Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
terselesaikannya makalah ini yang berjudul Pemerolehan Bahasa dan Kaitannya Dengan
Akulturasi Bahasa. Karena tanpa restu dan urapan tanganNya sudah barang
tentu penulis tak mampu menyelesaikan makalah ini dengan kekuatan sendiri.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terkait dalam
penyelesaian makalah ini, terutama kepada Bapak Drs. Yusni Khairul Amri, M.HUM
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan tema dan bimbingan terkait
pengerjaan makalah ini. Begitu juga kepada pihak yang saya jadikan sumber acuan
pembuat makalah ini seperti para penulis yang buku beliau-beliau saya gunakan
dan juga kepada rekan-rekan dunia maya yang telah saya kunjungi blognya melalui
situs jejaring sosial www.google.com. Bila
ada kekurangan saya yang bersifat plagiat, saya sebagai penulis meminta maaf
yang sebesar-besarnya.
Dalam makalah ini saya bahas mengenai pemerolehan bahasa, pemerolehan bahasa
pertama dan kedua, dan akultuirasi bahasa.
Saya sebagai penulis mengetahui betul masih banyak sekali kesalahan yang
terdapat dalam tulisan makalah ini karena saya masih seorang pelajar dan pemula
dalam tulis-menulis yang masih jauh dari baik dan banyak kekurangan. Penulis
meminta maaf dan mengharapkan betul kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak yang membaca guna kemajuan dan kebaikan makalah ini ke depannya. Terutama
dari dosen pembimbing saya Bapak Drs. Yusni Khairul Amri, M.HUM.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna menyelesaikan tugas
semester 1 STKIP TAPANULI SELATAN mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia yang
dibebankan oleh dosen mata kuliah tersebut di atas.
Pinangsori, Januari 2012
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan setiap orang tentu saja tidak
terlepas dari bahasa. Pertama kali seorang anak memperoleh bahasa yang
didengarkan langsung dari sang ibu sewaktu anak tersebut terlahir ke dunia ini.
Kemudian seiring berjalannya waktu dan seiring pertumbuhan si anak maka ia akan
memperoleh bahasa selain bahasa yang diajarkan ibunya itu baik bahasa kedua,
ketiga ataupun seterusnya yang disebut dengan akuisisi bahasa (language acquisition) tergantung dengan lingkungan sosial dan tingkat kognitif
yang dimiliki oleh orang tersebut melalui proses pembelajaran.
Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang
sangat menajubkan terlebih dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang
dimiliki langsung oleh anak tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa
tersebut kepada seorang anak (Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon ujaran
ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan sekitar terlebih adalah ujaran
ibuya yang sangat sering didengar oleh anak tersebut.
Dalam proses perkembangan, semua anak manusia
yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan perkataan
lain setiap anak yang normal atau pertumbuhan yang wajar, memperoleh suatu
bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun
pertama kehidupan di dunia ini. Walaupun tidak disangkal adanya kekecualian misalnya
secara fisiologis (tuli) ataupun alasan-alasan lain. Peranan PB1 merupakan
sesuatu yang negative terhadap PB2. Dengan perkataan lain, PB1 mendapat angina
untuk turut campur tangan dalam belajar PB2, seperti adanya ciri-ciri PB1 yang
ditransfer ke dalam PB2.
Oleh karena itu, maka masalah pemerolehan
bahasa akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
- Apa itu pemerolehan bahasa?
- Apa dan bagaimana pemerolehan bahasa pertama?
- Apa dan bagaimana pemerolehan bahasa kedua?
- Bagaimana peranan bahasa pertama terhadap pemerolehan bahasa kedua?
- Apa itu akulturasi dan bagaimana pemerolehan bahasa mengakibatkan akulturasi bahasa?
C. Manfaat dan
Tujuan
- Memberikan pemaparan mengenai pemerolehan bahasa kepada masyarakat pembaca.
- Memberikan pemaparan mengenai pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
- Memberikan pemaparan bagaimana pemerolehan bahasa berdampak pada akulturasi bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akuisisi Bahasa (Pemerolehan Bahasa)
Pemerolehan bahasa (language
acquisition)
adalah proses manusia
mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis,
fonetik,
dan kosakata
yang luas. Bahasa
yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan
atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya
merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap
bahasa ibu
mereka serta pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan
oleh anak-anak atau orang dewasa.
Semua manusia yang sehat, berkembang secara
normal, belajar menggunakan bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa atau
bahasa yang ada disekitarnya bahasa
manapun yang mereka terima secara penuh selama masa kanak-kanak.
Perkembangannya secara esensial sama antara anak-anak yang mempelajari bahasa isyarat
atau bahasa suara. Proses
belajar ini dikenal dengan akuisisi bahasa pertama, karena tidak seperti
pembelajaran lainnya ia tidak membutuhkan pembelajaran langsung atau kajian
secara khusus. Dalam The Descent of Man
naturalis Charles Darwin menyebut proses tersebut dengan,
"keinginan insting untuk memperoleh suatu seni".
Akuisisi bahasa pertama berlangsung regular
secara bertahap, walaupun terdapat berbagai variasi dalam waktu untuk
tingkatan-tingkatan tertentu diantara bayi yang berkembang secara normal. Sejak
lahir, bayi merespon lebih mudah pada suara manusia daripada suara lainnya. Sekitar
umur satu bulan, bayi tampak telah dapat membedakan antara suara bicara yang berbeda.
Sekitar umur enam bulan, seorang anak mulai mengoceh, menghasilkan suara bicara dari
bahasa yang digunakan disekitarnya. Perkataan mulai muncul pada umur 12 sampai
18 bulan; rata-rata perbendaharaan kata bayi berumur 18 bulan
adalah sekitar 50 kata. Pengucapan pertama anak adalah berbentuk Holofrase (secara harfiah
"keseluruhan kalimat"), pengucapan yang hanya menggunakan satu kata
untuk mengkomunikasikan seluruh ide. Beberapa bulan setelah anak menghasilkan
kata-kata, ia akan menghasilkan pengucapan dengan dua kata, dan dalam beberapa
bulan lebih mulai berbicara telegrafis, kalimat
singkat yang kurang kompleks secara tatabahasa
daripada orang dewasa bicara, tetapi memperlihatkan struktur sintaks reguler.
Pada umur tiga sampai lima
tahun, kemampuan anak untuk berbicara dan berisyarat yang halus yang hampir
mirip dengan bahasa dewasa.
B. Konsep Pemerolehan
Bahasa
Dari proses pemerolehannya, bahasa bisa dipilah menjadi bahasa ibu atau
bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Penamaan bahasa ibu dan bahasa
pertama mengacu pada sistem linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu
adalah adalah bahasa yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibunya
atau dari keluarga yang memeliharanya. Biasanya bahasa ibu sama dengan bahasa
daerah orang tuanya. Akan tetapi pada masa sekarang, banyak orang tua yang
berbicara dengan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak menggunakan bahasa
daerah asal kedua orang tuanya sehingga bahasa Indonesia itulah yang dikuasai anak
, maka bahasa Indonesia itu walaupun bukan bahasa daerah ibu atau bapaknya,
adalah bahasa ibu anak tersebut.
Bahasa ibu lazim disebut bahasa
pertama, karena bahasa itulah yang pertama dipelajari anak. Meskipun tidak
selalu bahasa pertama yang dikuasai anak sama dengan bahasa pertama yang
dikuasai ibunya. Atau, si anak belajar bahasa pertama tidak dari ibunya tetapi
dari orang tua asuhnya.
Jika kemudian hari anak tersebut mempelajari bahasa lain, maka bahasa
lain tersebut disebut bahasa kedua. Tidak jarang seorang anak mempelajari
bahasa lainnya lagi sehingga ia bisa menguasai bahasa ketiga, maka bahasa
tersebut disebut bahasa ketiga. Begitu seterusnya.
Yang disebut bahasa asing akan
selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Istilah bahasa asing ini
sebenarnya lebih bersifat politis mengingat namanya diambil dari negara atau
bangsa lain pemilik bahasa tersebut. Dari sisi urutan pemerolehan, bahasa
Inggris bisa saja adalah bahasa kedua, bahasa ketiga, atau bahasa ke sekian.
Akan tetapi karena bahasa Inggris berasal dari negara asing menurut orang Indonesia,
maka istilah bahasa asing lebih populer digunakan untuk mengklasifikasikan
bahasa Inggris dibanding disebut bahasa kedua.
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia berkenalan dengan pembedaan
antara hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas pengetahuan dan keterampilan
dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan
hasil pengiring (nurturent effect ), serta nilai (value). Pelajaran
yang dapat dipetik dari konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari
apa yang diajarkan guru atau dipelajari siswanya. Hal tersebut sejajar dengan
munculnya pembedaan antara konsep pembelajaran(learning ) dan pemerolehan
(acquisition) bahasa.
Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik
ketika kita berbicara mengenai anak-anak dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa
pertimbangan, istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua
dipakai untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru, kurikulum,
alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan B1 semua itu tidak
ada. Ada fakta
lain bahwa dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar B2,
pebelajar sudah memiliki bahasa. Dengan "mesin" pemerolehan bahasa
yang dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi
ujaran-ujaran. Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak-anak akhirnya
mampu menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang
diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segeramasuk ke
dalam lingkungan sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau
guyup(community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung
didalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003).
Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang
berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999;Musfiroh, 2002)
Perbandingan Pembelajaran Bahasa dengan Pemerolehan Bahasa
Pembelajaran Bahasa
1.
Berfokus pada bentuk-bentuk bahasa
2.
Keberhasilan didasarkan pada penguasaan bentuk-bentuk bahasa
3.
Pembelajaran ditekankan pada tipe-tipe bentuk dan
struktur bahasa aktivitas dibawah perintah guru
4.
Koreksi kesalahan sangat penting untuk mencapai tingkat penguasaan
5.
Belajar merupakan proses sadar untuk menghafal
kaidah, bentuk, dan struktur
6.
Penekanan pada kemampuan produksi mungkin dihasilkan
dari ketertarikan pada tahap awal
Pemerolehan Bahasa
1.
Berfokus pada komunikasi penuh makna
2.
Keberhasilan didasarkan pada penggunaan bahasa
untuk melaksanakan sesuatu
3.
Materi ditekankan pada ide dan minat anak aktivitas
berpusat pada anak
4.
Kesalahan merupakan hal yangwajar
5.
Pemerolehan merupakan proses bawah sadar dan
terjadi melalui pemajanan dan masukan yang dapat dipahami anak
6.
Penekanan pada tumbuhnya kecakapan bahasa secara alamiah
Sofa (2008) juga mengemukakan bahwa proses anak mulai mengenal komunikasi
dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan
bahasa pertama (B1) pada anak terjadi bila anak yang sejak semula
tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan
bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk
bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian mengenai pemerolehan
bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak,
tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual
yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik
ditambahkan, bahwa pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya
dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan
ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara
otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan
dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’
yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti
kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan
kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan
bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur
yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak
itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang,
modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam
perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak. Selain aspek kognitif anak,
pemerolehan bahasa pertama juga memiliki hubunganyang erat dengan perkembangan
sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas
sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan
menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasamemudahkan anak
mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar- benar dapat
diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan
anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai
lain dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa melalui bahasa
khusus bahasa pertama(B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota
masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan,
keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap
ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota
masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gambling.
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba ( mendadak).
Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai
menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk
mencapai aneka tujuan sosial mereka. Sedangkan penertian lain perolehan bahasa
yaitu, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul
dari prestasi-prestasi mesin/motor, sosial, dan kognitif pra-linguistik (McCraw,
1987).
Berbicara mengenai pemerolehan
sesuatu bahasa, maka dengan kekecualian beberapa anak yang mengalami
gangguan/cacat, semua anak mempelajari paling sedikit satu bahasa. Hal inilah
yang membuat sejumlah linguis percaya bahwa kemampuan belajar bahasa paling
tidak sebagian berkaitan dengan program genetic yang memang khas bagi ras
manusia, maksudnya kemapuan bahasa sejak lahir. Pemerolehan bahasa anak-anak
dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian
kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata
yang lebih rumit (sintaksis).
C. Ragam Pemerolehan Bahasa
Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandang,
sebagai berikut:
a. berdasarkan bentuk:
a. berdasarkan bentuk:
F
pemerolehan bahasa pertama
F
perolehan
bahasa kedua
F
pemerolehan
bahasa ulang (Klein, 1986).
b. berdasarkan urutan:
F
pemerolehan bahasa pertama
F
pemerolehan bahasa kedua (Winits, 1981;
Stevens, 1984).
c. berdasarkan
jumlah:
F
pemerolehan satu bahasa
F
pemerolehan dua bahasa ( Gracia, 1983).
d. berdasarkan
media:
F
pemerolehan bahasa lisan
F
pemerolehan bahasa tulis (Freedman, 1985).
e. berdasarkan
keaslian:
F
pemerolehan bahasa asli
F
pemerolehan bahasa asing (Winits, 1981).
D. Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa
Urutan perkembangan pemerolehan bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Perkembangan Prasekolah
Dibagi lagi
atas:
1.
Perkembangan Pralinguistik
Ada
kecenderungan untuk menganggap bahwa perkembangan bahasa anak-anak mulai
tatkala dia mengatakan kata-pertamanya, yang menjadi tugas para ibu untuk
mencatatnya/merekamnya pada buku bayi anak tersebut. Tetapi riset bayi medorong
bahkan memaknai kita untuk menolak dugaan ini danmengakui fakta-fakta
perkembangan komunikasi sejak lahir.Dua jenis fakta yang dikutip oleh para
peneliti untuk menunjang teori pembawaan lahir mereka adalah:
(i)
kehadiran pada waktu lahir struktur-struktur yang diadaptasi dengan baik bagi
bahasa ( walaupun pada
permulaan tidak dipakai buat bahasa); dan
(ii)
kehadiran perilaku-perilaku sosial umum dan juga kemampuan-kemampuan khusus
bahasa pada beberapa bulan pertama
kehidupan.
2. Tahap Satu Kata
Merupakan suatu dugaan umum bahwa san anak pada satu
kata terus menerus berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang di dunia.
3.
Ujaran Kombinatori Permulaan
Perkembangan bahasa permulaan tiga orang anak dalam
jangka waktu beberapa tahun yang hasilnya bahwa panjang ucapan anak kecil
merupakan petunjuk atau indicator perkembangan bahasa yang lebih baik daripada
usia kronologis. (Brown (et all), 1973).
4. Perkembangan Interogatif
4. Perkembangan Interogatif
Ada
tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan pertanyaan, yaitu:
• pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
• pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
•
pertanyaan
menuntut INFORMASI
•
pertanyaan menuntut jawaban SALAH SATU
DARI YANG BERLAWANAN (atau “POLAR”).
5. Perkembangan Penggabungan Kalimat
5. Perkembangan Penggabungan Kalimat
Berikut beberapa contoh bagaimana cara menggabungkan
proposisi-proposisi itu:
• Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
• Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
Ini buku dan Ninon membacanya.
• Penggabungan
satu proposisi merupakan yang lebih unggul daripada yang satu lagi (yang menerangkan suatu nomina dalam proposisi
itu) :
(benda) yang Ninon baca itu adalah buku.
• Penggabungan
dua proposisi yang berstatus dalam kaitan waktu:
Waktu Ninon membaca buku itu, ada halaman
yang sobek.
• Penggabungan
dua proposisi yang berstatus tidak sama dalam hubungan sebab-akibat:
Ninon melem halaman buku itu karena sobek.
• Satu
proposisi mengisi “kekosongan” yang lainnya:
Kamu mengetahui bahwa Ninon membaca buku
sejarah. (Dari : Kami mengetahui “sesuatu”).
6. Perkembangan Sistem Bunyi
6. Perkembangan Sistem Bunyi
Terdapat
beberapa persesuaian perkembangan pemerolehan bunyi (periode pembuatan
pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama) :
*
periode vokalisasi dan prameraban
*
periode meraban
Clark dan Clark (1977)
menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan
orang dewasa dalam kenyataan bahwa:
• anak-anak mengenali makna-makna
berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata
yang mereka dengar.
• anak-anak menukar / mengganti ucapan
mereka dari waktu ke waktu mebuju ucapan orang dewasa
• apabila anak-anak mulai menghasikan segmen bunyi tertentu (seperti /s/, maka hal itu menyebar kepada kata-kata lain dalam pembendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata- kata yang tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.
• apabila anak-anak mulai menghasikan segmen bunyi tertentu (seperti /s/, maka hal itu menyebar kepada kata-kata lain dalam pembendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata- kata yang tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.
b. Perkembangan Masa Sekolah
Perkembangan bahasa pada masa-masa sekolah
terutama sekali dapat dibedakan dengan jelas dalam tiga bidang, yaitu:
• STRUKTUR
BAHASA, perluasan dan penghalusan terus-menerus mengeani semantik dan sintaksis (dan taraf yang lebih kecil,
fonologi).
• PEMAKAIAN
BAHASA, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa secara lebih efektif melayani aneka fungsi dala
situasi-situasi komunikasi yang beraneka ragam.
• KESADARAN
METALINGUISTIK, pertumbuhan kemampuan untuk memikirkan, mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai sandi atau
kode formal.
1. Struktur Bahasa
1. Struktur Bahasa
Pertumbuhan semantik sang anak berlangsung
terus-menerus karena pengalamannya bersambung dan meluas, yang tentu saja
mengandung pengertian bahwa sekolah mempunyai peranan yang sangat penting.
Pengalaman-pengalaman baru menuntut pertumbuhan dalam system semantik sang
anak.
2.
Pemakaian Bahasa
Clark & Clark (1977) mengatakan bahwa: “anak-anak
membangun struktur dan fungsi pada waktu yang bersamaan. Sebaik mereka belajar
lebih banyak struktur, maka mereka memperoleh lebih banyak sarana untuk
menyampaikan fungsi yang berbeda-beda. Dan sebaiknya mereka mempelajari banyak
fungsi, maka mereka memperluas pemakaian tempat berbagai struktur diterapkan.”
3.
Kesadaran Metalinguistik
Ialah kemampuan membuat bentuk-bentuk bahasa
menjadi tak tembus cahaya dan menyelesaikan diri di dalam dan untuk diri mereka
sendiri” (Cazden, 1974).
