bersifat lisan,
sakti atau magis
3) Adanya
perulangan
4) Metafora
merupakan unsur penting
5) Bersifat
esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius
6)
Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya
dalam hal suku kata, baris dan persajakan (http:www.okrek.com).
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung
besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
b. Pantun
Pantun adalah sajak pendek,
tiap-tiap kolet biasanya empat baris ab ab dan dua baris yang dahulu biasanya
untuk tumpuan saja (Ali, 2006:288) Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama
yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Lazimnya pantun terdiri
atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola
a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya
merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua
bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali
berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan
biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain
untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan
tujuan dari pantun tersebut.
Ciri-ciri
pantun:
1)
Setiap
bait terdiri 4 baris
2)
Baris
1 dan 2 sebagai sampiran
3)
Baris
3 dan 4 merupakan isi
4)
Bersajak
a – b – a – b
5)
Setiap
baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6)
Berasal
dari bahasa Melayu
Contoh :
Berburu ke padang datar (a)
Mendapat rusa belang kaki (b)
Berguru kepalang ajar (a)
Bagai bunga kembang tak jadi (b)
(Balai
Pustaka, 2008:217)
Pantun yang kita kenal dalam masyarakat Indonesia memiliki
keanekaragaman atau variasi (http:www.sekolahdi.blogspot.com).
1)
Pantun Anak-anak
Contoh
:
Elokrupanya sikumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
(Balai
Pustaka, 2008:20)
2)
Pantun Muda-mudi
Contoh
:
Dari jauh kapallah datang
Berlabuh dekat pulau Pandan
Dari jauh kakanda datang
Rsa semangat pulang ke badan
(Balai
Pustaka, 2008:117-118)
3)
Pantun Orang Tua
Contoh
:
Bagai puisi, puisi indah
Dipetik hidup di pucuk belati
Bagai bocah, bocah bermadah
Lupa diri menyusur di lorong mati
(S.
Wiraatmadja dalam H.B. Jassin, 1982:283)
4)
Pantun Jenaka
Contoh:
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
(Balai
Pustaka, 2008:206)
5) Pantun Teka-teki
Contoh :
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
c.
Sajak
Menurut H.B. Jassin (dalam
http:www.okrek.com) sajak itu adalah suara hati penyairnya, sajak lahir
daripada jiwa dan perasaan tetapi sajak yang baik bukanlah hanya permainan kata
semata-mata. Sajak yang baik membawa gagasan serta pemikiran yang dapat menjadi
renungan masyarakat .Sedangkan Abdul Hadi W.M. (dalam http:www.okrek.com)
menjelaskan bahwa sajak itu ditulis untuk mencari kebenaran. Katanya lagi,
"dalam sajak terdapat tanggapan terhadap hidup secara batiniah". Oleh
karena itu, di dalam sajak harus ada gagasan dan keyakinan penyair terhadap
kehidupan, atau lebih tepat lagi, nilai kemanusiaan.
Ciri-ciri sajak antara lain berasal dari
perkataan Arab “saj” yang bermaksud karangan puisi, sebagai puisi modern,
bentuknya bebas dari pada puisi dan syair, pemilihan kata-kata yang indah.
Contoh:
"Sebatang Lisong"
Penyair-penyair salon
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan
Sementara ketidakadilan terjadi disampingnya
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Termangu-mangu di kaki dewi kesenian
d. Syair
Menurut Uned
(2010:37) syair adalah puisi lama yang terdiri atas 4 (empat) baris yang
berakhir dengan bunyi yang sama (berirama aaaa). Puisi lama yang berasal dari
Arab, yang memiliki ciri-ciri setiap bait terdiri dari 4 baris dan semua baris
merupakan isi, jadi tidak memiliki sampiran, setiap baris terdiri dari 8-12
suku kata yang biasanya berisi nasehat, dongeng ataupun cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Pada zaman
dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
e.
Karmina
Karmina
adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek (http:www.wikipedia.com).
Ciri-ciri:
1) Setiap bait terdiridari 2 baris
2) Baris pertama merupakan sampiran
3) Baris kedua merupakan isi
4) Bersajak a-a
5) Setiapbaris terdiri dari 8-12 suku
kata
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
f.
Talibun
Menurut Ali (2006:486) talibun adalah sajak yang lebih dari
empat baris, biasanya terdiri dari 6 atau 20 baris yang bersamaan bunyi
akhirnya. Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya.
