Sabtu, 07 September 2013

Makalah Pemerolehan Bahasa dan Kaitannya dengan Akulturasi Bahasa

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya makalah ini yang berjudul Pemerolehan Bahasa dan Kaitannya Dengan Akulturasi Bahasa. Karena tanpa restu dan urapan tanganNya sudah barang tentu penulis tak mampu menyelesaikan makalah ini dengan kekuatan sendiri.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terkait dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada Bapak Drs. Yusni Khairul Amri, M.HUM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan tema dan bimbingan terkait pengerjaan makalah ini. Begitu juga kepada pihak yang saya jadikan sumber acuan pembuat makalah ini seperti para penulis yang buku beliau-beliau saya gunakan dan juga kepada rekan-rekan dunia maya yang telah saya kunjungi blognya melalui situs jejaring sosial www.google.com. Bila ada kekurangan saya yang bersifat plagiat, saya sebagai penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya.
Dalam makalah ini saya bahas mengenai pemerolehan bahasa, pemerolehan bahasa pertama dan kedua, dan akultuirasi bahasa.
Saya sebagai penulis mengetahui betul masih banyak sekali kesalahan yang terdapat dalam tulisan makalah ini karena saya masih seorang pelajar dan pemula dalam tulis-menulis yang masih jauh dari baik dan banyak kekurangan. Penulis meminta maaf dan mengharapkan betul kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca guna kemajuan dan kebaikan makalah ini ke depannya. Terutama dari dosen pembimbing saya Bapak Drs. Yusni Khairul Amri, M.HUM.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna menyelesaikan tugas semester 1 STKIP TAPANULI SELATAN mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia yang dibebankan oleh dosen mata kuliah tersebut di atas.






                                                                              Pinangsori,    Januari 2012
                                                                              Penulis,

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam kehidupan setiap orang tentu saja tidak terlepas dari bahasa. Pertama kali seorang anak memperoleh bahasa yang didengarkan langsung dari sang ibu sewaktu anak tersebut terlahir ke dunia ini. Kemudian seiring berjalannya waktu dan seiring pertumbuhan si anak maka ia akan memperoleh bahasa selain bahasa yang diajarkan ibunya itu baik bahasa kedua, ketiga ataupun seterusnya yang disebut dengan akuisisi bahasa (language acquisition) tergantung dengan lingkungan sosial dan tingkat kognitif yang dimiliki oleh orang tersebut melalui proses pembelajaran.
Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menajubkan terlebih dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak (Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon ujaran ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan sekitar terlebih adalah ujaran ibuya yang sangat sering didengar oleh anak tersebut.
Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan perkataan lain setiap anak yang normal atau pertumbuhan yang wajar, memperoleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupan di dunia ini. Walaupun tidak disangkal adanya kekecualian misalnya secara fisiologis (tuli) ataupun alasan-alasan lain. Peranan PB1 merupakan sesuatu yang negative terhadap PB2. Dengan perkataan lain, PB1 mendapat angina untuk turut campur tangan dalam belajar PB2, seperti adanya ciri-ciri PB1 yang ditransfer ke dalam PB2.
Oleh karena itu, maka masalah pemerolehan bahasa akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
  1. Apa itu pemerolehan bahasa?
  2. Apa dan bagaimana pemerolehan bahasa pertama?
  3. Apa dan bagaimana pemerolehan bahasa kedua?
  4. Bagaimana peranan bahasa pertama terhadap pemerolehan bahasa kedua?
  5. Apa itu akulturasi dan bagaimana pemerolehan bahasa mengakibatkan akulturasi bahasa?

C. Manfaat dan Tujuan
  1. Memberikan pemaparan mengenai pemerolehan bahasa kepada masyarakat pembaca.
  2. Memberikan pemaparan mengenai pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
  3. Memberikan pemaparan bagaimana pemerolehan bahasa berdampak pada akulturasi bahasa.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akuisisi Bahasa (Pemerolehan Bahasa)
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka serta pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Semua manusia yang sehat, berkembang secara normal, belajar menggunakan bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa atau bahasa yang ada disekitarnya  bahasa manapun yang mereka terima secara penuh selama masa kanak-kanak. Perkembangannya secara esensial sama antara anak-anak yang mempelajari bahasa isyarat atau bahasa suara. Proses belajar ini dikenal dengan akuisisi bahasa pertama, karena tidak seperti pembelajaran lainnya ia tidak membutuhkan pembelajaran langsung atau kajian secara khusus. Dalam The Descent of Man naturalis Charles Darwin menyebut proses tersebut dengan, "keinginan insting untuk memperoleh suatu seni".
Akuisisi bahasa pertama berlangsung regular secara bertahap, walaupun terdapat berbagai variasi dalam waktu untuk tingkatan-tingkatan tertentu diantara bayi yang berkembang secara normal. Sejak lahir, bayi merespon lebih mudah pada suara manusia daripada suara lainnya. Sekitar umur satu bulan, bayi tampak telah dapat membedakan antara suara bicara yang berbeda. Sekitar umur enam bulan, seorang anak mulai mengoceh, menghasilkan suara bicara dari bahasa yang digunakan disekitarnya. Perkataan mulai muncul pada umur 12 sampai 18 bulan; rata-rata perbendaharaan kata bayi berumur 18 bulan adalah sekitar 50 kata. Pengucapan pertama anak adalah berbentuk Holofrase (secara harfiah "keseluruhan kalimat"), pengucapan yang hanya menggunakan satu kata untuk mengkomunikasikan seluruh ide. Beberapa bulan setelah anak menghasilkan kata-kata, ia akan menghasilkan pengucapan dengan dua kata, dan dalam beberapa bulan lebih mulai berbicara telegrafis, kalimat singkat yang kurang kompleks secara tatabahasa daripada orang dewasa bicara, tetapi memperlihatkan struktur sintaks reguler. Pada umur tiga sampai lima tahun, kemampuan anak untuk berbicara dan berisyarat yang halus yang hampir mirip dengan bahasa dewasa.




B. Konsep Pemerolehan Bahasa

Dari proses pemerolehannya, bahasa bisa dipilah menjadi bahasa ibu atau bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Penamaan bahasa ibu dan bahasa pertama mengacu pada sistem linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu adalah adalah bahasa yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibunya atau dari keluarga yang memeliharanya. Biasanya bahasa ibu sama dengan bahasa daerah orang tuanya. Akan tetapi pada masa sekarang, banyak orang tua yang berbicara dengan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak menggunakan bahasa daerah asal kedua orang tuanya sehingga bahasa Indonesia itulah yang dikuasai anak , maka bahasa Indonesia itu walaupun bukan bahasa daerah ibu atau bapaknya, adalah bahasa ibu anak tersebut.
 Bahasa ibu lazim disebut bahasa pertama, karena bahasa itulah yang pertama dipelajari anak. Meskipun tidak selalu bahasa pertama yang dikuasai anak sama dengan bahasa pertama yang dikuasai ibunya. Atau, si anak belajar bahasa pertama tidak dari ibunya tetapi dari orang tua asuhnya.
Jika kemudian hari anak tersebut mempelajari bahasa lain, maka bahasa lain tersebut disebut bahasa kedua. Tidak jarang seorang anak mempelajari bahasa lainnya lagi sehingga ia bisa menguasai bahasa ketiga, maka bahasa tersebut disebut bahasa ketiga. Begitu seterusnya.
 Yang disebut bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Istilah bahasa asing ini sebenarnya lebih bersifat politis mengingat namanya diambil dari negara atau bangsa lain pemilik bahasa tersebut. Dari sisi urutan pemerolehan, bahasa Inggris bisa saja adalah bahasa kedua, bahasa ketiga, atau bahasa ke sekian. Akan tetapi karena bahasa Inggris berasal dari negara asing menurut orang Indonesia, maka istilah bahasa asing lebih populer digunakan untuk mengklasifikasikan bahasa Inggris dibanding disebut bahasa kedua.
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia berkenalan dengan pembedaan antara hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas pengetahuan dan keterampilan dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan hasil pengiring (nurturent effect ), serta nilai (value). Pelajaran yang dapat dipetik dari konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari apa yang diajarkan guru atau dipelajari siswanya. Hal tersebut sejajar dengan munculnya pembedaan antara konsep pembelajaran(learning ) dan pemerolehan (acquisition) bahasa.
Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita berbicara mengenai anak-anak dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa pertimbangan, istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua dipakai untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru, kurikulum, alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan B1 semua itu tidak ada. Ada fakta lain bahwa dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar B2, pebelajar sudah memiliki bahasa. Dengan "mesin" pemerolehan bahasa yang dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran. Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak-anak akhirnya mampu menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segeramasuk ke dalam lingkungan sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau guyup(community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung didalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999;Musfiroh, 2002)