E. Mekanisme Umum bagi Pemerolehan Bahasa
Menurut Jeans A. Rondal, berdasarkan data-data
yang dia gunakan, agaknya dapat disarankan adanya suatu mekanisme makroumum
bagi pemerolehan pemakaaian bahasa (pertama) pada diri sang anak. Salah satu
manfaat mekanisme umum adalah bahwa mekanisme itu membuat suatu wadah yang
jelas bagi penentu-penentu antar pribadi dalam proses pemerolehan bahasa
pertama.
F. Kerangka Bagi Teori Pemerolehan Bahasa
Kenneth Wexler dan Peter W. Clicoper mengemukakan
bahwa teori pemerolehan bahasa pertama dapat dilihat sebaga tiga serangkai (G.1
PBB) yang menyatakan bahwa :
1.
G adalah suatu kelas gramatika
(gramatika yang tepat)
2.
I adalah suatu kelas perangkat “infut”
yang tepat ataupun data masukan (tata bahasa atau
M(T) dari tata bahasa T dalam G.
3. PBB adalah suatu prosedur belajar bahasa
yang memetakan berbaga infut ke dalam gramatika.
Masukan atau infut bagi sang anak
terdiri dari kalimat-kalimat yang terdengar dalam konteks. Keluaran atau output
belajar bahasa merupakan suatu system kaidah bagi bahasa orang dewasa.
Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau “masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.
Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau “masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.
G. Unit-Unit Pemerolehan Bahasa
Salah satu pakar yang berhasil meneliti
unit-unit pemerolehan bahasa adalah Ann M. Peters dari Universitas Hawai
(1983). Pakar ini membedakan tiga orentasi terhadap gagasan kesatuan terkecil
ujaran. Menurutnya mengenai unit produksi ujaran yang dipakai oleh pembicara
dewasa yang kedua mengenai persepsi B1 pelajar mengenai unit yang sesuai dalam
suatu bahasa.
Unit-unit pemerolehan bahasa dapat dipandang dari berbagai segi paling tidak dari tiga sudut pandang yaitu:
Unit-unit pemerolehan bahasa dapat dipandang dari berbagai segi paling tidak dari tiga sudut pandang yaitu:
1. unit-unit dari sudut pandang orang dewasa
2. unit-unit dari sudut pandang sang anak.
3. unit-unit dari sudut pandang sang
lingus
Dari segi implikasi teoritis menurut Peter
ada 8 unit penting yaitu:
1.unit-unit bahasa yang pertama kali
diperoleh anak-anak tidak perlu ada kaitannya dengan unit minimal bahas yang
diberikan konvensional.
2.bagi pelajar bahasa semua merupakan
unit-unit dan disimpan dalam leksikon yang dapat diambil kembali kalu
diperlukan.
3.semua unit dalam leksikon pelajar
merupakan calon bagi proses fundamental segmentasi.
4.unit lebih kecil merupakan hasil
dari segmentasi dengan sendirinya termasuk ke dalam leksikon.
5.suatu unit yang telah terbagi
mungkin juga tidak dapat dihilangkan dari leksikon.
6.segmentasi juga memperlihatkan
akibat pada informasi structural.
7.leksikon pelajar berkembang dan
tumbuh sebaik sang peljar mengumpulkan.
8.proses fusi berlangsung terus bahkan
ke dalam masa kedewasaan.
H. Pemerolehan Bahasa Pertama
a. Pengertian
Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama memang bersifat
primer paling sedikit dalam dua hal yaitu dari segi urutan dan dari segi
kegunaan. Selama pemerolehan itu mengalami proses yang berlangsung selama
jangka waktu yang panjang, maka jelas terdapat berbagai kasus yang rumit.
Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang
semula tanpa bahasa.
b. Ragam
Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila
pelajar biasanya seorang anak yang sejak semula tanpa bahasa dan kini dia
memperoleh satu bahasa.
1.
ekabahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu bahasa.
2.
dwibahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat
hubungannya dengan perkembangan kognitif sang anak. Dari penelitian para pakar
mengenai perkembangan kognitif dapat ditarik dua kesimpulan yakni produksi
ucapan-ucapan yang berdasarkan tata bahasa yang teratur tapi tidaklah secara
otomatis dan sang pembicara harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang
mendasari bebagai makna ekspresif bahasa alamiah.
c. Penelitian
Mengenai Pemerolehan Bahasa Pertama
Cromer (1976) berpendapat bahwa kebanyakan
dari strategi-strategi dapat diterima sebagai prinsif nonlinguistic umum bagi
penangulangan informasi. Penelitian terdahulu berupaya mencari strategi ampu
yang digunakan oleh para pribumi dalam memperoleh bahasa mereka. Walaupun Roger
Brown (1973) tidak mengunakan pendekatan ini, namun telaah longitudinalnya
justru merupakan penemuan yang paling cermat dan teliti pada masa itu.
d. Strategi dan Tahap Pemerolehan
Bahasa Pertama
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada
dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Prosesyang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.
Kompetensi adalah proses
penguasaan tata bahasa(fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara
tidak disadari. Kompetensi inidibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun
dibawa sejak lahir, kompetensimemerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki
performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan
anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.Performansi terdiri dari dua
proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitankalimat-kalimat. Proses
pemahaman melibatkan kemampuan mengamati ataumempersepsi kalimat-kalimat yang
didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkankemampuan menghasilkan
kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).Hal yang patut dipertanyakan adalah
bagaimana strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah
setiap anak memiliki strategi yang sama dalammemperoleh bahasa pertamanya?
Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:) menyebutkan bahwa pada
umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwaanak di mana pun juga memperoleh
bahasa pertamanya dengan memakai strategi yangsama. Kesamaan ini tidak hanya
dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama,tetapi juga oleh
pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekalidengan bekal
kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapatkonsep
universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal
ini.
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan
bahasa pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
- Tirulah apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus,meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atau imitationwith expansion.
- Strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkindengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalahciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita ataumengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
- Berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi.Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujarandan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat“sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksidengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapatmemberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadapmakna dan juga memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasauntuk digarap atau dikerjakan.
- Prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa.Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini jugamenyarankan larangan yang dinyatakan dalam avoidance terms; misalnya:hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.uced imitation.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dikatakan bahwa pemerolehan
bahasa bukan hanya diperoleh secara otomatis, tetapi juga melajui beberapa
strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Selain itu, proses pemerolehan
bahasa pertama juga bisa diketahuidengan melihat tahapan-tahapan dalam
pemerolehan bahasa pertama. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak
tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalamotaknya dan lengkap dengan
semua kaidahnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Safriandi (2008) berikut ini, bahwa
B1diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati
tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini
sedikit banyaknyaada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
Lebih lanjut dikatakan bahwatahap-tahap pemerolehan bahasa pada aspek
tahapan linguistik yang terdiri atas beberapatahap, yaitu
(1) tahap pengocehan (babbling);
(2) tahap satu kata (holofrastis);
(3) tahapdua kata; dan
(4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
e. Kesemestaan
Linguistik Dari PB1
Hubungan antara Tata Bahasa Universal
dengan PBI sesunggunya merupakan sesuatu yang penting, seperti pembenaran utama
Chomsky bagi TBU bahwa dia menetapkan satu-satunya cara mempertimbangkan
bagimana ank-anak mampu mempelajari bahasa ibu mereka. Maka dengan demikian,
TBU merupakan cara penyelesaian terhadap apa yang disebut masalah logis
pemerolehan bahasa.
f. Dari
PB1 ke PB2
Sebuah bahasa mempunyai ciri-ciri khusus
yang membedakan bahas yang satu dengan bahasa yang lain. Ciri khusus ini
mencangkup keseluruhan kosakata, morfologi, sintaksis dan fonologi. Sangat
sukar menentukan batas yang pasti dana nyata antara pemerolehan bahasa pertama
dengan pemerolehan bahasa kedua, selain alasan sederhana bahwa PB2 mulai kerapkali
sebelum PB1 berakhir.
I. Pengaruh Bahasa Pertama Pada PB2
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada
tahapan berikutnya. Sebagai contoh seorang anak yang orang tuanya berasal dari
daerah Melayu dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan bahasa
Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah menerima
kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) di sekolahnya.
Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh
dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap proses pembelajaran
bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia.
Hal ini sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan juga bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang tuanya berasal dari
daerah Jawa dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam komunikasi sehari-hari
menggunakan bahasa Jawa akan mengalami kesulitan untuk menerima bahasa kedua
(B2) yaitu bahasa Indonesia yang dirasakan asing dan jarang didengarnya.
Selain dua situasi di atas juga berbeda
dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa
yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya
maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia
diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula.
Untuk kasus yang ketiga dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di lingkungannya di Palembang ngapo.
Untuk kasus yang ketiga dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di lingkungannya di Palembang ngapo.
Ketika anak memasuki sekolah, ia
mendapatkan seorang teman yang berasal dari Jawa mengucapkan kata ngopo yang
berarti mengapa maka bertambah lagi keanekaragaman bahasa yang diperolehnya.
Seorang guru pada jenjang sekolah pada kelas tinggi ia menjumpai kata mengapa
akan merasa kebingungan karena ada lima
bahasa yang ia terima. Bagi anak yang kemampuan kognetifnya baik atau lebih
dari rata-rata ia akan bisa membedakan bahasa Sekayu, Palembang,
Pagaralam, Jawa, dan bahasa Indonesia.