Ciri-ciri:
1) Jumlah barisnya lebih dari empat
baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
2) Jika satu bait berisi enam baris,
susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
3) Jika satu bait berisi delapan baris,
susunannya empat sampiran dan empat isi.
4) Apabila enam baris sajaknya a – b –
c – a – b – c.
5) Bila terdiri dari delapan baris,
sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
g. Seloka
Seloka adalah sajak yang
mengandung ajaran, sindiran, dan sebagainya (Ali, 2006:405). Seloka adalah pantun
berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan
atas beberapa bait.
Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, terkadang dapat
juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Ciri-ciri:
1) Ditulis empat
baris memakai bentuk pantun atau syair,
2) Namun ada
seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Contoh :
Lurusjalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati takkan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Lurusjalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati takkan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
h. Gurindam
Menurut Uned (2010:37) gurindam adalah sajak dua baris yang
mengandung petuah atau nasehat. Gurindam adalah satu bentuk puisi yang berasal
dari Tamil (India) yang terdiri dari dua
baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang
utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris
kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris
pertama tadi.
Ciri-ciri:
1)
Baris pertama berisikan semacam soal,
masalah atau perjanjian
2)
Baris kedua
berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris
pertama tadi.
3)
Isinyamerupakannasihat
yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang
(a)
Bagai rumah tiada bertiang (a)
Jika suami tiada berhati lurus (a)
Istri pun kelak menjadi kurus (a)
i. Bidal
Menurut Ali (2006:40) bidal adalah pribahasa atau pepatah
yang mengandung nasehat. Bidal merupakan jenis peribahasa yang memiliki arti
lugas, memiliki rima dan irama, sehingga digolongkan ke dalam bentuk puisi.
Dalam kesustraan Melayu, bidal yang mengandung kiasan, sindiran atau pengertian
tertentu ini termasuk salah satu bentuk sastra tertua. Ciri-ciri bidal yaitu
bidal biasanya berupa kalimat singkat yang memiliki makna kiasan atau figuratif
yang bertujuan menangkis, menyanggah, dan menyindir. Pengungkapan pikiran dan
perasaan demikian tidak secara langsung, tetapi dengan sindiran, ibarat, dan perbandingan.
Dalam tataran teori makna bidal sering disamakan dengan ungkapan atau pepatah.
Kategori bidal yaitu ungkapan, peribahasa, perumpamaan, tamsil, pepatah, dan
pameo (http://www.okrek.com):
1)
Ungkapan
yaitu peribahasa yang berbentuk kelompok kata.
Contoh: Tebal muka artinya tidak
punya malu.
2)
Peribahasa
yaitu bahasa kiasan atau figuratif yang bisa berupa kalimat atau kelompok kata
yang tetap susunannya.
Contoh: Bagai kerbau dicocok
hidungnya artinya tidak ada pendirian.
3)
Perumpamaan
adalah peribahasa yang berisi perbandingan-perbandingan, biasanya menggunakan
kata-kata bak, laksana, umpama, dan bagai.
Contoh: Bagai kucing lepas senja
artinya sangat senang hingga lupa pulang.
4)
Tamsil
yaitu seperti perumpamaan yang diikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
Contoh: Ada ubi ada talas, ada budi
ada balas.
5)
Pepatah
yaitu kiasan tetapi yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
Contoh: Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua, artinya budi baik seseorang itu jangan dilupakan.
Contoh: Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua, artinya budi baik seseorang itu jangan dilupakan.
6)
Pameo
merupakan peribahasa ang berupa semboyan, berfungsi untuk mengobarkan
semangat/menghidupkan suasana.
Contoh: Gantungkan cita-citamu setinggi langit artinya agar
kita tidak pesimis dan berusaha untuk mencapai cita-cita itu.
Selain jenis di atas ada juga jenis
puisi lama yang berasal dari Arab namun kurang popular penggunaannya, yaitu masnawi,
ruba’i, khit’ah, nazam, dan gazal (http://abdularief78.blogspot.com/search/label/pendidikan):
j.
Masnawi
Masnawi adalah bentuk sajak Persia (Ali, 2006:244). Yaitu
jenis puisi melayu lama yang berasal dari Arab-Parsi. Puisi ini berisi puji
pujian tentang tingkah laku seseorang yang mulia.