Perbandingan  Pembelajaran Bahasa dengan Pemerolehan  Bahasa


Pembelajaran Bahasa

1.      Berfokus pada bentuk-bentuk  bahasa
2.      Keberhasilan didasarkan pada penguasaan bentuk-bentuk  bahasa
3.      Pembelajaran ditekankan pada tipe-tipe bentuk dan struktur bahasa aktivitas dibawah perintah guru
4.      Koreksi kesalahan sangat penting untuk mencapai tingkat penguasaan
5.      Belajar merupakan proses sadar untuk menghafal kaidah, bentuk, dan struktur
6.      Penekanan pada kemampuan produksi mungkin dihasilkan dari ketertarikan pada tahap awal             
Pemerolehan Bahasa

1.      Berfokus pada komunikasi penuh makna
2.      Keberhasilan didasarkan pada penggunaan bahasa untuk melaksanakan sesuatu
3.      Materi ditekankan pada ide dan minat anak aktivitas berpusat pada anak 
4.      Kesalahan merupakan hal yangwajar 
5.      Pemerolehan merupakan proses bawah sadar dan terjadi melalui pemajanan dan masukan yang dapat dipahami anak 
6.      Penekanan pada tumbuhnya kecakapan bahasa secara alamiah


Sofa (2008) juga mengemukakan bahwa proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) pada anak terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik ditambahkan, bahwa pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak. Selain aspek kognitif anak, pemerolehan bahasa pertama juga memiliki hubunganyang erat dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasamemudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar- benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa melalui bahasa khusus bahasa pertama(B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk  bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gambling.
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba ( mendadak). Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Sedangkan penertian lain perolehan bahasa yaitu, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi mesin/motor, sosial, dan kognitif pra-linguistik (McCraw, 1987).
 Berbicara mengenai pemerolehan sesuatu bahasa, maka dengan kekecualian beberapa anak yang mengalami gangguan/cacat, semua anak mempelajari paling sedikit satu bahasa. Hal inilah yang membuat sejumlah linguis percaya bahwa kemampuan belajar bahasa paling tidak sebagian berkaitan dengan program genetic yang memang khas bagi ras manusia, maksudnya kemapuan bahasa sejak lahir. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).



C. Ragam Pemerolehan Bahasa
Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandang, sebagai berikut:
a. berdasarkan bentuk:
F  pemerolehan bahasa pertama
F  perolehan bahasa kedua
F  pemerolehan bahasa ulang (Klein, 1986).
 b. berdasarkan urutan:
F  pemerolehan bahasa pertama
F  pemerolehan bahasa kedua (Winits, 1981; Stevens, 1984).
c. berdasarkan jumlah:
F  pemerolehan satu bahasa
F  pemerolehan dua bahasa ( Gracia, 1983).
d. berdasarkan media:
F  pemerolehan bahasa lisan
F  pemerolehan bahasa tulis (Freedman, 1985).
e. berdasarkan keaslian:
F  pemerolehan bahasa asli
F  pemerolehan bahasa asing (Winits, 1981).
 
D. Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa
Urutan perkembangan pemerolehan bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Perkembangan Prasekolah

Dibagi lagi atas:
1. Perkembangan Pralinguistik
Ada kecenderungan untuk menganggap bahwa perkembangan bahasa anak-anak mulai tatkala dia mengatakan kata-pertamanya, yang menjadi tugas para ibu untuk mencatatnya/merekamnya pada buku bayi anak tersebut. Tetapi riset bayi medorong bahkan memaknai kita untuk menolak dugaan ini danmengakui fakta-fakta perkembangan komunikasi sejak lahir.Dua jenis fakta yang dikutip oleh para peneliti untuk menunjang teori pembawaan lahir mereka adalah:
(i) kehadiran pada waktu lahir struktur-struktur yang diadaptasi dengan baik bagi bahasa (            walaupun pada permulaan tidak dipakai buat bahasa); dan
(ii) kehadiran perilaku-perilaku sosial umum dan juga kemampuan-kemampuan khusus bahasa       pada beberapa bulan pertama kehidupan.
 
2. Tahap Satu Kata
Merupakan suatu dugaan umum bahwa san anak pada satu kata terus menerus berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang di dunia.

3. Ujaran Kombinatori Permulaan
Perkembangan bahasa permulaan tiga orang anak dalam jangka waktu beberapa tahun yang hasilnya bahwa panjang ucapan anak kecil merupakan petunjuk atau indicator perkembangan bahasa yang lebih baik daripada usia kronologis. (Brown (et all), 1973).

4. Perkembangan Interogatif
Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan pertanyaan, yaitu:
    pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
    pertanyaan menuntut INFORMASI
    pertanyaan menuntut jawaban SALAH SATU DARI YANG BERLAWANAN (atau            “POLAR”).

5. Perkembangan Penggabungan Kalimat
Berikut beberapa contoh bagaimana cara menggabungkan proposisi-proposisi itu:
    Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
      Ini buku dan Ninon membacanya.
    Penggabungan satu proposisi merupakan yang lebih unggul daripada yang satu lagi (yang        menerangkan suatu nomina dalam proposisi itu) :
      (benda) yang Ninon baca itu adalah buku.
     Penggabungan dua proposisi yang berstatus dalam kaitan waktu:
      Waktu Ninon membaca buku itu, ada halaman yang sobek.
    Penggabungan dua proposisi yang berstatus tidak sama dalam hubungan sebab-akibat:
      Ninon melem halaman buku itu karena sobek.
    Satu proposisi mengisi “kekosongan” yang lainnya:
      Kamu mengetahui bahwa Ninon membaca buku sejarah. (Dari : Kami mengetahui “sesuatu”).

6. Perkembangan Sistem Bunyi
Terdapat beberapa persesuaian perkembangan pemerolehan bunyi (periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama) :
*    periode vokalisasi dan prameraban
*    periode meraban
Clark dan Clark (1977) menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan orang dewasa dalam kenyataan bahwa:
      • anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi                          kata-kata yang mereka dengar.
      • anak-anak menukar / mengganti ucapan mereka dari waktu ke waktu mebuju ucapan orang                     dewasa
      • apabila anak-anak mulai menghasikan segmen bunyi tertentu (seperti /s/, maka hal itu                              menyebar kepada kata-kata lain dalam pembendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata-                             kata yang tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.
b. Perkembangan Masa Sekolah
Perkembangan bahasa pada masa-masa sekolah terutama sekali dapat dibedakan dengan jelas dalam tiga bidang, yaitu:
    STRUKTUR BAHASA, perluasan dan penghalusan terus-menerus mengeani semantik dan    sintaksis (dan taraf yang lebih kecil, fonologi).
    PEMAKAIAN BAHASA, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa secara lebih efektif           melayani aneka fungsi dala situasi-situasi komunikasi yang beraneka ragam.
    KESADARAN METALINGUISTIK, pertumbuhan kemampuan untuk memikirkan,   mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai sandi atau kode formal.

1. Struktur Bahasa
Pertumbuhan semantik sang anak berlangsung terus-menerus karena pengalamannya bersambung dan meluas, yang tentu saja mengandung pengertian bahwa sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Pengalaman-pengalaman baru menuntut pertumbuhan dalam system semantik sang anak.

2. Pemakaian Bahasa
Clark & Clark (1977) mengatakan bahwa: “anak-anak membangun struktur dan fungsi pada waktu yang bersamaan. Sebaik mereka belajar lebih banyak struktur, maka mereka memperoleh lebih banyak sarana untuk menyampaikan fungsi yang berbeda-beda. Dan sebaiknya mereka mempelajari banyak fungsi, maka mereka memperluas pemakaian tempat berbagai struktur diterapkan.”

3. Kesadaran Metalinguistik
Ialah kemampuan membuat bentuk-bentuk bahasa menjadi tak tembus cahaya dan menyelesaikan diri di dalam dan untuk diri mereka sendiri” (Cazden, 1974).
 