Kenyataan inilah yang menjadi dampak bagi anak ketika pemerolehan bahasa
pertama yang didapatkan berpadu dengan bahasa kedua sebagai bahasa baru untuk
digunakan dalam komunikasi di jenjang lembaga resmi atau formal.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil
besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal.
Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina
(2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar,
yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan
dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata
dan konsep serta makhluk sosial. Tarigan memadukan bahwa konsep pemerolehan
belajar anak berasala dari konsep kognitif serta perkembangan sosial anak itu
sendiri. Adapun perkembangan sosial itu sendiri idak terlepas dari faktor
orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang
dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua
yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh
kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anak ketika
menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan
pemerolehan bahasa kedua (B2).
Pemerolehan bahasa pertama anak adalah
bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan
bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia
memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa
daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar
dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang
digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang
seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bagi anak, orang tua merupakan tokoh
identifikasi. Oleh sebab itut, idaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal
yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005). Anak serta merta akan
meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan
pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak
baik.
Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman
baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang
dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh
anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep
perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang
tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk
ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya.
Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005)
mengemukakan bahwa posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia
seperti kertas putih, bersih. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata
bahwa lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian
bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak
negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1)
yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran
pemerolehan bahasa kedua (B2).
Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa
Indonesia)) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti
pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang
sangat siknifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan
konsep dapat digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok seseorang
pengganti orangtua yan, oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya
di sekolah sebagai rumah kedua bagi anakmempunyai peranan penting dalam
memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara
bahasa ibu (B1) dengan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh
guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kelas rendah
(kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar
pendidikan.
Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan
seterusnya) guru akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai penyampai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang baru oleh anak. Apabila pada kelas lanjutan guru
masih menggunakan bahasa ibu/ bahasa daerah sebagai bahasa pengantar
pendidikan, maka dampak negatif yang akan diperoleh anak. Sebagai contoh
seorang guru matematika mengajarkan hasil penjumlahan. Guru menanyakan proses
penjumlahan dengan menggunakan bahasa Palembang
“Cakmano awak dapet hasil mak ini ni, cobo jelaske!” Bagi anak yang berasal
dari Palembang tidak menjadi masalah dan bisa
saja menjelaskannya (menggunakan bahasa Palembang),
tetapi anak yang tidak berasal dari daerah Palembang
yang berada di kelas yang sama akan mengalami kesulitan menerima bahasa daerah Palembang sebagai bahasa
kedua (B2). Sebaliknya jika guru matematika tersebut menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar sudah barang tentu dapat dipahami oleh warga
belajar di kelas yang bersangkutan. Hal yang terakhir ini akan menjadi sebuah
kenyataan yang komunikatif antara petutur dan penutur apabila warga kelasnya
sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebaliknya,
apabila anak sebagai peserta didik tetap terbiasa mengggunakan bahasa daerah
atau bahasa pertama (B1) yang juga sering disebut sebagai bahasa ibu dalam
komunikasi di lingkungan formal maka sangat sulit guru menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan
teknologi di dunia pendidikan.
Begitu pula apabila guru dan anak sebagai
peerta didik selalu menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan maka
tidak mengherankan bila penguasaan bahasa Indonesia yang baik saja yang
dikuasai anak. Sementara itu, keberadaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
yang menjadi tuntutan sebagai komonukasi formal atau resmi akan dikesampingkan.
Peranan Guru (kelas bawah) dan orang tua
dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang
sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1). Pemberian figur
berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai
contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal
dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
J. Pemerolehan Bahasa Kedua
a. Pengertian
Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu
kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa kedua lainnya. Diantara
sekian banyak faktor yang dapat kita temui di dalam kelas, yang dianggap sangat
penting dan mendasar,yaitu : pertama,belajar bahasa adalah orang-orang dalam
interaksi dinamis; kedua, belajar bahasa adalah orang-orang dalam responsi. Dalam
“belajar adalah orang” terkandung makna bahwa “hal itu merupakan proses sosial
belajar yang utama”.Belajar,pemerolehan bahasa kedua,terjadi dalam hubungan
antara sesame siswa itu sendiri “Interaksi dinamis” berarti bahwa orang-orang
dilahirkan dan bertumbuh dalam bahasa asing.
b. Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada lima hipotesis mengenai
PB2, yaitu :
1.
Hipotesis Pembedaan Pemerolehan dan Belajar
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang
dewasa mempunyai dua cara berbeda dan berdikari dan mandiri mengenai pengemban
kompetisi dalam suatu bahasa kedua
2.
Hipotesis Saringan Afektif
Konsep Saringan Afektif dikemukakan oleh
Duly & Burt (1997) dan konsisten dengan karya teoritis yang dilakukan dalam
bidang variable-variabel afektif dan pemerolehan bahasa kedua. Penelitian
selama decade terakhir telah menegaskan serta memperkuat bahwa variable afektif
berhubungan erat dengan keberhasilan dalam pemerolehan bahasa kedua. Kebanyakan
yang telah ditelaah itu dapat dimasukan pada salah satu kategori, yaitu:
MOTIVASI adalah Para
penyaji yang bermotivasi tinggi pada umumnyav berbuat lebih baik dalam
PB2 (biasanya,tetapi tidak selaluh,”integrative”).
KEGELISAHAN, kegelisahan yang rendah
ternyata mengakibatkan ataumendatangkan hasil yang lebih baik PB2, baik yang
diukur sebagai pribadi ataupun kegelisahan kelas
Para
penyaji yang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan imajiv diri
sendiri yang baik, cenderung berbuat lebih baik dalam PB2. Hipotesis Saringan
Afektif menuntut bahwa efek atau pengaruh “afe” atau “kepura-puraan” atau “yang
dibuat-buat” memang berada “diluar” sarana pemerolehan bahasa yang wajar.
3.
Hipotesis Masukan
Ada dua
hal yang menarik mengenai hipotesis masuka ini, yaitu : (1) banyak dari bahan
ini relative baru,sedangkan hipotesis-hipotesis lainya telah diberikan dan didiskusikan
dalambeberapa buku dan makalah; dan (iii) hipotesis ini penting baik secara
teoritis dan praktis. Hipotesis masukan berupaya menjawab apa yang barangkali
merupakan masalah paling penting dalam bidang kita, dan memberikan suatu
jawaban yang mempunyai pengaruh yang kuat pada semua bidang pengajaran bahasa.
Bagian-bagian Hipotesis Masukan:
Kemampuan berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung
Kalau komunikasi berhasil, masukan terpahami, dan cukup, i + 1 tersedia
secara otomatis
HM berhubungan dengan pemerolehan, bukan dengan Belajar
Kita memperoleh dengan pemahaman bahasa yang mengandung struktur
disekitar i + 1
Penunjang Hipotesis Masukan:
Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak
Penelitian/Riset linguistik terapan
Kerugian dan keuntungan (kelemahan dan keunggulan) pemakain kaidah B1
Fakta-fakta dari PB2 : periode tenang dan pengaruh B1
Fakta-fakta dari PB2 : sandi sandi sederhana
Faktor penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupah “fakta-fakta
dari pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana “Hipotesis masukan
juga menarik bagi pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga
merupaka “pemeroleh”, persis seperti sang anak memperoleh bahasa pertama.
4.
Hipotesis Monitor
Hipotesis Monitor mengemukakan serta
menjelaskan bahwa “pemerilehan” dan “belajar”dipakai dengan cara yang amat
kha.Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita dalam bahasa kedua
dan juga bertanggung jawab aras kelancaran kita, kefasihan kita.Belajar hanya
mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai “monitor” atau “editor”, sebagai
“pemantau” atau “penyunting”.Belajar hanya berperan membuat perubahan-perubahan
dalam bentuk ujaran kita,setelah “dihasilkan” oleh sistem yang di peroleh yang
diinginkan.Ini dapat terjadi waktu kita berbicara/menulis,atau sesudahnya
(mengoreksi diri sendiri).
Tiga Tipe Perilaku atau “Performer”
Pemakai Monitor yang Berlebihan
Pemakai Monitor yang Kurang
Pemakai Monitor yang Optimal
5.
Hipotesis Urutan Alamiah
Salah satu dari penemuan-penemuan yang
paling mengasikkan dan paling menggairakan dalam penelitian pemerolehan bahasa
tahun-tahun terakhir ini adalah penemuan bahwa pemerolehan struktur-struktur
gramatikal benar-nenar dalam urutan yang dapat diramalkan.Para pemerolehan
bahasa tertentu cenderungmemoeroleh struktu-struktur gramatikal tertentu
terlebih dahulu, dan yang lain-lainya baru kemudian.
Persesuain antara para pemeroleh secara
individu tidak selalu seratus persen,tetapi jelas terdapat persamaan-persamaan
yang nyata,yang signifikan secara statistik.
c. Penelitian
Pemerolehan Bahasa Kedua
Taylor (1975) meneliti serta menguji
strategi-strategi transper dan penggeneralisasian yang berlebih-lebihan dalam
bahasa Inggris sebagai bahasa kedua; Baiyley, Madden & Krashen (1974)
mempertimbangkan pemprosesan siasat-siasat dalam morfem-morfem dalam bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua.