Ciri-ciri:
1)
Jumlah
larik dan barisnya tergolong bebas
2)
Skema
rima berpasangan (aa,bb,cc,……)
3)
Memuji-muji
orang
Contoh:
UMAR
Umar yang adil dengan perinya
UMAR
Umar yang adil dengan perinya
Nyatalahpun adil sama sendirinya
Dengan adil itu anaknya dibunuh
Itulah adalah yang benar dan sungguh
Dengan bedah antara isi alam
Ialah yang besar pada siang dan
malam
Lagi pun yang menjauhkan segala syar
Imamu`ilhak di dalam kandang mahsyar
Barang yang hak tat`ala katakan
begitu
Maka katanya sebenarnya begitu
k.
Ruba’i
Rubai yaitu sajak empat baris (Ali, 2006:365). Rubai
merupakan puisi lama yang terdiri dari empat baris sebait (sama dengan
kuatrin). Skema persajakannya adalah a-a-b-a dan berisi tentang nasihat,
puji-pujian atau kasih sayang.
Contoh:
Subhanahu allah apa segala hal manusia
Yang tubuhnya dalam tanah jadi duli
yang sia
Tanah ini kujadikan tubuhnya
kemudian
Yang ada dahulu ada padanya terlalu
mulia
l. Khit’ah
Khit’ah yaitu puisi lama yang terdiri dari lima baris sebait
(sama dengan quin).
Contoh:
Jikalau kulihat dalam tanah pada ihwal sekalian ihsan,
Jikalau kulihat dalam tanah pada ihwal sekalian ihsan,
Tiada kudapat bedakan pada antara
rakyat dan sultan,
Fana juga sekalian yang ada,
dengarkan yang Allah selalu berfirman,
Kullu man`alaiaha fanin, yaitu,
Barang siapa yang ada di dalam bumi
itu fana juga
m.
Nazam
Nazam yaitu puisi lama yang terdiri dari dua belas baris
sebait. Nazam berisi tentang hamba raja yang
setia.
Contoh:
Sukar hendak menyelami perasaan dan hati wanita
Sama seperti sulitnya memahami
bahasa ombak
Berdiri di tepian pantai aku
terpesona oleh keindahan laut
Tiupan bayu serta lambaian
pohon-pohon kelapa
Namun menatap wajah wanita
Aku tergoda oleh senyumannya yang
menyalakan rindu
Seperti terdapat banyak wanita maka
begitulah pula
Ada ramai lelaki namun ketiadaan
wanita
Mampu menukarkan dunia menjadi
sebuah padang sepi
Yang kosong dan bisu
Terima kasih wanita
Tanpamu aku tak akan lahir ke alam
ini!
n.
Gazal
Gazal yaitu puisi lama yang terdiri dari delapan baris sebait
(sama dengan stanza atau oktaf).
Contoh:
Kekasihku,
Kekasihku,
Seperti senyawa pun adalah terkasih,
Termulia juga
Dan nyawaku pun,
Mana daripada nyawa itu jauh ia juga
Jika 1000 tahun lamanya pun hidup
ada sia-sia juga
Hanya jika pada nyawa itu hampir
dengan sedia suka juga
Dan menghilangkan cintanya pun itu
kekasihku yang setia juga
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Puisi yang
lahir sebelum masa penjajahan Belanda. Sifat masyarakat lama yang statis dan
objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada
aturan tertentu.
Adapun aturan-aturan yang mengikat tersebut, yaitu jumlah
kata dalam 1 baris, jumlah baris dalam 1 bait, persajakan (rima), yaitu
pengulangan bunyi yang berselang, irama, yaitu alunan yang tercipta oleh
kalimat, panjang pendek, dan kemerduan bunyi, banyak suku kata tiap baris. Puisi
lama memiliki beragam jenis, yaitu mantra, pantun, sajak, syair, karmina,
talibun, seloka, gurindam, bidal, masnawi, ruba’i, khit’ah, nazam, dan gazal.
3.2 Saran
Kita sebagai mahasiswa khususnya
yang duduk di jurusan Bahasa Indonesia harus memiliki pengetahuan yang baik
tentang bahasa yang dalam hal ini mengenai puisi lama. Hal itu tentu saja akan
terwujud apabila kita rajin membaca dan menulis. Dengan membaca dan menulis
wawasan kita akan berkembang dan akan semakin matang.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pustaka Imani
Balai Pustaka. 2008. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka
Jassin, H.B. 1982. Angkatan 66 Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung
Junaedi, Uned. 2010. Materi Penting Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Ciamis: Mekar
Mandiri
Pradopo,
R.D. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Website:
http://www.okrek.com diakses 10:23 23/02/2013
http://www.sekolahdi.blogspot.com
diakses 10:25 23/02/2013
http://www.wikipedia.com diakses 10:02 23/02/2013
ts
BalasHapus