E. Mekanisme Umum bagi Pemerolehan Bahasa
Menurut Jeans A. Rondal, berdasarkan data-data yang dia gunakan, agaknya dapat disarankan adanya suatu mekanisme makroumum bagi pemerolehan pemakaaian bahasa (pertama) pada diri sang anak. Salah satu manfaat mekanisme umum adalah bahwa mekanisme itu membuat suatu wadah yang jelas bagi penentu-penentu antar pribadi dalam proses pemerolehan bahasa pertama.
 
F. Kerangka Bagi Teori Pemerolehan Bahasa
Kenneth Wexler dan Peter W. Clicoper mengemukakan bahwa teori pemerolehan bahasa pertama dapat dilihat sebaga tiga serangkai (G.1 PBB) yang menyatakan bahwa :
1.   G adalah suatu kelas gramatika (gramatika yang tepat)
2.   I adalah suatu kelas perangkat “infut” yang tepat ataupun data masukan (tata bahasa                           atau M(T) dari tata bahasa T dalam G.
 3. PBB adalah suatu prosedur belajar bahasa yang memetakan berbaga infut ke dalam                              gramatika.
               Masukan atau infut bagi sang anak terdiri dari kalimat-kalimat yang terdengar dalam konteks. Keluaran atau output belajar bahasa merupakan suatu system kaidah bagi bahasa orang dewasa.
               Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau “masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.

G. Unit-Unit Pemerolehan Bahasa
Salah satu pakar yang berhasil meneliti unit-unit pemerolehan bahasa adalah Ann M. Peters dari Universitas Hawai (1983). Pakar ini membedakan tiga orentasi terhadap gagasan kesatuan terkecil ujaran. Menurutnya mengenai unit produksi ujaran yang dipakai oleh pembicara dewasa yang kedua mengenai persepsi B1 pelajar mengenai unit yang sesuai dalam suatu bahasa.
Unit-unit pemerolehan bahasa dapat dipandang dari berbagai segi paling tidak dari tiga sudut pandang yaitu:
1. unit-unit dari sudut pandang orang dewasa
2. unit-unit dari sudut pandang sang anak.
3. unit-unit dari sudut pandang sang lingus
Dari segi implikasi teoritis menurut Peter ada 8 unit penting yaitu:
1.unit-unit bahasa yang pertama kali diperoleh anak-anak tidak perlu ada kaitannya dengan unit minimal bahas yang diberikan konvensional.
2.bagi pelajar bahasa semua merupakan unit-unit dan disimpan dalam leksikon yang dapat diambil kembali kalu diperlukan.
3.semua unit dalam leksikon pelajar merupakan calon bagi proses fundamental segmentasi.
4.unit lebih kecil merupakan hasil dari segmentasi dengan sendirinya termasuk ke dalam leksikon.
5.suatu unit yang telah terbagi mungkin juga tidak dapat dihilangkan dari leksikon.
6.segmentasi juga memperlihatkan akibat pada informasi structural.
7.leksikon pelajar berkembang dan tumbuh sebaik sang peljar mengumpulkan.
8.proses fusi berlangsung terus bahkan ke dalam masa kedewasaan.

H. Pemerolehan Bahasa Pertama

a. Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama memang bersifat primer paling sedikit dalam dua hal yaitu dari segi urutan dan dari segi kegunaan. Selama pemerolehan itu mengalami proses yang berlangsung selama jangka waktu yang panjang, maka jelas terdapat berbagai kasus yang rumit. Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
b. Ragam Pemerolehan Bahasa Pertama

Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila pelajar biasanya seorang anak yang sejak semula tanpa bahasa dan kini dia memperoleh satu bahasa.
1. ekabahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu bahasa.
2. dwibahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif sang anak. Dari penelitian para pakar mengenai perkembangan kognitif dapat ditarik dua kesimpulan yakni produksi ucapan-ucapan yang berdasarkan tata bahasa yang teratur tapi tidaklah secara otomatis dan sang pembicara harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang mendasari bebagai makna ekspresif bahasa alamiah.

c. Penelitian Mengenai Pemerolehan Bahasa Pertama
Cromer (1976) berpendapat bahwa kebanyakan dari strategi-strategi dapat diterima sebagai prinsif nonlinguistic umum bagi penangulangan informasi. Penelitian terdahulu berupaya mencari strategi ampu yang digunakan oleh para pribumi dalam memperoleh bahasa mereka. Walaupun Roger Brown (1973) tidak mengunakan pendekatan ini, namun telaah longitudinalnya justru merupakan penemuan yang paling cermat dan teliti pada masa itu.

d. Strategi dan Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama

Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Prosesyang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa(fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi inidibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensimemerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitankalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati ataumempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkankemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalammemperoleh bahasa pertamanya?
Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwaanak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yangsama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama,tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekalidengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapatkonsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
  1. Tirulah apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus,meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atau imitationwith expansion.
  2. Strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkindengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalahciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita ataumengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
  3. Berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi.Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujarandan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat“sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksidengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapatmemberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadapmakna dan juga memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasauntuk digarap atau dikerjakan.
  4. Prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa.Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini jugamenyarankan larangan yang dinyatakan dalam avoidance terms; misalnya:hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.uced imitation.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dikatakan bahwa pemerolehan bahasa bukan hanya diperoleh secara otomatis, tetapi juga melajui beberapa strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Selain itu, proses pemerolehan bahasa pertama juga bisa diketahuidengan melihat tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa pertama. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalamotaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Safriandi (2008) berikut ini, bahwa B1diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknyaada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.

Lebih lanjut dikatakan bahwatahap-tahap pemerolehan bahasa pada aspek tahapan linguistik yang terdiri atas beberapatahap, yaitu
(1) tahap pengocehan (babbling);
(2) tahap satu kata (holofrastis);
(3) tahapdua kata; dan
(4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).

e. Kesemestaan Linguistik Dari PB1
Hubungan antara Tata Bahasa Universal dengan PBI sesunggunya merupakan sesuatu yang penting, seperti pembenaran utama Chomsky bagi TBU bahwa dia menetapkan satu-satunya cara mempertimbangkan bagimana ank-anak mampu mempelajari bahasa ibu mereka. Maka dengan demikian, TBU merupakan cara penyelesaian terhadap apa yang disebut masalah logis pemerolehan bahasa.

f. Dari PB1 ke PB2
Sebuah bahasa mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakan bahas yang satu dengan bahasa yang lain. Ciri khusus ini mencangkup keseluruhan kosakata, morfologi, sintaksis dan fonologi. Sangat sukar menentukan batas yang pasti dana nyata antara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua, selain alasan sederhana bahwa PB2 mulai kerapkali sebelum PB1 berakhir.

I. Pengaruh Bahasa Pertama Pada PB2
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada tahapan berikutnya. Sebagai contoh seorang anak yang orang tuanya berasal dari daerah Melayu dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah menerima kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) di sekolahnya.
Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap proses pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan juga bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang tuanya berasal dari daerah Jawa dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa akan mengalami kesulitan untuk menerima bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang dirasakan asing dan jarang didengarnya.