Torone, Cohen & Dunas (1976)
melaporkan mengenai strategi-strategi komunikasi pada anak-anAk yang belajar
Prancis sebagai kedua; Fillmore (1997) menganalisis strategi-strategi sosial
dan kognitif para pembicara Spanyol yang belajar bahasa Inggris; dan Lightbown
(1997) menyelidiki siasat-siasat bagi penghasilan bentuk-bentuk interogatif
dalam bahasa Prancis sebagai bahasa kedua.
Empat Paremeter Bidang Lingustik
Ucapan/Ujaran
Modal Bahasa
Realitas Objektif
Pembicara
Enam Jenis Perilaku Berbahasa
Designation - Penandaan
Discursion - Peretakan
Enunciation - pengucapan
Mudulation - Pengaturan
Dertimination - Penentuan
Predication - penyebutan
Tiga Tipe Siasat Pemerolehan Struktur Kasus
Siasat Pragmatik
Strategi Morfo-sintaksis
Strategi Posisional
d. Proses
Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Performansi terdiri dari dua
proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses
pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang
didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan
kalimat-kalimat sendiri. Sehinnga yang menjadi tolak ukur pemerolehan bahasa
kedua adalah bagaimana mempelajari bahasa.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa
mempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan
kompetensi dalam bahasa kedua.
- Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
·
Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa
kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa,
sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis
pemerolehan belajar yang menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh
bahasa, kemampuan memungut bahasa bahasa tidaklah hilang pada masa puber.
Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah
yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses
yang amat kuat pada orang dewasa. Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan
dalam lima hal,
yaitu pemerolehan:
1.
memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa
pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan
secara formal,
2.
secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan
disengaja.
3.
bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan
pembelajaran mengetahui bahasa kedua,
4.
mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan
pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
5.
pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan
pembelajaran menolong sekali.
Pandangan pemerolehan bahasa secara disuapi adalah pandangan kaum
behavioristis yang diwakili oleh B.F. Skinner dan menganggap bahasa sebagai
suatu yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. Kemampuan berbicara dan
memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Anak hanya merupakan
penerima pasif dari tekanan lingkungan. Anak tidak memiliki peran aktif dalam
perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan oleh lamanya latihan yang
disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai bahasanya melalui peniruan.
Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip pertalian stimulus respon.
Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan
bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
- Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.
- Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Aspek-Aspek Pembelajaran Bahasa Kedua
1.
Kemempuan bahasa
2.
Usia
3.
Stategi yang digunakan
4.
Motivasi
5.
Hubungan antara Pemerolehan Bahasa Pertama dan
Pemerolehan Bahasa Kedua
Ciri-ciri pemerolehan
bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi, keseluruhan
sintaksis, dan kebanyakan fonologi. Istilah pemerolehan bahasa kedua atau
second language aqcuisition adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah
usia 3 atau 4 tahun. Ada
pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua orang dewasa.
Ada
lima hal pokok
berkenaan dengan hubungan pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa
kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua
ialah bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari
perkembangan kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa
kedua terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah
selesai, dalam pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa
kesalahan, sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam
pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan
butir-butir tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa
pertama dengan pemerolehan bahasa. Kedua, suatu ciri yang khas antara
pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentu ada meskipun ada
persamaan perbedaan di antara kedua pemerolehan. Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa
kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh
pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat
lemah (kecil).
e. Strategi
Pemerolehan Bahasa Kedua
Ragam atau jenis
pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima
sudut pandangan, yaitu berdasarkan bentuk, urutan, jumlah, media, dan
keasliannya. Dalam pengertiannya semua istilah itu ternyata hampir sama. Di
dalam literatur keduanya sering dipakai berganti-ganti untuk maksud dan
pengertian yang sama. Dalam bahasa satu tercakup istilah bahasa pertama, bahasa
asli, bahasa ibu, bahasa utama, dan bahasa kuat. Dalam bahasa dua tercakup
bahasa kedua, bukan bahasa asli, bahasa asing, bahasa kedua, dan bahasa lemah.
Masih ada beberapa istilah lagi yaitu bahasa untuk komunikasi luas, bahasa
baku, bahasa regional, bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa modern, dan bahasa
klasik.
Ditinjau dari segi bentuk ada tiga pemerolehan bahasa yaitu pemerolehan
bahasa pertama yaitu bahasa yang pertama diperoleh sejak lahir, pemerolehan
bahasa kedua yang diperoleh setelah bahasa pertama diperoleh, dan pemerolehan-ulang,
yaitu bahasa yang dulu pernah diperoleh kini diperoleh kembali karena alasan
tertentu. Ditinjau dari segi urutan ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan
bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.
Ditinjau dari segi jumlah ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan satu
bahasa (di lingkungan yang hanya terdapat satu bahasa secara luas), dan
pemerolehan dua bahasa di lingkungan yang terdapat lebih dari satu bahasa yang
digunakan secara luas).
Ditinjau dari segi media dikenal pemerolehan bahasa lisan (hanya bahasa
yang diucapkan oleh penuturnya), dan pemerolehan bahasa tulis (bahasa yang
dituliskan, oleh penuturnya). Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan
dikenal pemerolehan, bahasa asli (merupakan alat komunikasi penduduk asli), dan
pemerolehan bahasa asing (bahasa yang digunakan oleh para pendatang atau bahasa
yang memang didatangkan untuk dipelajari). Ditinjau dari segi keserentakan atau
keberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa) dikenal pemerolehan (dua
bahasa) serentak dan pemerolehan dua bahasa berurutan.
Ada tiga
komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu prospensity
(kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), dan acces (jalan
masuk) ke bahasa.
Pemerolehan Bahasa Kedua
- Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.
- Pengenalan/penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar.
- Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.
- Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.
- Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau dalam waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa Kedua (B2) didapat pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.
- Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama, Bahasa Kedua dipelajari melalui proses belajar formal; jika didapat di lingkungan Bahasa Kedua, Bahasa Kedua didapat melalui interaksi tidak formal, melalui keluarga, atau anggota masya-rakat Bahasa Kedua.
Empirisme Dalam Teori Belajar B2
1. Teori
belajar behavioris bersifat empiris, didasarkan atas data yang dapat diamati.
2. Kaum
behavioris berpendapat bahwa proses belajar pada manusia sama dengan proses
belajar pada binatang.
3. Kaum
behavioris menganggap bahwa proses belajar bahasa adalah sebagian saja dari
proses belajar pada umumnya.
4. Menurut
kaum behavioris manusia tidak memiliki potensi bawaan untuk belajar bahasa.
5. Kaum
behavioris berpendapat bahwa pikiran anak merupakan tabula rasa (kertas kosong)
yang akan diisi dengan asosiasi antara S dan R.
6. Menurut
pandangan mereka semua perilaku merupakan respons terhadap stimulus. Perilaku
terbentuk dalam rangkaian asosiatif.
7. Belajar
adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respons yang
berulang-ulang. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengkondisian.
8. Pengkondisian
selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S dan R.
9. Bahasa
manusia merupakan suatu sistem respons yang canggih yang terbentuk melalui
pengkondisian operant/belajar verbal (bahasa).
Rasionalisme dalam Teori Belajar B2
1.
Teori belajar bahasa yang termasuk aliran rasionalisme
ialah teori tata bahasa universal, teori monitor dan teori kognitif.
2.
Teori tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen
gramatikal atau prinsip-prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa
manusia.
3.
Prinsip-prinsip di atas merupakan hasil perangkat
pemerolehan bahasa (LAD) yang mencakup prinsip-prinsip universal substantif dan
prinsip universal formal.
4.
Menurut Chomsky prinsip universal “ditemukan” oleh anak
membentuk “tata bahasa inti” yang sama dalam semua bahasa. Di samping tata
bahasa inti di dalam bahasa, ada tata bahasa “periferal” yang tidak ditentukan
oleh tata bahasa universal.
5.
Krashen mengemukakan model belajar yang disebut “model
monitor” yang mencakup 5 hipotesis, yaitu hipotesis perbedaan pemerolehan dan
proses belajar bahasa, hipotesis tentang urutan alamiah pemerolehan struktur
gramatikal, hipotesis monitor, hipotesis masukan, dan hipotesis saringan.
6.
Menurut Krashen, belajar hanya dapat berfungsi sebagai
monitor bila disertai dengan kondisi yang memadai.
7.
Melalui pemerolehan yang terjadi di bawah sadar
anak-anak mendapatkan intuisi bahasa (rasa bahasa), yang tidak diperoleh
melalui proses belajar terutama pada tahap awal.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemerolehan bahasa
berbedadengan pembelajaran bahasa. Menurut Sofa (2008) bahwa orang dewasa
mempunyai duacara yang berbeda mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa
kedua.
- Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak.Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
- Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanyadapat mempelajarinya. Namun, pada dasarnya Orang-orang dewasa juga dapatmemanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yangdipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat padaorang dewasa.
Selain pembedaan pemerolehan dan pembelajaran yang dikemukakan di
atas,Sofa (2008) juga memberikan batasan pembedaan pada pemerolehan dan
pembelajaran dalam lima
hal sebagai berikut.
- pemerolehan: memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama,seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secaraformal,
- secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
- bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaranmengetahui bahasa kedua,
- mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
- pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaranmenolong sekali.
Terdapat dua cara pemerolehan bahasa kedua, yaitu pemerolehan bahasa
keduasecara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
Pertama, pemerolehan bahasa kedua
yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudahdipahami.
Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru.
Strategi-strategiyang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap
paling cocok bagisiswanya.
Kedua, pemerolehan bahasa kedua secara
alamiah adalah pemerolehan bahasakedua/asing yang terjadi dalam komunikasi
sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada
keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa keduadengan caranya
sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan
mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa
kedua secara alamiahatau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi
sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Keberhasilan belajar bahasa kedua, menurut Steinberg (2001:238),
dipengaruhioleh strategi yang digunakan pembelajar, yakni (1) verifikasi,
adalah mengecek apakahhipotesis mereka tentang bahasa tersbut benar, (2)
pemrosesan induktif, yakni menyusunhipotesis tentang bahasa kedua dengan dasar
pengetahuan mereka pada bahasa pertama,(3) alasan deduktif, yakni menggunakan
logika umum dalam memecahkan masalah, (4) praktik, yakni kegiatan
mengulang, berlatih, dan menirukan, (5) memorasi ataumengingat, yakni strategi
mnemonic dan pengulangan untuk tujuan menguatkan penyimpanan dan
pengambilan (storage and retrieval), (6) monitoring, yakni beranimembuat
kesalahan dan memberi perhatian pada bagaimana pesan diterima oleh petutur.
Sofa (2008) mengemukakan lima
strategi pemerolehan bahasa seperti berikut ini.
- Gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran bahasa, Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata(PUR) sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Penggunaan pemahamannonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkan hubungan-hubunganmakna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amat persuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.
- gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki,topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifatatas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk).
- anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengandemikian menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yangseakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakuplebih banyak kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terimakasih, jangan begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa(terutama sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satumemperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yangsatu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi.
- amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna.Strategi ini baik diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akanmengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling berhubungan.
- ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yangAnda inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun danmemperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Suatu pola yang menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.
f. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Kedua
Keberhasilan pembelajaran bahasa kedua dipengaruhi oleh enam faktor,
yaitu:
Pertama, faktor motivasi. Belajar bahasa yang dilandasi oleh motivasi
yang kuat, akan memperolehhasil yang lebih baik. Motivasi, dalam perspektif ini
meliputi dorongan, hasrat, kemauan,alasan, atau tujuan yang menggerakkan
seseorang untuk belajar bahasa. Motivasi berasaldalam diri individu, yang dapat
digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasiinstrumen. Motivasi
integratif berkaitan dengan keinginan untuk menjalin komunikasidengan penutur,
sedangkan motivasi instrumen mengacu pada keinginan untuk memperoleh
prestasi atau pekerjaan tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan, meliputi lingkungan formal dan informal.Lingkungan
formal adalah lingkungan sekolah yang dirancang sedemikian rupa,
artifisial, bagian dari pengajaran, dan diarahkan untuk melakukan
aktivitas yang berorientasikaidah (Krashen, 2002). Lingkungan informal adalah
lingkungan alami dan natural yangmemungkinkan anak berinteraksi dengan bahasa
tersebut. Menurut Dulay (1982), lingkungan informal, terutama teman sebaya,
memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam proses pemerolehan bahasa. Selain
itu, lingkungan yang diperkaya pun sangat membantuanak menguasai bahasa.
Tersedianya materi-materi cetak, buku-buku bergambar, dan media-media yang
setiap saat dapat dilihat anak merupakan bagian dari lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia. Anak-anak, menurut Lambert (1972) memiliki peluang
untuk mahir belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis
berbahasa (Allan &Paivio, 1981). Dalam hal pelafalan, anak-anak memiliki
peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun aturan berbahasa harus mereka
bangun secara natural (Brewer, 1995).
Keempat, adalah kualitas pajanan. Materi pembelajaran yang dipajankan
secaranatural memberikan makna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Di lain
pihak, pajanan yang disajikan secara formal membuat anak menguasai kaidah
secara relatif cepat, meskipun mungkin mereka tidak dapat mengeskpresikan
penguasaannya dalamkomunikasi yang natural (Ellis, 1986).
Kelima, adalah bahasa pertama. Jika bahasa pertama memiliki kedekatan kekerabatan
dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan mengembangkan kompetensinya.
Meskipun demikian, kemungkinan percampuran kode lebih mudahterjadi, sebagaimana
banyak ditemukan percampuran kode dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh, 2003).
Keenam, adalah faktor intelligensi. Walaupun belum terbukti secara akurat
dan bertentangan dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat
kecerdasan anak mempengaruhi kecepatan pemerolehan bahasa keduanya.
Menurut Lambert, anak-anak bilingual memiliki performansi yang
secara signifikan lebih baik daripada anak-anak monolingual, baik pada tes
inteligensi verbal maupun nonverbal (Lambert, 1981)
g. Dimensi Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada
tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu propensity
(“kecendrungan”),langue fakulty (“kemampuan berbahasa”) dan aces (“jalan masuk”).
Enam Dimensi Pemerolehan bahasa Kedua
Propensity “kecenderungan”
End state “keadaan akhir” atau “tujuan akhir”
Tempo “kecepatan”
Structure “struktur”
Acees “jalan masuk”
Language fakulty “kemampuan berbahasa”
Empat Komponen Kecendrungan
Education “Pendidikan”
Communicative needs “Kebutuhan komunikatif”
Antitude “ Sikap”
Sosial Integration “Integrasi sosial”
Tujuh Teori PB2
Model Akulturasi
Teori Neurofungsional
Hipotesia Universal
Model Kompetensi Variabel
Model Monitor
Teori Wacana
Teori Akomodasi
Situasi Belajar Yang “Baik”
Tingkat sosial kelompok BS = B2 (BS = bahasa sasaran)
Pertimbangan Kel. B2 tetap pada BS selalu
Kelompok B2 dan BS bersikap positif
Kebudayaan kelompok B2 sama sebangun dengan kebudayaan kelompok BS
Kelompok B2 kecil dan tidak begitu konesif
Kelompok BS dan B2 megirimkan : B2 akan berasimilasi
Faktor Psikologis Belajar B2
Ego boundries “batas-batas kakuan”
Motivion “dorongan; motivasi”
Culture shoch “goncangan budaya”
Langue shock “gonsangan bahasa”
Tiga Fungsi Bahasa
Fungsi komunikatif
Fungsi ekspretif
Fungsi integratif
K. Salah Pengertian Mengenai Pemerolehan Bahasa.
Peribahasa mengatakan bahwa dari perbedaan
pendapat akan terpancarlah kiat kebenaran. Disamping perbedaan pendapat sering
juga terjadi salah pengertiaan, salah paham atau misconception mengenai
pemeroehan bahasa. Pengetahuan ilmiah terdiri dari sekumpulan pernyataan yang
bersifat kemungkinan, yang beberapa diantaranya dianggap lebih benar diantara
yang lain-lainnya.
Barry Mclaughlin dari Universitas
California Santa Cruz pernah membahas serta menguji pernyataan-pernyataan yang
kerap kali sudah diterima sebagai yang terbukti,tetapi seakanakan mungkin lebih
besar salahnay daripada benarnya. Pembahasannya pada enam jenis pernyataan
yaitu:
Proposisi
1: anak kecil memperoleh bahasa
lebih cepat dan mudah daripada orang dewasa karena secara biologis sang anak
diprogramkan memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa tidak. Lenberg (1967)
mengemukakan bahwa alasan bagi kelenturan otak ini berkaitan dengan kenyataan
bahwa otak sang anak tidak seluruh dilaterisasikan terhadap fungsi bahasa, sedangkan
otak orang dewasa memang begitu.
Proposisi
2: semakin kecil sang anak, semakin terampil dia dalam pemerolehan
bahasa kedua.
bahasa kedua.
Proposisi
3: pemerolehan bahasa kedua merupakan proses yang berbeda secara
kualitatif daripada pemerolehan bahasa pertama. Dulay dan Burt (1973) menemukan bahwa anak-anak yang berbahasa ibu bahasa cina dan spanyol memperoleh morfem-morfem (fungtor) bahasa inggris daam urutan yang sama, walaupun susunan pemerolehan sangat berbeda dengan bahasa pertama sang anak.
kualitatif daripada pemerolehan bahasa pertama. Dulay dan Burt (1973) menemukan bahwa anak-anak yang berbahasa ibu bahasa cina dan spanyol memperoleh morfem-morfem (fungtor) bahasa inggris daam urutan yang sama, walaupun susunan pemerolehan sangat berbeda dengan bahasa pertama sang anak.
Proposisi
4: interferensi antara bahasa pertama dan bahasa kedua merupakan bagian
yang tidak terilai serta ada dimana-mana pada upaya belajar bahasa kedua.
Prator 1969 mengemukakan interferensi antara bahasa-bahasa sebagai factor yang
jelas mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua sebagai penjelasan tambahan yang
tidak dapat diterima.
Proposisi
5: ada jalan tunggal menuju
pemerolehan bahasa kedua pada masa kanak-kanak.
Proposisi
6: pengalaaman kedwibahasaan dini secara positif atau negatif mempengaruhi
perkembangan bahasa sang anak, perkembangan pemanfaatan kognitif dan
perkembangan intelektual.
Bilingualisme dapat menunda
perkembangan leksikal dan sintaksis anak kecil dalam perbandingan dengan para
pembicara monolingual atau ekabahasa. Jadi anak-anak bilingual melakukannya
lebih baik daripada anak-anak monolingual mengenai ergantian tugas pergantian
kata yang menuntut pelanggaran pengertian sang anak bahwa gagasan yang sama
dapat mempunyai sarana realisasi formal yang berbeda-suatu konsekuensi yang
mempunyai jalan masuk kepada dua bahasa.