Selain dua situasi di atas juga berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula.
Untuk kasus yang ketiga dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di lingkungannya di Palembang ngapo.
Ketika anak memasuki sekolah, ia mendapatkan seorang teman yang berasal dari Jawa mengucapkan kata ngopo yang berarti mengapa maka bertambah lagi keanekaragaman bahasa yang diperolehnya. Seorang guru pada jenjang sekolah pada kelas tinggi ia menjumpai kata mengapa akan merasa kebingungan karena ada lima bahasa yang ia terima. Bagi anak yang kemampuan kognetifnya baik atau lebih dari rata-rata ia akan bisa membedakan bahasa Sekayu, Palembang, Pagaralam, Jawa, dan bahasa Indonesia. Kenyataan inilah yang menjadi dampak bagi anak ketika pemerolehan bahasa pertama yang didapatkan berpadu dengan bahasa kedua sebagai bahasa baru untuk digunakan dalam komunikasi di jenjang lembaga resmi atau formal.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata dan konsep serta makhluk sosial. Tarigan memadukan bahwa konsep pemerolehan belajar anak berasala dari konsep kognitif serta perkembangan sosial anak itu sendiri. Adapun perkembangan sosial itu sendiri idak terlepas dari faktor orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anak ketika menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua (B2).
Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bagi anak, orang tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itut, idaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik.
Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya.
Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005) mengemukakan bahwa posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua (B2).
Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia)) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang sangat siknifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep dapat digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok seseorang pengganti orangtua yan, oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah kedua bagi anakmempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kelas rendah (kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan seterusnya) guru akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru oleh anak. Apabila pada kelas lanjutan guru masih menggunakan bahasa ibu/ bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka dampak negatif yang akan diperoleh anak. Sebagai contoh seorang guru matematika mengajarkan hasil penjumlahan. Guru menanyakan proses penjumlahan dengan menggunakan bahasa Palembang “Cakmano awak dapet hasil mak ini ni, cobo jelaske!” Bagi anak yang berasal dari Palembang tidak menjadi masalah dan bisa saja menjelaskannya (menggunakan bahasa Palembang), tetapi anak yang tidak berasal dari daerah Palembang yang berada di kelas yang sama akan mengalami kesulitan menerima bahasa daerah Palembang sebagai bahasa kedua (B2). Sebaliknya jika guru matematika tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah barang tentu dapat dipahami oleh warga belajar di kelas yang bersangkutan. Hal yang terakhir ini akan menjadi sebuah kenyataan yang komunikatif antara petutur dan penutur apabila warga kelasnya sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila anak sebagai peserta didik tetap terbiasa mengggunakan bahasa daerah atau bahasa pertama (B1) yang juga sering disebut sebagai bahasa ibu dalam komunikasi di lingkungan formal maka sangat sulit guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia pendidikan.
Begitu pula apabila guru dan anak sebagai peerta didik selalu menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan maka tidak mengherankan bila penguasaan bahasa Indonesia yang baik saja yang dikuasai anak. Sementara itu, keberadaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang menjadi tuntutan sebagai komonukasi formal atau resmi akan dikesampingkan.
Peranan Guru (kelas bawah) dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1). Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.

J. Pemerolehan Bahasa Kedua

a. Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa kedua lainnya. Diantara sekian banyak faktor yang dapat kita temui di dalam kelas, yang dianggap sangat penting dan mendasar,yaitu : pertama,belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi dinamis; kedua, belajar bahasa adalah orang-orang dalam responsi. Dalam “belajar adalah orang” terkandung makna bahwa “hal itu merupakan proses sosial belajar yang utama”.Belajar,pemerolehan bahasa kedua,terjadi dalam hubungan antara sesame siswa itu sendiri “Interaksi dinamis” berarti bahwa orang-orang dilahirkan dan bertumbuh dalam bahasa asing.

b. Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada lima hipotesis mengenai PB2, yaitu :
1. Hipotesis Pembedaan Pemerolehan dan Belajar
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang dewasa mempunyai dua cara berbeda dan berdikari dan mandiri mengenai pengemban kompetisi dalam suatu bahasa kedua

2. Hipotesis Saringan Afektif
Konsep Saringan Afektif dikemukakan oleh Duly & Burt (1997) dan konsisten dengan karya teoritis yang dilakukan dalam bidang variable-variabel afektif dan pemerolehan bahasa kedua. Penelitian selama decade terakhir telah menegaskan serta memperkuat bahwa variable afektif berhubungan erat dengan keberhasilan dalam pemerolehan bahasa kedua. Kebanyakan yang telah ditelaah itu dapat dimasukan pada salah satu kategori, yaitu:
MOTIVASI adalah Para penyaji yang bermotivasi tinggi pada umumnyav berbuat lebih baik dalam PB2 (biasanya,tetapi tidak selaluh,”integrative”).
KEGELISAHAN, kegelisahan yang rendah ternyata mengakibatkan ataumendatangkan hasil yang lebih baik PB2, baik yang diukur sebagai pribadi ataupun kegelisahan kelas
Para penyaji yang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan imajiv diri sendiri yang baik, cenderung berbuat lebih baik dalam PB2. Hipotesis Saringan Afektif menuntut bahwa efek atau pengaruh “afe” atau “kepura-puraan” atau “yang dibuat-buat” memang berada “diluar” sarana pemerolehan bahasa yang wajar.



3. Hipotesis Masukan
Ada dua hal yang menarik mengenai hipotesis masuka ini, yaitu : (1) banyak dari bahan ini relative baru,sedangkan hipotesis-hipotesis lainya telah diberikan dan didiskusikan dalambeberapa buku dan makalah; dan (iii) hipotesis ini penting baik secara teoritis dan praktis. Hipotesis masukan berupaya menjawab apa yang barangkali merupakan masalah paling penting dalam bidang kita, dan memberikan suatu jawaban yang mempunyai pengaruh yang kuat pada semua bidang pengajaran bahasa.
Bagian-bagian Hipotesis Masukan:
Kemampuan berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung
Kalau komunikasi berhasil, masukan terpahami, dan cukup, i + 1 tersedia secara otomatis
HM berhubungan dengan pemerolehan, bukan dengan Belajar
Kita memperoleh dengan pemahaman bahasa yang mengandung struktur disekitar i + 1
Penunjang Hipotesis Masukan:
Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak
Penelitian/Riset linguistik terapan
Kerugian dan keuntungan (kelemahan dan keunggulan) pemakain kaidah B1
Fakta-fakta dari PB2 : periode tenang dan pengaruh B1
Fakta-fakta dari PB2 : sandi sandi sederhana
Faktor penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupah “fakta-fakta dari pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana “Hipotesis masukan juga menarik bagi pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga merupaka “pemeroleh”, persis seperti sang anak memperoleh bahasa pertama.

4. Hipotesis Monitor
Hipotesis Monitor mengemukakan serta menjelaskan bahwa “pemerilehan” dan “belajar”dipakai dengan cara yang amat kha.Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita dalam bahasa kedua dan juga bertanggung jawab aras kelancaran kita, kefasihan kita.Belajar hanya mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai “monitor” atau “editor”, sebagai “pemantau” atau “penyunting”.Belajar hanya berperan membuat perubahan-perubahan dalam bentuk ujaran kita,setelah “dihasilkan” oleh sistem yang di peroleh yang diinginkan.Ini dapat terjadi waktu kita berbicara/menulis,atau sesudahnya (mengoreksi diri sendiri).
Tiga Tipe Perilaku atau “Performer”
 Pemakai Monitor yang Berlebihan
 Pemakai Monitor yang Kurang
 Pemakai Monitor yang Optimal

5. Hipotesis Urutan Alamiah
Salah satu dari penemuan-penemuan yang paling mengasikkan dan paling menggairakan dalam penelitian pemerolehan bahasa tahun-tahun terakhir ini adalah penemuan bahwa pemerolehan struktur-struktur gramatikal benar-nenar dalam urutan yang dapat diramalkan.Para pemerolehan bahasa tertentu cenderungmemoeroleh struktu-struktur gramatikal tertentu terlebih dahulu, dan yang lain-lainya baru kemudian.
Persesuain antara para pemeroleh secara individu tidak selalu seratus persen,tetapi jelas terdapat persamaan-persamaan yang nyata,yang signifikan secara statistik.

c. Penelitian Pemerolehan Bahasa Kedua
Taylor (1975) meneliti serta menguji strategi-strategi transper dan penggeneralisasian yang berlebih-lebihan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua; Baiyley, Madden & Krashen (1974) mempertimbangkan pemprosesan siasat-siasat dalam morfem-morfem dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.
Torone, Cohen & Dunas (1976) melaporkan mengenai strategi-strategi komunikasi pada anak-anAk yang belajar Prancis sebagai kedua; Fillmore (1997) menganalisis strategi-strategi sosial dan kognitif para pembicara Spanyol yang belajar bahasa Inggris; dan Lightbown (1997) menyelidiki siasat-siasat bagi penghasilan bentuk-bentuk interogatif dalam bahasa Prancis sebagai bahasa kedua.