Pengaruh-pengaruh bilingualisme
mungkin berbeda bagi para dwibahasawan belakangan.maksudnya anak-anak yang
menjadi dewasa belajar dua bahasa secara serentak mungkin mengalami konsekuensi
kognitif dari kedwibahasaan mereka yang agak berbeda dengan yang dialami oleh
anak-anak yang belajar kedua setelah bahasa pertama mantap.
L. Sistem Penunjang Dan Sarana Pemerolehan Bahasa
Komponen yang paling mendasar dan
fundamental dari system penunjang pemerolehan bahasa adalah bahwa system ini
menyediakan kesempatan para pelajar bahasa yang mudah untuk mempergunakan
bahasa sebagai alat komunikasi. Kesempatan berkomunikasi terlihat dalam
kehidupan sehari-hari bahwa hanya sedikit atau jarang sekali insane yang gagal
memperoleh bahasa.
M. Sejarah Singkat Telaah Pemerolehan Bahasa
M. Sejarah Singkat Telaah Pemerolehan Bahasa
Hari penciptaan pertama dan kedua:
Tersingkapnya rahasia tata bahasa transformasional secara negatif. Pada hari
pertama sang dewasa menciptakan Chomsky pada hari kedua Chomsky tanpa bantuan
sang dewasa menciptakan tata bahasa transformasional generative.
Hari ketiga: Pemerolehan bahasa
sebagai pemerolehan sintaksis. Pada hari ketiga Miller muncul dan
memperkenalakan kepada para psikolog lembaran-lembaran yang bertuliskan
pokok-pokok masalah tata bahasa generatif.
Hari keempat: Penyatuan kembali
semantic ke dalam bahasa anak. Pada hari keempat Blom memasukan semantic ke
dalam telaah pemerolehan bahasa. Bukan hanya bentuk tetapi isi ucapan dini
anak-anak diteliti dengan sangat cermat.
Hari kelima: Pendekatan fungsional
social pada pemerolehan bahasa. Pada hari kelima pragmatic atau fungsi
tanda-tanda dalam konteks menyebabkan pmerolehan bahasa dianggap sebagai yang
tercangkup dalam konteks social dan cultural.
Hari keenam: Hari kebangkitan
kembali pendekatan formal dan nativisme. Pada hari keenam penekatan formal dan
nativisme bangkit kembali, sebagian sebagai pukulan terhadap arah yang banyak
sekali yang harus ditempu dalam pemerolehan bahasa.
Hari ketujuh: Hari peristirahatan
dan penghakiman. Pada hari ketujuh setelah capek bergumul dan keluar dari
perjuangan teoritis, maka para peneliti beristirahat dan bercermin dari segala
sesuatu yang telah dilakukan dalam bidang penciptaan pemerolehan bahasa.
N. Akulturasi Bahasa
Akulturasi bahasa adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika
kelompok-kelompok manusia yang mempunyai bahasa yang berbeda-beda bertemu dan
mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan
perubahan dalam pola kebahasaan yang original dari salah satu kelompok atau
kedua-duanya
Pemerolehan bahasa dapat menimbu;lkan akulturasi bahasa, misalnya
akulturasi bahasa pertama oleh pemerolehan bahasa kedua, akulturasi bahasa
kedua oleh pemerolehan bahasa ketiga, dlll. Secara singkat akan kita bahas
sedikit mengenai akulturasi bahasa Indonesia oleh bahasa asing.
a.
Kedudukan Bahasa Indonesia
Secara Yuridis, bahasa Indonesia ditetapkan secara resmi sebagai bahasa
nasional pada tanggal 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
digunakan sebagai lambang identitas nasional, lambang kebanggaan nasional, alat
pemersatu bangsa dan alat komunikasi antarsuku bangsa. Sedangkan sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa
administrasi negara, bahasa pengantar di lembaga pendidikan dan sebagai alat
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Di Indonesia,
bahasa Indonesia sudah diajarkan pada anak-anak sejak dini. Bahkan ada sebagian
masyarakat yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu. Bahasa
Indonesia dapat dipelajari di bangku sekolah. Hal ini bertujuan agar seluruh
lapisan masyarakat dapat menguasai bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia mengalami penyempurnaan seiring perkembangan zaman.
Penyempurnaan bahasa Indonesia
baik dari segi ejaan, kosa kata, sampai pada arahan penggunaannya dalam
komunikasi. Berbagai macam upaya dilakukan dalam meningkatkan penggunaan bahasa
Indonesia, salah satunya
melalui kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Harapan utama dari
kegiatan tersebut adalah masyarakat Indonesia mampu menggunakan bahasa
Indonesia secara baik dan benar.
Adanya interaksi dengan negara-negara asing mendorong masyarakat dalam
beradaptasi, baik dari segi budaya maupun bahasa. Masuknya budaya dan bahasa
asing atau yang disebut akulturasi memberikan dampak yang luas bagi
perkembangan bahasa Indonesia.
Dipungkiri maupun tidak, banyak kosa kata dalam bahasa Indonesia yang merupakan
serapan dari bahasa asing. Satu contoh bahasa asing yang mendapat posisi
“istimewa” di Indonesia
adalah bahasa Inggris. Masyarakat antusias dalam mempelajari dan menguasai
bahasa internasional tersebut. Fenomena tersebut sebenarnya baik karena jika
ditinjau dari kualitas penguasaan bahasa dapat dikatakan bahasa masyarakat
mengalami peningkatan. Dalam konteks situasi semacam itu, masyarakat hanya
dituntut dalam tetap menggunakan bahasa sesuai porsinya. Bahasa Indonesia harus
tetap menjadi bahasa pengantar utama dalam komunikasi masyarakat Indonesia,
sedangkan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya digunakan sebagai bahasa
sampingan yang digunakan ketika benar-benar diperlukan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus tetap dijaga eksistensi
penggunannya, karena bahasa Indonesia merupakan jati diri bangsa Indonesia.
Peningkatan martabat bangsa dapat dilakukan, salah satunya dengan cara
menggunakan bahasa Indonesia secara baik, dan benar.
b. Pengaruh Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia
b. Pengaruh Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia
Bahasa asing dalam konteks pembahasan ini adalah bahasa selain bahasa Indonesia dan selain bahasa daerah di Indonesia.
Bahasa asing yang banyak memengaruhi bahasa Indonesia seperti bahasa Inggris,
bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Portugis, dan bahasa Sansekerta. Masuknya
bahasa asing atau yang disebut akulturasi bahasa memiliki pengaruh bagi
perkembangan bahasa Indonesia.
Kosa kata yang digunakan dalam bahasa Indonesia banyak yang berasal dari
serapan bahasa asing. Contoh: Bahasa Asal
Contoh Kata yang Diserap:
- Bahasa Sanskerta agama, bahasa, cerita, cita, guru, harta, pertama, sastra, sorga, warta.
- Bahasa Arab alam, adil, adat, daif, haram, haji, kitab, perlu, sah, subuh, hisab, madrasah, musyawarah.
- Bahasa Belanda pipa, baut, kaos, pesta, peluit, setir, brankas, balok, pelopor, dongkrak, nol, bom, saku.
- Bahasa Inggris kiper, kornel, tim, gol, final, tes, organisasi, proklamasi, legal, administrasi, stop.
- Bahasa Cina loteng, kue, kuah, teh, cengkeh, cawan, teko, anglo, toko, tauco.
- Bahasa Portugis meja, kemeja, gereja, bendera, peluru, almari, mentega, roda, lentera, armada, paderi.
Keseluruhan kata-kata tersebut menjadi kosa kata bahasa Indonesia melalui
proses adaptasi sehingga sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Akulturasi bahasa asing
sudah berlangsung lama dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pada
era globalisasi ini kekhawatiran terhadap pengaruh masuknya unsur-unsur asing
terhadap bahasa Indonesia perlu diminimalisir. Yang perlu dicermati adalah
penagaruh asing tersebut harus diarahkan pada perkembangan yang positif
terhadap bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, akulturasi bahasa asing membuat bahasa Indonesia menjadi kaya
akan kosa kata baru. Bahasa yang belum ada dalam bahasa Indonesia dapat
diadopsi dari bahasa asing.
c.
Upaya Menyikapi Akulturasi Bahasa Asing agar Tidak Mengubah Karakter Bangsa
melalui Bahasa Indonesia.
Adanya Proses akulturasi bahasa merupakan proses yang wajar terjadi dalam
dinamika komunikasi global. Proses saling memengaruhi dan dipengaruhi akan
terus terjadi dalam pergaulan antarbangsa secara simultan dan terus-menerus.
Kearifan zaman-lah yang akan menjadi filter utama dalam menilai apakah proses
akulturasi bahasa itu sesuai dengan karakteristik bangsa dan pola pikir
masyarakat atau tidak. Dalam konteks kebahasaan, proses akulturasi tidak bisa
ditolak sepenuhnya. Bahasa Indonesia tidak bisa selamanya menutup diri dari
pengaruh bahasa asing. Fakta justru membuktikan bahwa kosakata bahasa Indonesia
menjadi kaya karena sentuhan pengaruh bahasa asing yang secara perlahan-lahan
mengalami proses adaptasi sehingga istilah serapan tidak lagi terkesan sebagai
sesuatu yang asing.
Seiring dengan peran bangsa Indonesia di tengah kancah
perubahan global, bahasa Indonesia idealnya semakin terbuka, lentur, dan
adaptif terhadap istilah-istilah asing. Kesalahan yang terkadang dilakukan
masyarakat Indonesia adalah
terlalu terbiasa dengan bahasa asing, sehingga melupakan bahasa yang sebenarnya
asli bahasa Indonesia.
Contohnya:
- Kata relative (sering dituturkan sebagai relatif), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanannya dengan kata nisbi.
- Kata consistent (sering dituturkan sebagai konsisten), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata panggah.
- Kata effective (sering dituturkan sebagai efektif), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata mangkus.
- Kata efficient (sering dituturkan sebagai efisien), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata sangkil.
Dalam konteks demikian agar perkembangan bahasa Indonesia lebih dinamis
di tengah perubahan global diperlukan sikap selektif dalam menjaring kata-kata
padanan. Tidak semua kata serapan dari bahasa asing “dipaksakan” dicarikan kata
padanan dalam bahasa Indonesia kalau pada kenyataannya kata padanan tersebut
terasa lebih “asing”. Akulturasi bahasa asing memberikan manfaat dan juga
dampak bagi perkembangan bahasa Indonesia,
khususnya berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri dan kebanggaan masyarakat
dalam menggunakan bahasa.
Maraknya penggunaan bahasa asing dalam komunikasi yang dilakukan
masyarakat Indonesia
memancing ketakutan dan kontroversi dari berbagai pihak. Kehilangan
karakteristik bangsa Indonesia
merupakan salah satu kekhawatiran terbesar. Oleh karena itu, agar bahasa
Indonesia tetap menjadi bahasa yang bermartabat di kancah nasional maupun
Internasional, perlu adanya tindakan dari masyarakat Indonesia.
1.
Menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing secara Proporsional
Penggunaan bahasa secara proporsional merupakan kunci utama terjadinya
kesesuaian dalam penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa secara proporsional yang
dimaksudkan adalah menggunakan bahasa sesuai tempat, konteks, dan porsinya.
Contoh:
- Jika berbicara dalam forum resmi sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia yang resmi atau sesuai kaidah. Jika dalam forum tidak terdapat orang asing atau warga dari negara lain dalam jumlah besar, maka bahasa Indonesia dapat dipilih sebagai bahasa dalam komunikasi.
- Jika berbicara pada forum resmi yang dihadiri berbagai kalangan, termasuk warga asing maka bahasa Indonesia dapat dikombinasikan dengan bahasa asing, namun komposisi pemakaiannya harus sesuai.
- Jika berbicara dalam suasana santai, antarsebaya dan bukan pada konteks resmi, bahasa yang digunakan boleh “gado-gado”, mengingat bahwa di Indonesia juga terdapat bahasa daerah yang juga harus dilestarikan. Masyarakat Indonesia akan terkesan berwibawa apabila dapat menempatkan diri dengan bahasanya sesuai situasi. Bahasa Indonesia juga akan tetap bermartabat karena digunakan dengan baik dan benar.
2. Meningkatkan Pemakaian Bahasa Indonesia secara Baik dan Benar
Penggunaan bahasa Indonesia
secara baik dan benar merupakan arahan yang dikeluarkan Pusat Bahasa melalui
Balai Bahasa, pakar bahasa, dan media massa.
Hal tersebut bertujuan agar masyarakat memakai bahasa Indonesia secara tertib.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai
dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat
pembicaraan, dan ragam pembicaraan), sedangkan bahasa Indonesia yang benar
adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia
(seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, istilah, dan tata bahasa). Jadi,
pengertian penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar adalah penggunaan
bahasa Indonesia yang sesuai situasinya dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Berdasar pengertian tersebut, dua syarat utama yang harus dipenuhi pemakai
bahasa Indonesia agar disebut baik dan benar adalah memahami secara baik kaidah
bahasa Indonesia dan memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi. Seseorang
yang menggunakan bahasa baku dalam situasi resmi
dan menggunakan ragam tidak baku dalam situasi
tidak resmi disebut orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar;
karena sesuai dengan fungsi dan situasinya.
Arahan dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar
dikonotasikan sebagaian masyarakat membuat kesan lebih kaku. Konotasi semacam
ini harus segera diantisipasi dengan berbagai arahan atau pembinaan karena
adanya sikap positif para pemakai bahasa Indonesia adalah kunci utama
keberhasilan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Sikap positif
pemakai bahasa mengandung tiga ciri pokok, yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan
bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang
mendorong masyarakat dalam mempertahankan kemandirian bahasanya. Kebanggaan
bahasa adalah sikap yang mendorong orang atau sekelompok menjadikan bahasanya
sebagai identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakan dengan yang
lain. Sedangkan kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong penggunaan
bahasa secara cermat, korek, santun dan layak. Kesadaran demikian merupakan
faktor yang menentukan dalam perilaku tutur. Sikap tidak ada gairah dalam
mempertahankan kemandirian bahasanya, mengalihkan kebanggaan kepada bahasa lain
yang bukan miliknya dan sikap tidak memelihara cermat bahasa dan santun
bahasanya harus dicegah karena akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan
bahasa Indonesia.
3. Menjaga Karakteristik Bangsa Indonesia melalui Bahasa Indonesia
Bangsa Indonesia
terdiri atas berbagai suku, ras, bahasa, dan budaya yang menyebar ke seluruh
nusantara. Salah satu keragaman tersebut disatukan melalui bahasa. Sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai identitas nasional, lambang
kebanggaan nasional, alat pemersatu bangsa, dan alat komunikasi antarsuku
bangsa.
Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia memiliki karakteristik
yang menjadi cerminan realitas kehidupan bernegara. Karakter sebuah bangsa
merupakan merupakan jatidiri, nilai dan norma kehidupan yang menjadi landasan
berpikir dan bertindak suatu bangsa. Karakter suatu bangsa juga menjadi
cerminan dari karakter individunya. Indonesia di kenal dunia sebagai
bangsa yang berkarakter santun, ramah dan penyabar. Hal itu terlihat jelas
dalam prilaku dan tindakan serta bahasa keseharian rakyat Indonesia.
Karakter bangsa Indonesia
menurut Susilo Bambang Yodohyono pada sambutan seusai dilantik sebagai Presiden RI
ke-7 pada 20 Oktober 2009 adalah
“Kita harus menjaga jati diri kita, ke-Indonesia-an kita. Hal yang
membedakan bangsa kita dengan bangsa lain di dunia adalah budaya kita, way of
life kita dan ke-Indonesia-an kita. Ada
identitas dan kepribadian yang membuat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak
mudah goyah. Keindonesiaan kita tercermin dalam sikap pluralisme atau
ke-Bhineka-an, kekeluargaan, kesantunan, toleransi, sikap moderat dan
keterbukaan, serta rasa kemanusiaan. Hal-hal inilah yang harus kita jaga, kita
pupuk, kita suburkan di hati sanubari kita dan di hati anak-anak kita. Inilah modal
krusial yang paling berharga”.
Perubahan karakter suatu bangsa bisa terjadi karena merupakan kesepakatan
bersama dari seluruh elemen bangsa itu sendiri, tapi bisa juga terjadi karena
adanya pengaruh masuknya nilai-nilai dari luar ataupun hilangnya kesadaran
suatu bangsa akan karakter bangsanya sendiri. Perubahan ini dapat berdampak
positif tapi bisa juga berdambak buruk terhadap perkembangan jati diri,
nilai-nilai, serta norma kehidupan yang dimiliki oleh suatu bangsa.
Pembentukan karakter bangsa Indonesia salah satunya adalah
melalui peningkatan kualitas bahasa. Bahasa menjadi cerminan dari nilai-nilai
yang di anut oleh suatu masyarakat. Bahasa juga menggambarkan karakter suatu
bangsa. Pepatah bijak mengatakan “Bahasa mencerminkan bangsa” dan “Sastra dapat
memperhalus jiwa”. Hal ini benar adanya karena memiliki karakter yang santun
maka bahasa akan sejalan. Bahasa yang santun mencerminkan keadaan masyarakat
saat itu. Memperbaiki penilaian orang atau bangsa lain terhadap bangsa Indonesia bisa
dilakukan dengan meningkatkan kualitas bahasa. Cerminan kualitas bahasa
Indonesia akan baik bila menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi.
- Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
- Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa kedua lainnya. Maksudnya adalah pemerolehan bahasa selain dari bahasa ibunya.
- Akulturasi bahasa adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai bahasa yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebahasaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya
B. Saran
- Kita harus bisa memahami konsep pemerolehan bahasa guna memahami bagaimana bahasa yang kita ketahui sekarang bisa kita peroleh.
- Walaupun kita bisa memperoleh bahasa lebih dari satu bahasa tetapi kita harus bisa menghindarkan pemerolehan bahasa yang mengakibatkan akulturasi bahasa yang bersifat negatif.
Daftar Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.Bandung:
Angkasa.
Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Muslich, Masnur dan Suparno. 1988. Bahasa
Indonesia: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangannya. Bandung: Jemmars.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.
Website: www.google.com
http://lenterahati.web.id
http://id.hicow.com
dan situs
jejaring sosial lainnya
trims bgus
BalasHapus