               Empat Paremeter Bidang Lingustik

      Ucapan/Ujaran
      Modal Bahasa
      Realitas Objektif
      Pembicara

               Enam Jenis Perilaku Berbahasa

      Designation - Penandaan
      Discursion - Peretakan
      Enunciation - pengucapan
      Mudulation - Pengaturan
      Dertimination - Penentuan
      Predication - penyebutan

               Tiga Tipe Siasat Pemerolehan Struktur Kasus

      Siasat Pragmatik
      Strategi Morfo-sintaksis
      Strategi Posisional
d. Proses Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri. Sehinnga yang menjadi tolak ukur pemerolehan bahasa kedua adalah bagaimana mempelajari bahasa.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.
  • Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
·         Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan memungut bahasa bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa. Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan dalam lima hal, yaitu pemerolehan:
1.      memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
2.      secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
3.      bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran mengetahui bahasa kedua,
4.      mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
5.      pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran menolong sekali.
Pandangan pemerolehan bahasa secara disuapi adalah pandangan kaum behavioristis yang diwakili oleh B.F. Skinner dan menganggap bahasa sebagai suatu yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Anak hanya merupakan penerima pasif dari tekanan lingkungan. Anak tidak memiliki peran aktif dalam perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan oleh lamanya latihan yang disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai bahasanya melalui peniruan. Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip pertalian stimulus respon.

Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
  • Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.
  • Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa Kedua
1.      Kemempuan bahasa
2.      Usia
3.      Stategi yang digunakan
4.      Motivasi
5.      Hubungan antara Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa Kedua
Ciri-ciri pemerolehan bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi, keseluruhan sintaksis, dan kebanyakan fonologi. Istilah pemerolehan bahasa kedua atau second language aqcuisition adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3 atau 4 tahun. Ada pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua orang dewasa.
Ada lima hal pokok berkenaan dengan hubungan pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalam pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan, sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan butir-butir tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa. Kedua, suatu ciri yang khas antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentu ada meskipun ada persamaan perbedaan di antara kedua pemerolehan. Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).

e. Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua
Ragam atau jenis pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima sudut pandangan, yaitu berdasarkan bentuk, urutan, jumlah, media, dan keasliannya. Dalam pengertiannya semua istilah itu ternyata hampir sama. Di dalam literatur keduanya sering dipakai berganti-ganti untuk maksud dan pengertian yang sama. Dalam bahasa satu tercakup istilah bahasa pertama, bahasa asli, bahasa ibu, bahasa utama, dan bahasa kuat. Dalam bahasa dua tercakup bahasa kedua, bukan bahasa asli, bahasa asing, bahasa kedua, dan bahasa lemah. Masih ada beberapa istilah lagi yaitu bahasa untuk komunikasi luas, bahasa baku, bahasa regional, bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa modern, dan bahasa klasik.
Ditinjau dari segi bentuk ada tiga pemerolehan bahasa yaitu pemerolehan bahasa pertama yaitu bahasa yang pertama diperoleh sejak lahir, pemerolehan bahasa kedua yang diperoleh setelah bahasa pertama diperoleh, dan pemerolehan-ulang, yaitu bahasa yang dulu pernah diperoleh kini diperoleh kembali karena alasan tertentu. Ditinjau dari segi urutan ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.
Ditinjau dari segi jumlah ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan satu bahasa (di lingkungan yang hanya terdapat satu bahasa secara luas), dan pemerolehan dua bahasa di lingkungan yang terdapat lebih dari satu bahasa yang digunakan secara luas).
Ditinjau dari segi media dikenal pemerolehan bahasa lisan (hanya bahasa yang diucapkan oleh penuturnya), dan pemerolehan bahasa tulis (bahasa yang dituliskan, oleh penuturnya). Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan dikenal pemerolehan, bahasa asli (merupakan alat komunikasi penduduk asli), dan pemerolehan bahasa asing (bahasa yang digunakan oleh para pendatang atau bahasa yang memang didatangkan untuk dipelajari). Ditinjau dari segi keserentakan atau keberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa) dikenal pemerolehan (dua bahasa) serentak dan pemerolehan dua bahasa berurutan.
Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu prospensity (kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), dan acces (jalan masuk) ke bahasa.
Pemerolehan Bahasa Kedua
  1. Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.
  2. Pengenalan/penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar.
  3. Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.
  4. Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.
  5. Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau dalam waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa Kedua (B2) didapat pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.
  6. Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama, Bahasa Kedua dipelajari melalui proses belajar formal; jika didapat di lingkungan Bahasa Kedua, Bahasa Kedua didapat melalui interaksi tidak formal, melalui keluarga, atau anggota masya-rakat Bahasa Kedua.
Empirisme Dalam Teori Belajar B2
1.      Teori belajar behavioris bersifat empiris, didasarkan atas data yang dapat diamati.
2.      Kaum behavioris berpendapat bahwa proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang.
3.      Kaum behavioris menganggap bahwa proses belajar bahasa adalah sebagian saja dari proses belajar pada umumnya.
4.      Menurut kaum behavioris manusia tidak memiliki potensi bawaan untuk belajar bahasa.
5.      Kaum behavioris berpendapat bahwa pikiran anak merupakan tabula rasa (kertas kosong) yang akan diisi dengan asosiasi antara S dan R.
6.      Menurut pandangan mereka semua perilaku merupakan respons terhadap stimulus. Perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.
7.      Belajar adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respons yang berulang-ulang. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengkondisian.
8.      Pengkondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S dan R.
9.      Bahasa manusia merupakan suatu sistem respons yang canggih yang terbentuk melalui pengkondisian operant/belajar verbal (bahasa).
Rasionalisme dalam Teori Belajar B2
1.      Teori belajar bahasa yang termasuk aliran rasionalisme ialah teori tata bahasa universal, teori monitor dan teori kognitif.
2.      Teori tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen gramatikal atau prinsip-prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa manusia.
3.      Prinsip-prinsip di atas merupakan hasil perangkat pemerolehan bahasa (LAD) yang mencakup prinsip-prinsip universal substantif dan prinsip universal formal.
4.      Menurut Chomsky prinsip universal “ditemukan” oleh anak membentuk “tata bahasa inti” yang sama dalam semua bahasa. Di samping tata bahasa inti di dalam bahasa, ada tata bahasa “periferal” yang tidak ditentukan oleh tata bahasa universal.
5.      Krashen mengemukakan model belajar yang disebut “model monitor” yang mencakup 5 hipotesis, yaitu hipotesis perbedaan pemerolehan dan proses belajar bahasa, hipotesis tentang urutan alamiah pemerolehan struktur gramatikal, hipotesis monitor, hipotesis masukan, dan hipotesis saringan.
6.      Menurut Krashen, belajar hanya dapat berfungsi sebagai monitor bila disertai dengan kondisi yang memadai.
7.      Melalui pemerolehan yang terjadi di bawah sadar anak-anak mendapatkan intuisi bahasa (rasa bahasa), yang tidak diperoleh melalui proses belajar terutama pada tahap awal.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemerolehan bahasa berbedadengan pembelajaran bahasa. Menurut Sofa (2008) bahwa orang dewasa mempunyai duacara yang berbeda mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.

  1. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak.Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi. 

  1. Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan  belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanyadapat mempelajarinya. Namun, pada dasarnya Orang-orang dewasa juga dapatmemanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yangdipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat padaorang dewasa.

Selain pembedaan pemerolehan dan pembelajaran yang dikemukakan di atas,Sofa (2008) juga memberikan batasan pembedaan pada pemerolehan dan pembelajaran dalam lima hal sebagai berikut.
  1. pemerolehan: memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama,seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secaraformal, 
  2. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
  3. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaranmengetahui bahasa kedua,
  4. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
  5. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaranmenolong sekali.

Terdapat dua cara pemerolehan bahasa kedua, yaitu pemerolehan bahasa keduasecara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.

Pertama, pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudahdipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategiyang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagisiswanya.

Kedua, pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasakedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa keduadengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiahatau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Keberhasilan belajar bahasa kedua, menurut Steinberg (2001:238), dipengaruhioleh strategi yang digunakan pembelajar, yakni (1) verifikasi, adalah mengecek apakahhipotesis mereka tentang bahasa tersbut benar, (2) pemrosesan induktif, yakni menyusunhipotesis tentang bahasa kedua dengan dasar pengetahuan mereka pada bahasa pertama,(3) alasan deduktif, yakni menggunakan logika umum dalam memecahkan masalah, (4) praktik, yakni kegiatan mengulang, berlatih, dan menirukan, (5) memorasi ataumengingat, yakni strategi mnemonic dan pengulangan untuk tujuan menguatkan penyimpanan dan pengambilan (storage and retrieval), (6) monitoring, yakni beranimembuat kesalahan dan memberi perhatian pada bagaimana pesan diterima oleh petutur.
Sofa (2008) mengemukakan lima strategi pemerolehan bahasa seperti berikut ini.
  1. Gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran bahasa, Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata(PUR) sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Penggunaan pemahamannonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkan hubungan-hubunganmakna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amat persuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak. 
  2. gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki,topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifatatas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk).
  3. anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengandemikian menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yangseakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakuplebih banyak kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terimakasih, jangan begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa(terutama sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satumemperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yangsatu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi.

  1. amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna.Strategi ini baik diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akanmengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling berhubungan.
  2. ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yangAnda inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun danmemperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Suatu pola yang menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.

f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Kedua

Keberhasilan pembelajaran bahasa kedua dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu:
Pertama, faktor motivasi. Belajar bahasa yang dilandasi oleh motivasi yang kuat, akan memperolehhasil yang lebih baik. Motivasi, dalam perspektif ini meliputi dorongan, hasrat, kemauan,alasan, atau tujuan yang menggerakkan seseorang untuk belajar bahasa. Motivasi berasaldalam diri individu, yang dapat digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasiinstrumen. Motivasi integratif berkaitan dengan keinginan untuk menjalin komunikasidengan penutur, sedangkan motivasi instrumen mengacu pada keinginan untuk memperoleh prestasi atau pekerjaan tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan, meliputi lingkungan formal dan informal.Lingkungan formal adalah lingkungan sekolah yang dirancang sedemikian rupa, artifisial, bagian dari pengajaran, dan diarahkan untuk melakukan aktivitas yang berorientasikaidah (Krashen, 2002). Lingkungan informal adalah lingkungan alami dan natural yangmemungkinkan anak berinteraksi dengan bahasa tersebut. Menurut Dulay (1982), lingkungan informal, terutama teman sebaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam  proses pemerolehan bahasa. Selain itu, lingkungan yang diperkaya pun sangat membantuanak menguasai bahasa. Tersedianya materi-materi cetak, buku-buku bergambar, dan media-media yang setiap saat dapat dilihat anak merupakan bagian dari lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia. Anak-anak, menurut Lambert (1972) memiliki peluang untuk mahir belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis berbahasa (Allan &Paivio, 1981). Dalam hal pelafalan, anak-anak memiliki peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun aturan berbahasa harus mereka bangun secara natural (Brewer, 1995).
Keempat, adalah kualitas pajanan. Materi pembelajaran yang dipajankan secaranatural memberikan makna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Di lain pihak, pajanan yang disajikan secara formal membuat anak menguasai kaidah secara relatif cepat, meskipun mungkin mereka tidak dapat mengeskpresikan penguasaannya dalamkomunikasi yang natural (Ellis, 1986).
Kelima, adalah bahasa pertama. Jika bahasa pertama memiliki kedekatan kekerabatan dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan mengembangkan kompetensinya. Meskipun demikian, kemungkinan percampuran kode lebih mudahterjadi, sebagaimana banyak ditemukan percampuran kode dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh, 2003).
Keenam, adalah faktor intelligensi. Walaupun belum terbukti secara akurat dan bertentangan dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat kecerdasan anak mempengaruhi kecepatan pemerolehan bahasa keduanya. Menurut Lambert, anak-anak  bilingual memiliki performansi yang secara signifikan lebih baik daripada anak-anak monolingual, baik pada tes inteligensi verbal maupun nonverbal (Lambert, 1981)
g. Dimensi Pemerolehan Bahasa Kedua
               Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu propensity (“kecendrungan”),langue fakulty (“kemampuan berbahasa”) dan aces (“jalan masuk”).
Enam Dimensi Pemerolehan bahasa Kedua
Propensity “kecenderungan”
End state “keadaan akhir” atau “tujuan akhir”
Tempo “kecepatan”
Structure “struktur”
Acees “jalan masuk”
Language fakulty “kemampuan berbahasa”

               Empat Komponen Kecendrungan
Education “Pendidikan”
Communicative needs “Kebutuhan komunikatif”
Antitude “ Sikap”
Sosial Integration “Integrasi sosial”

               Tujuh Teori PB2
Model Akulturasi
Teori Neurofungsional
Hipotesia Universal
Model Kompetensi Variabel
Model Monitor
Teori Wacana
Teori Akomodasi

               Situasi Belajar Yang “Baik”
Tingkat sosial kelompok BS = B2 (BS = bahasa sasaran)
Pertimbangan Kel. B2 tetap pada BS selalu
Kelompok B2 dan BS bersikap positif
Kebudayaan kelompok B2 sama sebangun dengan kebudayaan kelompok BS
Kelompok B2 kecil dan tidak begitu konesif
Kelompok BS dan B2 megirimkan : B2 akan berasimilasi
Faktor Psikologis Belajar B2
Ego boundries “batas-batas kakuan”
Motivion “dorongan; motivasi”
Culture shoch “goncangan budaya”
Langue shock “gonsangan bahasa”

               Tiga Fungsi Bahasa
Fungsi komunikatif
Fungsi ekspretif
Fungsi integratif

K. Salah Pengertian Mengenai Pemerolehan Bahasa.
Peribahasa mengatakan bahwa dari perbedaan pendapat akan terpancarlah kiat kebenaran. Disamping perbedaan pendapat sering juga terjadi salah pengertiaan, salah paham atau misconception mengenai pemeroehan bahasa. Pengetahuan ilmiah terdiri dari sekumpulan pernyataan yang bersifat kemungkinan, yang beberapa diantaranya dianggap lebih benar diantara yang lain-lainnya.
Barry Mclaughlin dari Universitas California Santa Cruz pernah membahas serta menguji pernyataan-pernyataan yang kerap kali sudah diterima sebagai yang terbukti,tetapi seakanakan mungkin lebih besar salahnay daripada benarnya. Pembahasannya pada enam jenis pernyataan yaitu:
Proposisi 1:      anak kecil memperoleh bahasa lebih cepat dan mudah daripada orang dewasa karena secara biologis sang anak diprogramkan memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa tidak. Lenberg (1967) mengemukakan bahwa alasan bagi kelenturan otak ini berkaitan dengan kenyataan bahwa otak sang anak tidak seluruh dilaterisasikan terhadap fungsi bahasa, sedangkan otak orang dewasa memang begitu.

Proposisi 2: semakin kecil sang anak, semakin terampil dia dalam pemerolehan
bahasa kedua.

Proposisi 3: pemerolehan bahasa kedua merupakan proses yang berbeda secara
kualitatif daripada pemerolehan bahasa pertama. Dulay dan Burt (1973) menemukan bahwa anak-anak yang berbahasa ibu bahasa cina dan spanyol memperoleh morfem-morfem (fungtor) bahasa inggris daam urutan yang sama, walaupun susunan pemerolehan sangat berbeda dengan bahasa pertama sang anak.

Proposisi 4: interferensi antara bahasa pertama dan bahasa kedua merupakan bagian yang tidak terilai serta ada dimana-mana pada upaya belajar bahasa kedua. Prator 1969 mengemukakan interferensi antara bahasa-bahasa sebagai factor yang jelas mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua sebagai penjelasan tambahan yang tidak dapat diterima.
Proposisi 5:  ada jalan tunggal menuju pemerolehan bahasa kedua pada masa kanak-kanak.

Proposisi 6: pengalaaman kedwibahasaan dini secara positif atau negatif mempengaruhi perkembangan bahasa sang anak, perkembangan pemanfaatan kognitif dan perkembangan intelektual.

Bilingualisme dapat menunda perkembangan leksikal dan sintaksis anak kecil dalam perbandingan dengan para pembicara monolingual atau ekabahasa. Jadi anak-anak bilingual melakukannya lebih baik daripada anak-anak monolingual mengenai ergantian tugas pergantian kata yang menuntut pelanggaran pengertian sang anak bahwa gagasan yang sama dapat mempunyai sarana realisasi formal yang berbeda-suatu konsekuensi yang mempunyai jalan masuk kepada dua bahasa.
Pengaruh-pengaruh bilingualisme mungkin berbeda bagi para dwibahasawan belakangan.maksudnya anak-anak yang menjadi dewasa belajar dua bahasa secara serentak mungkin mengalami konsekuensi kognitif dari kedwibahasaan mereka yang agak berbeda dengan yang dialami oleh anak-anak yang belajar kedua setelah bahasa pertama mantap.
 
L. Sistem Penunjang Dan Sarana Pemerolehan Bahasa
Komponen yang paling mendasar dan fundamental dari system penunjang pemerolehan bahasa adalah bahwa system ini menyediakan kesempatan para pelajar bahasa yang mudah untuk mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Kesempatan berkomunikasi terlihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa hanya sedikit atau jarang sekali insane yang gagal memperoleh bahasa.

M. Sejarah Singkat Telaah Pemerolehan Bahasa
Hari penciptaan pertama dan kedua: Tersingkapnya rahasia tata bahasa transformasional secara negatif. Pada hari pertama sang dewasa menciptakan Chomsky pada hari kedua Chomsky tanpa bantuan sang dewasa menciptakan tata bahasa transformasional generative.
Hari ketiga: Pemerolehan bahasa sebagai pemerolehan sintaksis. Pada hari ketiga Miller muncul dan memperkenalakan kepada para psikolog lembaran-lembaran yang bertuliskan pokok-pokok masalah tata bahasa generatif.
Hari keempat: Penyatuan kembali semantic ke dalam bahasa anak. Pada hari keempat Blom memasukan semantic ke dalam telaah pemerolehan bahasa. Bukan hanya bentuk tetapi isi ucapan dini anak-anak diteliti dengan sangat cermat.
Hari kelima: Pendekatan fungsional social pada pemerolehan bahasa. Pada hari kelima pragmatic atau fungsi tanda-tanda dalam konteks menyebabkan pmerolehan bahasa dianggap sebagai yang tercangkup dalam konteks social dan cultural.
Hari keenam: Hari kebangkitan kembali pendekatan formal dan nativisme. Pada hari keenam penekatan formal dan nativisme bangkit kembali, sebagian sebagai pukulan terhadap arah yang banyak sekali yang harus ditempu dalam pemerolehan bahasa.
Hari ketujuh: Hari peristirahatan dan penghakiman. Pada hari ketujuh setelah capek bergumul dan keluar dari perjuangan teoritis, maka para peneliti beristirahat dan bercermin dari segala sesuatu yang telah dilakukan dalam bidang penciptaan pemerolehan bahasa.

N. Akulturasi Bahasa
Akulturasi bahasa adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai bahasa yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebahasaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya
Pemerolehan bahasa dapat menimbu;lkan akulturasi bahasa, misalnya akulturasi bahasa pertama oleh pemerolehan bahasa kedua, akulturasi bahasa kedua oleh pemerolehan bahasa ketiga, dlll. Secara singkat akan kita bahas sedikit mengenai akulturasi bahasa Indonesia oleh bahasa asing.

a. Kedudukan Bahasa Indonesia
Secara Yuridis, bahasa Indonesia ditetapkan secara resmi sebagai bahasa nasional pada tanggal 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai lambang identitas nasional, lambang kebanggaan nasional, alat pemersatu bangsa dan alat komunikasi antarsuku bangsa. Sedangkan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa administrasi negara, bahasa pengantar di lembaga pendidikan dan sebagai alat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Di Indonesia, bahasa Indonesia sudah diajarkan pada anak-anak sejak dini. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu. Bahasa Indonesia dapat dipelajari di bangku sekolah. Hal ini bertujuan agar seluruh lapisan masyarakat dapat menguasai bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia mengalami penyempurnaan seiring perkembangan zaman. Penyempurnaan bahasa Indonesia baik dari segi ejaan, kosa kata, sampai pada arahan penggunaannya dalam komunikasi. Berbagai macam upaya dilakukan dalam meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia, salah satunya melalui kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Harapan utama dari kegiatan tersebut adalah masyarakat Indonesia mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Adanya interaksi dengan negara-negara asing mendorong masyarakat dalam beradaptasi, baik dari segi budaya maupun bahasa. Masuknya budaya dan bahasa asing atau yang disebut akulturasi memberikan dampak yang luas bagi perkembangan bahasa Indonesia. Dipungkiri maupun tidak, banyak kosa kata dalam bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari bahasa asing. Satu contoh bahasa asing yang mendapat posisi “istimewa” di Indonesia adalah bahasa Inggris. Masyarakat antusias dalam mempelajari dan menguasai bahasa internasional tersebut. Fenomena tersebut sebenarnya baik karena jika ditinjau dari kualitas penguasaan bahasa dapat dikatakan bahasa masyarakat mengalami peningkatan. Dalam konteks situasi semacam itu, masyarakat hanya dituntut dalam tetap menggunakan bahasa sesuai porsinya. Bahasa Indonesia harus tetap menjadi bahasa pengantar utama dalam komunikasi masyarakat Indonesia, sedangkan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya digunakan sebagai bahasa sampingan yang digunakan ketika benar-benar diperlukan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus tetap dijaga eksistensi penggunannya, karena bahasa Indonesia merupakan jati diri bangsa Indonesia. Peningkatan martabat bangsa dapat dilakukan, salah satunya dengan cara menggunakan bahasa Indonesia secara baik, dan benar.

b. Pengaruh Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia
Bahasa asing dalam konteks pembahasan ini adalah bahasa selain bahasa Indonesia dan selain bahasa daerah di Indonesia. Bahasa asing yang banyak memengaruhi bahasa Indonesia seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Portugis, dan bahasa Sansekerta. Masuknya bahasa asing atau yang disebut akulturasi bahasa memiliki pengaruh bagi perkembangan bahasa Indonesia.
Kosa kata yang digunakan dalam bahasa Indonesia banyak yang berasal dari serapan bahasa asing. Contoh: Bahasa Asal
Contoh Kata yang Diserap:
  • Bahasa Sanskerta agama, bahasa, cerita, cita, guru, harta, pertama, sastra, sorga, warta.
  • Bahasa Arab alam, adil, adat, daif, haram, haji, kitab, perlu, sah, subuh, hisab, madrasah, musyawarah.
  • Bahasa Belanda pipa, baut, kaos, pesta, peluit, setir, brankas, balok, pelopor, dongkrak, nol, bom, saku.
  • Bahasa Inggris kiper, kornel, tim, gol, final, tes, organisasi, proklamasi, legal, administrasi, stop.
  • Bahasa Cina loteng, kue, kuah, teh, cengkeh, cawan, teko, anglo, toko, tauco.
  • Bahasa Portugis meja, kemeja, gereja, bendera, peluru, almari, mentega, roda, lentera, armada, paderi.

Keseluruhan kata-kata tersebut menjadi kosa kata bahasa Indonesia melalui proses adaptasi sehingga sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Akulturasi bahasa asing sudah berlangsung lama dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pada era globalisasi ini kekhawatiran terhadap pengaruh masuknya unsur-unsur asing terhadap bahasa Indonesia perlu diminimalisir. Yang perlu dicermati adalah penagaruh asing tersebut harus diarahkan pada perkembangan yang positif terhadap bahasa Indonesia. Dengan kata lain, akulturasi bahasa asing membuat bahasa Indonesia menjadi kaya akan kosa kata baru. Bahasa yang belum ada dalam bahasa Indonesia dapat diadopsi dari bahasa asing.



c. Upaya Menyikapi Akulturasi Bahasa Asing agar Tidak Mengubah Karakter Bangsa melalui             Bahasa Indonesia.
Adanya Proses akulturasi bahasa merupakan proses yang wajar terjadi dalam dinamika komunikasi global. Proses saling memengaruhi dan dipengaruhi akan terus terjadi dalam pergaulan antarbangsa secara simultan dan terus-menerus. Kearifan zaman-lah yang akan menjadi filter utama dalam menilai apakah proses akulturasi bahasa itu sesuai dengan karakteristik bangsa dan pola pikir masyarakat atau tidak. Dalam konteks kebahasaan, proses akulturasi tidak bisa ditolak sepenuhnya. Bahasa Indonesia tidak bisa selamanya menutup diri dari pengaruh bahasa asing. Fakta justru membuktikan bahwa kosakata bahasa Indonesia menjadi kaya karena sentuhan pengaruh bahasa asing yang secara perlahan-lahan mengalami proses adaptasi sehingga istilah serapan tidak lagi terkesan sebagai sesuatu yang asing.
Seiring dengan peran bangsa Indonesia di tengah kancah perubahan global, bahasa Indonesia idealnya semakin terbuka, lentur, dan adaptif terhadap istilah-istilah asing. Kesalahan yang terkadang dilakukan masyarakat Indonesia adalah terlalu terbiasa dengan bahasa asing, sehingga melupakan bahasa yang sebenarnya asli bahasa Indonesia. Contohnya:
  • Kata relative (sering dituturkan sebagai relatif), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanannya dengan kata nisbi.
  • Kata consistent (sering dituturkan sebagai konsisten), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata panggah.
  • Kata effective (sering dituturkan sebagai efektif), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata mangkus.
  • Kata efficient (sering dituturkan sebagai efisien), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata sangkil.
Dalam konteks demikian agar perkembangan bahasa Indonesia lebih dinamis di tengah perubahan global diperlukan sikap selektif dalam menjaring kata-kata padanan. Tidak semua kata serapan dari bahasa asing “dipaksakan” dicarikan kata padanan dalam bahasa Indonesia kalau pada kenyataannya kata padanan tersebut terasa lebih “asing”. Akulturasi bahasa asing memberikan manfaat dan juga dampak bagi perkembangan bahasa Indonesia, khususnya berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri dan kebanggaan masyarakat dalam menggunakan bahasa.
Maraknya penggunaan bahasa asing dalam komunikasi yang dilakukan masyarakat Indonesia memancing ketakutan dan kontroversi dari berbagai pihak. Kehilangan karakteristik bangsa Indonesia merupakan salah satu kekhawatiran terbesar. Oleh karena itu, agar bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa yang bermartabat di kancah nasional maupun Internasional, perlu adanya tindakan dari masyarakat Indonesia.

1. Menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing secara Proporsional
Penggunaan bahasa secara proporsional merupakan kunci utama terjadinya kesesuaian dalam penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa secara proporsional yang dimaksudkan adalah menggunakan bahasa sesuai tempat, konteks, dan porsinya.
Contoh:
  • Jika berbicara dalam forum resmi sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia yang resmi atau sesuai kaidah. Jika dalam forum tidak terdapat orang asing atau warga dari negara lain dalam jumlah besar, maka bahasa Indonesia dapat dipilih sebagai bahasa dalam komunikasi.
  • Jika berbicara pada forum resmi yang dihadiri berbagai kalangan, termasuk warga asing maka bahasa Indonesia dapat dikombinasikan dengan bahasa asing, namun komposisi pemakaiannya harus sesuai.
  • Jika berbicara dalam suasana santai, antarsebaya dan bukan pada konteks resmi, bahasa yang digunakan boleh “gado-gado”, mengingat bahwa di Indonesia juga terdapat bahasa daerah yang juga harus dilestarikan. Masyarakat Indonesia akan terkesan berwibawa apabila dapat menempatkan diri dengan bahasanya sesuai situasi. Bahasa Indonesia juga akan tetap bermartabat karena digunakan dengan baik dan benar.

2. Meningkatkan Pemakaian Bahasa Indonesia secara Baik dan Benar
Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar merupakan arahan yang dikeluarkan Pusat Bahasa melalui Balai Bahasa, pakar bahasa, dan media massa. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat memakai bahasa Indonesia secara tertib.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan), sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, istilah, dan tata bahasa). Jadi, pengertian penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai situasinya dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Berdasar pengertian tersebut, dua syarat utama yang harus dipenuhi pemakai bahasa Indonesia agar disebut baik dan benar adalah memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi. Seseorang yang menggunakan bahasa baku dalam situasi resmi dan menggunakan ragam tidak baku dalam situasi tidak resmi disebut orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar; karena sesuai dengan fungsi dan situasinya.
Arahan dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dikonotasikan sebagaian masyarakat membuat kesan lebih kaku. Konotasi semacam ini harus segera diantisipasi dengan berbagai arahan atau pembinaan karena adanya sikap positif para pemakai bahasa Indonesia adalah kunci utama keberhasilan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Sikap positif pemakai bahasa mengandung tiga ciri pokok, yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong masyarakat dalam mempertahankan kemandirian bahasanya. Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong orang atau sekelompok menjadikan bahasanya sebagai identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakan dengan yang lain. Sedangkan kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korek, santun dan layak. Kesadaran demikian merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku tutur. Sikap tidak ada gairah dalam mempertahankan kemandirian bahasanya, mengalihkan kebanggaan kepada bahasa lain yang bukan miliknya dan sikap tidak memelihara cermat bahasa dan santun bahasanya harus dicegah karena akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.

3. Menjaga Karakteristik Bangsa Indonesia melalui Bahasa Indonesia
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, ras, bahasa, dan budaya yang menyebar ke seluruh nusantara. Salah satu keragaman tersebut disatukan melalui bahasa. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai identitas nasional, lambang kebanggaan nasional, alat pemersatu bangsa, dan alat komunikasi antarsuku bangsa.
Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia memiliki karakteristik yang menjadi cerminan realitas kehidupan bernegara. Karakter sebuah bangsa merupakan merupakan jatidiri, nilai dan norma kehidupan yang menjadi landasan berpikir dan bertindak suatu bangsa. Karakter suatu bangsa juga menjadi cerminan dari karakter individunya. Indonesia di kenal dunia sebagai bangsa yang berkarakter santun, ramah dan penyabar. Hal itu terlihat jelas dalam prilaku dan tindakan serta bahasa keseharian rakyat Indonesia.
Karakter bangsa Indonesia menurut Susilo Bambang Yodohyono pada sambutan seusai dilantik sebagai Presiden RI ke-7 pada 20 Oktober 2009 adalah
“Kita harus menjaga jati diri kita, ke-Indonesia-an kita. Hal yang membedakan bangsa kita dengan bangsa lain di dunia adalah budaya kita, way of life kita dan ke-Indonesia-an kita. Ada identitas dan kepribadian yang membuat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak mudah goyah. Keindonesiaan kita tercermin dalam sikap pluralisme atau ke-Bhineka-an, kekeluargaan, kesantunan, toleransi, sikap moderat dan keterbukaan, serta rasa kemanusiaan. Hal-hal inilah yang harus kita jaga, kita pupuk, kita suburkan di hati sanubari kita dan di hati anak-anak kita. Inilah modal krusial yang paling berharga”.
Perubahan karakter suatu bangsa bisa terjadi karena merupakan kesepakatan bersama dari seluruh elemen bangsa itu sendiri, tapi bisa juga terjadi karena adanya pengaruh masuknya nilai-nilai dari luar ataupun hilangnya kesadaran suatu bangsa akan karakter bangsanya sendiri. Perubahan ini dapat berdampak positif tapi bisa juga berdambak buruk terhadap perkembangan jati diri, nilai-nilai, serta norma kehidupan yang dimiliki oleh suatu bangsa.
Pembentukan karakter bangsa Indonesia salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas bahasa. Bahasa menjadi cerminan dari nilai-nilai yang di anut oleh suatu masyarakat. Bahasa juga menggambarkan karakter suatu bangsa. Pepatah bijak mengatakan “Bahasa mencerminkan bangsa” dan “Sastra dapat memperhalus jiwa”. Hal ini benar adanya karena memiliki karakter yang santun maka bahasa akan sejalan. Bahasa yang santun mencerminkan keadaan masyarakat saat itu. Memperbaiki penilaian orang atau bangsa lain terhadap bangsa Indonesia bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas bahasa. Cerminan kualitas bahasa Indonesia akan baik bila menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
  1. Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi.
  2. Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
  3. Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa kedua lainnya. Maksudnya adalah pemerolehan bahasa selain dari bahasa ibunya.
  4. Akulturasi bahasa adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai bahasa yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebahasaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya

B. Saran
  1. Kita harus bisa memahami konsep pemerolehan bahasa guna memahami bagaimana bahasa yang kita ketahui sekarang bisa kita peroleh.
  2. Walaupun kita bisa memperoleh bahasa lebih dari satu bahasa tetapi kita harus bisa menghindarkan pemerolehan bahasa yang mengakibatkan akulturasi bahasa yang bersifat negatif.

Daftar Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.Bandung: Angkasa.
Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Muslich, Masnur dan Suparno. 1988. Bahasa Indonesia: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangannya. Bandung: Jemmars.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.

Website: www.google.com
               www.wikipedia.com
               www.kamusbahasaindonesia.com
http://lenterahati.web.id
http://id.hicow.com
            dan situs jejaring sosial lainnya





1 komentar: